[caption caption="Brad Pitt dan Angelina Jolie (actualite-people.dhnet.be)"][/caption]Sekarang sedang ada topik hot yang sedang mempertanyakan kejantanan Pak Ridwan Kamil akibat mengajukan alasan yang dianggap kurang macho atas pembatalan pencalonan menjadi gubernur DKI lawan Pak Ahok pada Pilkada tahun 2017 mendatang. Saya tidak setuju kejantanan seorang dinilai cuma dari satu sudut pandang. Hanya karena penilaian yang kurang memuaskan tentang bagaimana alasan beliau mengambil keputusan, langsung dinilai tidak jantan, padahal sudah terbukti keheroannya yang tersebar di mana-mana.
Bagaimana sebenarnya menilai kejantanan seorang pria? Bagaimana supaya pria disebut sebagai laki-laki jantan karena semua pria pasti bangga bila dianggap jantan. Coba saja berteriak kepada seorang laki-laki usia dewasa atau masih remaja, “Banci!” dijamin bakal marah karena tidak ingin statement banci melekat di dalam dirinya. Ada yang mengatakan lelaki jantan jalannya harus gagah dan tegap, tidak boleh takut apalagi sampai menangis, tubuh sebaiknya berbulu lengkap dengan brewok, kumis, bulu kaki, tangan, sampai bulu ketiak. Bila putih mulus nyaris tanpa bulu dipertanyakan maskulinitasnya.
Laki-laki jantan harus bisa memperbaiki atap rumah yang bocor, keran air yang rusak, atau alat listrik yang mati. Lelaki bernyali pasti suaranya berat dan tidak mau didikte. Berani aduk jotos, bila tidak itu namanya cupu. Lelaki yang gentleman harus membukakan pintu, memegang tangan, dan memberi bunga mawar pada pasangan saat momen spesial.
Laki-laki bila ingin disebut cowok banget harus suka bola dan rajin fitness supaya ototnya kekar dan tampak jantan. Bagaimana kalau penampakan seorang pria sangat tegap lengkap dengan dada bidang namun ternyata sewaktu berjalan terlihat gerakan 'melambai'? Masih layakkah disebut macho? Belum lagi ada kabar yang beredar kalau di tempat fitness ternyata banyak gay dalam balutan tubuh pria berbadan kekar nan tegap. Nah lho?
Ada juga korban iklan televisi yang mengatakan kalau pria yang yang jantan adalah pria yang merokok. Padahal para olahragawan contohnya pemain sepak bola yang jelas-jelas terlihat cowok banget jarang sekali ada yang merokok. Sebaliknya, malah banci jalanan yang hampir semua merokok. Ternyata rokok juga bukan indikasi kejantanan pria. Lalu bagaimana menilai maskulinitas seorang pria?
Mengacu kepada KBBI, salah satu definisi jantan adalah: gagah dan berani. Jelas ternyata definisi kejantanan tidak hanya melulu berbicara dari apa yang tampak dari luar saja, namun ternyata tentang keberanian. Keberanian dalam hal ini bisa dalam hal positif apa saja; berani dalam mempertanggungjawabkan keputusan atau berani menyuarakan kejujuran. Hal tersebut mungkin tidak mudah terlihat dari luar. Intinya, laki-laki jantan yang dimaksud adalah seorang yang memiliki ciri pria sejati.
Sering kali kita terkecoh dengan apa yang tampak dari luar, seperti pria yang suka nge-gym ternyata gay. Sebaliknya banyak lelaki yang bertubuh kurus tidak tegap namun di balik itu ternyata dia sangat bertanggung jawab terhadap keluarganya dan mempertaruhkan nyawa demi mengantarkan anak-anaknya ke gerbang kesuksesan. Itulah sebabnya mengapa kita sering melihat pria yang tampangnya biasa saja namun ternyata memiliki kharisma yang sangat tinggi, ternyata dia memiliki kualitas karakter laki-laki sesungguhnya. Seorang pria macho karena memiliki atribut yang lengkap sebagai laki-laki keren belum bisa dikatakan lelaki jantan karena hal tersebut tidak menjamin kalau dia adalah seorang pria yang berani bertanggung jawab.
Pria sejati mengerti kekuatan yang sesungguhnya bukan berasal dari latihan barbell di gym tetapi dari hati yang mau peduli. Bahunya mungkin tidak kekar, tetapi dia tegar menghadapi berbagai persoalan. Suaranya mungkin tidak gegap gempita tetapi berani menyuarakan pendapat pribadi walau berbeda. Dia mungkin tidak memiliki jabatan namun dia adalah pemimpin yang dihormati di rumahnya. Dadanya mungkin tidak bidang, tetapi hatinya lapang menerima curahan hati anak-istrinya. Dia mungkin bukan pria yang digandrungi banyak wanita, tetapi kesetiaan dan komitmen kepada istrinya menjadi inspirasi. Dia tidak dicintai sejuta wanita tetapi dia mampu mencintai seorang wanita dengan sejuta cinta.
Dia mungkin bukan pujangga yang pandai merangkai kata namun dia bukan tipe pengobral cinta. Bahunya tidak kekar tetapi mampu mengemban tugasnya di kantor dan di rumah. Dia mungkin lupa tanggal-tanggal penting tetapi mampu melihat dan menimbang dari berbagai sudut pandang sebelum mengambil keputusan. Dia mungkin tidak jago ilmu bela diri tetapi dia tidak pernah lari dari masalah. Janjinya bisa dipegang dan tidak mudah ingkar dengan mengatasnamakan lupa. Satu lagi yang tidak boleh dilupakan, laki-laki sejati hanya tertarik kepada wanita.
Bahu kekar memang terlihat impresif tetapi setelah itu orang akan akan melihat apa yang ada di dalam diri (baca: karakter) sang lelaki. Tidak perlu mengubah dunia bak superhero, pria maskulin sejati pasti mampu membuat hidup keluarga dan lingkungannya menjadi lebih berarti. Luar yang memesona itu memang bikin terpana namun karakter yang terpenting. Bila semua orang bisa memahami definisi pria sejati yang sesungguhnya, maka betapa banyak pemimpin bangsa dan kepala keluarga yang bertanggung jawab. Namun, kenyataannya masih banyak pria yang cenderung lari dari tanggung jawab, egois, dan merasa paling berkuasa. Laki-laki sejati tidak dinilai dari atributnya tetapi attitude karena menjadi laki-laki itu adalah takdir tetapi menjadi pria sejati adalah sebuah keputusan.
Salam,
Rahayu Damanik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H