[caption caption="Ilustrasi- Minimalkan Rasa Sakit yang Ditimbulkan Akibat Memutuskan Pacar (www.hercampus.com)"][/caption]Sewaktu saya masih SMA dan tinggal di sebuah asrama sekolah yang terkenal disiplin, pernah sekali menerima surat dari seorang cowok yang intinya ajakan untuk menjalin hubungan spesial. Semua siswa tidak diperbolehkan berpacaran dan saya juga benar-benar tidak menaruh rasa suka kepadanya. Namun, pikiran remaja saya ragu. Benarkah saya akan menolaknya? Saya penasaran bagaimana rasanya pacaran itu dan bila dilihat cowok tersebut parasnya mirip vokalis “Ada Band” dan terkadang mirip artis Ari Wibowo, yang pasti dia termasuk salah satu cowok tertampan di sekolah.
Baiklah akhirnya saya pun memutuskan untuk menerima saja. Cewek remaja mana yang tidak mau berpacaran dengan cowok tampan, atletis, jago nyanyi dan main gitar, serta suka olahraga sepakbola? Kemudian apa yang terjadi? Beberapa minggu, ada perasaan tidak nyaman di dalam hati dan rasanya ingin kembali seperti dulu menikmati ke-jombloan dan fokus meraih cita-cita, sepertinya lebih bahagia begitu.
Saya ingin memutuskan hubungan namun bingung bagaimana mencari alasan. Tidak ada masalah atau pertengkaran di antara kami. Tentu saja karena sebelum jadian tadinya komunikasi biasa saja layaknya teman, tetapi setelah jadian semakin berjauhan dan jarang ngobrol karena saya sungkan (tidak terbiasa). Saya yakin harus cepat-cepat mengakhiri hubungan namun masih bingung bagaimana caranya dan alasan apa yang harus saya kemukakan. Saking pusingnya saya bertanya kepada seorang teman cowok, bagaimana cara memutuskan pacar. Dia yang juga tentunya masih berpikiran remaja sama seperti saya mengatakan kalau memutuskan cowok itu caranya dengan menulis surat putus dengan tinta pulpen berwarna merah. Benarkah?
Akhirnya, tanpa pikir panjang, saya mengikuti sarannya. Saya lupa apa persisnya isi surat saya namun intinya mau mengakhiri hubungan pacaran dengan tulisan full berwarna merah. Surat pun sampai di tujuan dan apa yang terjadi? Terjadilah kehebohan di kamar asrama siswa putra karena tampaknya sang cowok tidak terima, kabarnya dia memukul dinding kamar asrama sehingga terjadi keributan. Namun setelah beberapa lama kejadian itu, syukurlah semua berjalan seperti semula. Hubungan baik seperti layaknya teman biasa dan tidak ada lagi rasa penasaran tentang bagaimana rasanya berpacaran ala anak SMA. Kira-kira demikianlah kisah anak remaja yang masih labil dalam menjalin pertemanan spesial.
Saya menarik kesimpulan kalau namanya diputusin pacar itu, sehalus apa pun caranya asalkan masih ada rasa suka pastilah terasa menyakitkan. Apalagi bila caranya kasar dan sepihak seperti yang saya lakukan dulu. Pacar yang diputuskan pasti akan sedih, sakit hati, bahkan bisa sangat membenci. Namun, Kamu punya hak untuk memilih jalan hidup yang masih panjang. Pasti pacar yang diputuskan merasa sakit hati, tetapi pertanyaannya adalah apakah Kamu ingin rasa sakitnya lama atau cepat hilang? Tentu sebagai seorang yang bisa berpikiran dewasa, bila ingin mengakhiri hubungan dengan pacar sedapat mungkin meninggalkan rasa sakit yang seminimal mungkin.
Berikan alasan yang jelas mengapa memilih mengakhiri hubungan dan walaupun zaman sudah canggih, kalau bisa jangan melalui surat, email, atau handphone. Lebih baik berbicara langsung face to face. Mengawali hubungan baik dan akhiri dengan cara damai juga. Kamu tidak mau kan kalau suatu saat Kamu lagi jadian sama seseorang kemudian diputuskan secara sepihak lewat handphone? Perlakukan orang lain seperti kamu ingin diperlakukan.
Memang ada risiko saat hendak memutuskan pacar namun dengan cara yang bijaksana, risiko tersebut bisa diminimalkan. Jangan sampai karena takut menghadapi risiko malah membuat Kamu mengulur-ulur waktu untuk mengakhiri hubungan yang sebenarnya sudah membuat tidak nyaman. Lebih baik terus terang dan berusaha jujur kepada diri sendiri dan pacar tersebut.
Tanpa bermaksud jahat, asalkan cara Kamu memutuskan sudah sebijaksana mungkin, tentang bagaimana caranya menghadapi perasaan sakit hati dan terluka bukan lagi menjadi urusan Kamu. Kelak dia pasti akan menemukan caranya sendiri, tidak perlu dihantui rasa bersalah. Fokus saja meraih masa depan dan jangan sekali-kali menerima pacar tanpa memperhitungkan manfaat dan risikonya.
Salam,
Rahayu Damanik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H