Mohon tunggu...
Rahayu Damanik
Rahayu Damanik Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu Rumah Tangga

Best in Specific Interest Kompasianival 2016

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Agustinus Tegekigiba Kadepa: “Mutiara Hitam” yang Memperjuangkan Pendidikan Gratis di Tanah Papua

28 Januari 2016   16:20 Diperbarui: 28 Januari 2016   16:55 808
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Salah Satu Cara Mencari Dana dengan Menjual Makanan Khas Papua"]

[/caption]Agus dan rekan-rekan di GPM sepakat mengangkat “mutiara hitam” dari kemiskinan dan kebodohan melalui pendidikan yang berkualitas dan gratis. Agus dan kawan-kawan GPM menyadari Papua sulit maju karena SDM yang sangat rendah akibat kurang berkualitasnya pendidikan. Mereka menyadari setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan gratis dan berkualitas. Namun, Agus tidak ingin wacana indah tersebut hanya menjadi teori belaka. Agus ingin  mewujudkannya karena kekayaan tanah Papua sulit dinikmati apabila masyarakatnya tidak berpendidikan. Meskipun Papua kaya, pasti masyarakatnya mudah ditipu dan dimanfaatkan oleh mereka yang berpengetahuan.

Saat ini, GPM masih berada di Kota Jayapura dengan 2 kelompok belajar.

1. Kelompok Belajar Buper (32 siswa). Beralamat di kompleks masyarakat Dani di Jalan Buper, Distrik Heram. Belajar setiap hari Senin, Rabu, dan Jumat Pukul 15.30- 17.30.

2. Kelompok Belajar Bukit Kebai, Kotaraja (18 siswa). Beralamat di Jalan Woroth, perumahan Dosen Uncen-Kotaraja. Belajar setiap Selasa, Kamis, dan Sabtu Pukul 15.30-17.30. Nama Pengajar adalah Yohana Pulalo, Agustinus kadepa, Andi Tanggihuma, Orgenes Ukago, Alfonsa Wayap, Henky Yeimo.

Adapun materi yang diajarkan relawan GPM berupa pengetahuan dasar seperti membaca, menulis, berhitung. Selain itu ada pendidikan karakter melalui cerita rakyat masyarakat Papua, seni, budaya, hewan, tumbuhan, adat istiadat suku Papua, dan sejarah Bangsa Indonesia. Bukan hanya pendidikan dasar dan karakter yang diajarkan ke anak-anak Papua. Anak yang sudah bisa membaca dan berhitung dengan lancar setiap selesai belajar bersama pasti pulang dengan membawa buku bacaan. Anak-anak diberi tugas melakukan review buku di rumah dan kemudian didiskusikan bersama di pertemuan berikutnya. Hal ini bertujuan untuk menumbuhkan kecintaan anak-anak Papua terhadap buku.

[caption caption="Belajar Tidak Hanya di Kelas"]

[/caption]Penulis menyampaikan apa yang dilakukan oleh Agus dan kawan-kawan hampir mirip seperti sebuah bimbingan belajar. Tidakkah Agus dan kawan-kawan berencana membuat lembaga bimbingan belajar berbayar saja? Agus dan kawan-kawan tidak akan pernah mengubah GPM menjadi lembaga yang berbayar. Selama ini Agus mengalami bahwa rejeki pribadi dari pekerjaan yang dia geluti sendiri justru semakin lancar saat dia menjadi pribadi yang bermanfaat bagi sesama. Entah bagaimana bisa seperti itu tetapi Tuhan tidak pernah menutup mata bagi mereka yang membuka hati pada sesama. Kualitas pendidikan di Papua memang belum memadai sehingga sampai kapan pun Agus dan kawan-kawan akan membantu sekolah formal meningkatkan kualitas siswanya dengan cara memberikan pendidikan di luar sekolah secara gratis. Selain itu, GPM membantu peranan orang tua yang sibuk tadi sehingga ada yang mengajarkan anak-anak pendidikan karakter. Sebuah tugas yang seharusnya diberikan oleh orang tua dan sekolah.

[caption caption="Serius Berhitung"]

[/caption]Agus mengatakan pendidikan dasar yang diterapkan di dalam GPM bukan hanya sekedar belajar membaca dan berhitung biasa. Agus dan GPM membantu anak dalam penerapan logika matematika dengan bantuan alam. Misalkan anak bersama pengajar mencari berbagai jenis daunan kemudian belajar Matematika dengan cara mengelompokkan daun-daunan tersebut. Selain itu, dengan menggunakan batu, ranting kayu, dan rumput anak-anak diajarkan merangkai huruf dan berhitung. Bisa juga merangkai kata dengan menggunakan huruf-huruf dari karton. Agus percaya anak-anak akan lebih mudah paham bila langsung belajar dari alam. Bukan seperti di sekolah formal yang mengajar anak-anak Papua mengenai sawah atau kereta api yang sama sekali belum pernah mereka lihat langsung ada di Papua. Agus percaya anak-anak harus diajarkan secara kreatif dan hendaknya janganlah ruangan kelas membatasi pikiran siswa sehingga imajinasi mereka tidak bisa berkembang dengan maksimal. Menurut Agus manfaat sekolah tidak akan optimal bagi anak Papua bila guru hanya mengejar kurikulum tanpa peduli apakah siswa bisa mengikuti pelajaran dengan baik atau tidak.

[caption caption="Mencari Inspirasi Lukisan dari Alam Sekitar"]

[/caption]Agus dan kawan-kawan di GPM menyadari pentingnya anak-anak belajar pendidikan karakter supaya kelak setelah anak-anak dewasa bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Agus berharap seharusnya pendidikan formal bisa membentuk pendidikan karakter bagi para siswanya sehingga menjadi pribadi yang bukan hanya pintar tetapi berbudi pekerti yang luhur dan bersopan santun.

Bagaimana cara Agus dan kawan-kawan GPM mengajarkan pendidikan karakter bagi siswa-siswa GPM? Cara yang mereka tempuh sungguh kreatif misalkan bercerita mengenai buaya sakti di Kali Tami yang merupakan cerita rakyat Keerom. Anak-anak suka mendengarkan cerita dan mendapat pesan moralnya supaya anak turut menjaga kelestarian hewan yang dilindungi dan jangan menjadi pribadi yang sembarangan membunuh hewan di Papua. Agus dan kawan-kawan GPM juga mengajarkan pentingnya bermain sehingga anak-anak meskipun sepulang sekolah diajak GPM belajar bersama bukan berarti GPM tidak menyadari arti pentingnya bermain. Anak-anak yang sudah bisa menjawab pertanyaan dari para relawan pengajar diperbolehkan bermain. Namun permainan tradisional yang mendidik seperti permainan karet yang merupakan permainan anak di Papua. Agus mengatakan kalau kebahagiaan tidak dapat dinilai dengan uang karena Agus akan sangat bahagia dan merasa puas saat pengabdiannnya berhasil. Dia bahagia bila anak-anak GPM menjadi lancar membaca, berhitung, serta berperilaku yang lebih baik.

[caption caption="Agus diwawancarai TV Papua"]

[/caption]Penulis menanyakan darimana Agus dan GPM mendapatkan dana untuk mendukung kegiatan sosial mereka? Agus menjawab kalau dia dan teman-teman GPM tidak mengikuti jalur yang biasa dilakukan oleh relawan sosial di Papua. Menurutnya, banyak gerakan sosial di Papua yang berlomba-lomba mengajukan proposal kepada pemerintah Provinsi karena Papua dikenal sebagai daerah yang mendapatkan dana otonomi khusus (otsus) cukup tinggi. Tanpa bermaksud merendahkan masyarakat yang mengajukan proposal, Agus percaya kalau keberhasilan ditempuh dengan kerja keras. Agus dan teman-teman tidak ingin disebut bermental proposal. Sehingga mereka berusaha mencari dana dengan caranya sendiri seperti menjual buku, baju kaos, atau melakukan bazar makanan khas Papua (Keladi tumbuk, Sayur jantung pisang dicampur bunga papaya, Ikan ekor kuning, dan lain sebagainya).

Lalu keberhasilan apa yang sudah diraih GPM selama hampir tiga tahun GPM didirikan? Agus mengatakan ada keberhasilan yang sungguh membuatnya terharu. Misalkan anak-anak yang dulunya sangat suka mengucapkan kata-kata kotor baik kepada temannya atau orang yang lebih dewasa darinya kini berubah karena sudah bisa berkata-kata dengan santun. Anak-anak kelas tiga yang dulunya belum bisa membaca sama sekali, kini sudah lancar membaca dan menulis. Ada siswa mereka yang duduk di kelas 5 dulunya tidak pernah juara, kini mendapat ranking satu di sekolahnya. Bahkan siswa kelas dua dan tiga yang mereka didik di GPM sudah bisa membaca dan menulis dengan lancar. Seorang anak kelas dua SD tidak mau sekolah karena merasa dirinya tidak sepintar teman-teman di sekolah. Kini, setelah bergabung dengan GPM, dia sangat lancar dalam hitung-menghitung bahkan bisa fasih mengalikan puluhan dengan satuan. Pembagian angka satuan dengan satuan juga lancar padahal baru SD kelas dua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun