Mohon tunggu...
Rahayu Damanik
Rahayu Damanik Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu Rumah Tangga

Best in Specific Interest Kompasianival 2016

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Andri Kristian seorang Guru di Pedalaman Papua (Tanpa Listrik, Sinyal Telepon, & Koneksi Internet)

26 Januari 2016   12:39 Diperbarui: 26 Januari 2016   18:57 619
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada pendapat kalau anak muda jaman sekarang banyak yang kecanduan gadget. Generasi muda berkata, “I can’t live without gadget”. Jangankan sehari, sejam saja tidak menyentuh gadget langsung gelisah. Sering kita temui anak muda mengunjungi kafe yang memiliki wifi kemudian tenggelam dengan gadget. Mungkin ada yang sedang mengerjakan tugas sekolah atau kampus tetapi banyak juga yang menghabiskan waktu dari pagi hingga malam dengan bersosmed ria. Anak muda terkadang memaksakan memiliki HP canggih bahkan ada yang bisa “masak sendiri”. Motivasi awal yang ingin mengerjakan tugas sekolah menjadi batal karena godaan tenggelam dalam virtual world ternyata lebih kuat. Demikianlah gambaran sebagaian anak muda yang lebih suka mencari kebahagiaan dari gadget daripada menghadapi kenyataan. Jadi, bila ada anak muda yang dulunya tinggal di kota besar namun akhirnya memilih menjadi relawan demi mengabdi di daerah terpencil tanpa koneksi internet adalah suatu pemandangan yang tidak biasa.

[caption caption="Andri Kristian bersama Siswa-siswa di Mbua"][/caption]Dialah seorang yang bernama Andri Kristian yang berasal dari Kota Surabaya. Saya bersyukur bisa mewawancarai langsung pria kelahiran 24 Desember 1981 (usia 34 tahun) yang dikenal masyarakat Mbua dengan sebutan “Pak Guru”. Sejak tiga tahun yang lalu beliau mengabdi di Distrik Mbua Kabupaten Nduga Papua. Sebenarnya sudah sejak tahun 2005 beliau berada di Papua tepatnya di Sentani Kabupaten Jayapura. Setelah mendengar daerah pedalaman Mbua yang sama sekali belum tersentuh karena jarang sekali relawan yang bersedia ke daerah Mbua maka tergeraklah hati seorang Andri Kristian untuk pergi mengabdi. Sejak tahun 2012 yang lalu hingga saat ini, semangat beliau tidak pernah surut untuk mengajar masyarakat di Mbua. Beliau yang sehari-hari tinggal dengan penduduk asli Mbua kini sudah jatuh cinta pada Mbua dan dengan mantap ingin terus mengabdikan diri di daerah terisolasi ini. Orang berlomba untuk meningkatkan karier dan tidak sembarangan memilih perusahaan tempat dia bekerja, namun seorang Andri Kristian memilih sukarelawan sebagai pilihan “karier”. Sangat sedikit orang yang berani mengesampingkan karier pribadi demi sebuah pilihan menjadi relawan di pedalaman terpencil. Andri Kristian memang tidak memiliki dukungan dana tetap. Walaupun “hanya” orang-orang yang mengetahui pengabdiannya saja yang sesekali memberikan bantuan berupa obat-obatan, pakaian, atau buku-buku pelajaran untuk siswa-siswa beliau di Mbua namun semangatnya tidak pernah patah mencerdaskan generasi bangsa.

[caption caption="Jalan Kaki Dua Hari Satu Malam Menuju Mbua"]

[/caption]Andri Kristian ingin mencari seorang relawan lain namun tidak ada yang bersedia sampai saat ini. Bila Pembaca ada yang ingin menjadi relawan seperti Andri Kristian bisa menghubungi penulis supaya saya menyampaikan kepada beliau. Bila sedang berada di Mbua beliau akan sangat sulit dihubungi karena ketiadaan koneksi internet dan telepon. Itulah sebabnya beliau memberikan kepada saya nomor handphone rekan-rekan beliau di Wamena (jarak perjalanan sekitar dua hari satu malam dari Mbua). Wamena adalah sebuah kelurahan di Kabupaten Jayawijaya Provinsi Papua. Bila ingin ke Mbua biasanya transit dulu di Wamena. Sinyal di Wamena sudah ada namun tidak stabil. Jarak Wamena ke Mbua bisa ditempuh empat jam dengan menggunakan mobil, tidak disarankan menggunakan motor karena karakteristik wilayah berbukit-bukit, banyak jurang terjal, tanah lembek, dan cuaca sangat dingin sehingga rawan terjadi kecelakaan.

[caption caption="Masyarakat Mbua"]

[/caption]Mbua lebih mudah dijangkau dengan menggunakan transportasi udara karena bentuk geografisnya yang demikian. Saat awal menuju Mbua, Andri Kristian berjalan kaki dari Wamena menuju Mbua menapaki daerah yang terjal dan curam selama dua hari satu malam. Beliau berjalan naik-turun gunung, keluar-masuk hutan melawati tanah lembek dan berlumpur kemudian malam hari tidur di gua. Syukurlah kini beliau mendapat bantuan dari rekan untuk digunakan menaiki transportasi udara murah dari Wamena menuju Mbua.

[caption caption="Siswa SD Andri Kristian di Mbua"]

[/caption]Andri Kristian mengajar hampir di setiap sekolah PAUD, SD, SMP, SMTK, dan STP di Mbua. Tetapi yang terutama adalah SMP dan SMTK yang siswanya berasal dari berbagai usia dari anak kecil sampai lanjut usia. Mata pelajaran yang beliau ajarkan umumnya adalah Bahasa Indonesia seperti mengajarkan menulis, membaca, dan Bahasa Inggris. Siswa SMTK di Mbua bahkan belum bisa menulis dengan lancar karena guru dinas jarang sekali hadir. Alhasil siswa SD Inpres yang jumlah mencapai 100 ditambah lagi siswa SMP dan SMTK semuanya diajari oleh beliau dan relawan dari guru lokal yang bersuku Mbua.

[caption caption="Fasilitas Rumah Guru Cukup Mewah Dibandingkan Honai"]

[/caption]Sering beliau menggabungkan siswa SD, SMP, SMTK menjadi satu kalau kehadiran siswa sedang sedikit. Siswa yang namanya tidak terdaftar juga beliau ajak untuk belajar bersama di sekolah karena materi SD, SMP, STP, SMTK pelajarannya hampir sama. Pelajaran dasar banyak yang belum dikuasai siswa sekalipun sudah SMTK. Siswa SMTK belum mampu menulis dengan baik dan benar. Mereka tidak bisa membedakan penggunaan huruf kapital dan huruf kecil, penggunaan tanda baca, membuat kalimat, memahami arti kata dasar, dan lain-lain. Andri Kristian sangat peduli dan merasa bertanggung jawab terhadap generasi muda Papua sehingga beliau bertekad akan mempersiapkan dan mengantarkan mereka sebagai pemimpin di berbagai sektor di masa yang akan datang.

[caption caption="Semangat Ujian Walaupun Sudah Tidak Muda"]

[/caption]Tenaga guru di pedalaman Papua sangat sulit sehingga Andri Kristian memikirkan cara bagaimana supaya semua siswanya bisa belajar dengan baik. Akhirnya beliau melakukan teknik kaderisasi. Beliau dengan tekun mengajari siswa yang daya tangkap belajarnya lebih tinggi kemudian siswa tersebut diminta mengajar siswa lainnya. Inilah strategi yang selalu dilaksanakan Andri Kristian demi membantu pemerintah menyukseskan pendidikan Papua di pedalaman.

[caption caption="Semangat Belajar Sambil Membawa Anak"]

[/caption]Bukanlah hal yang mudah melakukan kaderisasi karena Andri Kristian tidak memahami bahasa daerah Mbua yang merupakan bahasa sehari-hari penduduk sekitar. Namun dimana ada niat di situ ada jalan. Andri Kristian berhasil melakukan pendekatan kepada masyarakat Mbua dengan rajin mempelajari bahasa daerah mereka khususnya kata-kata kunci. Hanya satu tujuan Andri Kristian, beliau ingin siswa pedalaman ini bisa lebih memahami pelajaran di kelas. Andri Kristian selalu berinteraksi dengan masyarakat sekitar sehingga kehadirannya kini sangat diterima.

[caption caption="Seorang Anak Mbua di Depan Honai (Rumah Tinggal)"]

[/caption]Siswa Andri Kristian berasal dari berbagai usia mulai dari anak-anak sampai lansia. Beliau menggunakan metode berbeda saat mengajar anak kecil atau yang sudah lanjut usia. Kesulitan yang beliau hadapi adalah bila suatu waktu beliau terpaksa menyatukan siswa SD yang usianya anak-anak sampai siswa SD yang usianya sudah tua. Inilah sebabnya beliau mengatakan kalau guru di pedalaman harus benar-benar kreatif dan inovatif karena keterbatasan bahan pelajaran. Sering kali beliau menggunakan cara permainan supaya anak mengerti materi pelajaran. Selain itu, guru pedalaman harus mampu melakukan pendekatan bahasa dan budaya.

[caption caption="Salah Seorang dari 47 Balita yang Meninggal di Mbua"]

[/caption]Kepuasan terbesar Andri Kristian adalah bila melihat siswanya berhasil membaca dan menulis. Salah seorang siswa yang beliau anggap paling berhasil adalah seorang siswa bernama Pena Tabuni. Tahun pertama Andri Kristian di Mbua dan mengajar di SMP Negeri, nilai Pena Tabuni sangat jauh di bawah rata-rata. Namun di tahun kedua Andri Kristian mengajar di Mbua, Pena Tabuni berhasil memiliki tulisan yang sangat rapi. Pena Tabuni salah satu siswa yang bisa dengan benar menempatkan tanda baca, membedakan huruf kapital dan huruf kecil, membedakan bunyi t dan s, juga huruf f, v, dan p. Pena Tabuni menulis dengan benar dan nilai akhirnya jauh di atas rata-rata. Pena Tabuni adalah salah satu siswa yang tekun belajar sehingga sekarang bisa sekolah di SMA Wamena.

[caption caption="Walau sudah SMTK Masih Harus Belajar Menulis dan Membaca Bahasa Indonesia"]

[/caption]Andri Kristian mengenang, beliau dulu selalu pergi ke Desa Opmo untuk mengajar Pena Tabuni setelah tugas mengajar di Mbua selesai. Ketiadaan guru di Desa Opmo yang membuat beliau terpaksa demikian. Ternyata perjuangan Andri Kristian berhasil karena Pena Tabuni menjadi siswa yang berprestasi. Pena Tabuni bisa mengerti kalau penulisan huruf “p kecil” harus ditulis sampai melewati batas garis buku dan huruf “w kecil” tingginya tidak boleh melebihi tinggi huruf “t kecil”. Betapa telitinya Andri Kristian mengajari anak-anak yang belum terbiasa dengan bahasa persatuan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun