Mohon tunggu...
Rahayu Setiawan
Rahayu Setiawan Mohon Tunggu... wiraswasta -

membaca dan mengamati. ya jika ada waktu menulis.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemerintahan Jokowi, Lemah Menghadapi Akrobatik Harga Pangan?

18 Agustus 2015   00:23 Diperbarui: 18 Agustus 2015   02:43 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kebijakan pemerintah mengendalikan harga pangan terkesan tambal sulam. Setelah harga beras melompat tinggi di bulan februari,  kemudian bawang juga merangkak naik. Dan baru saja selesai dengan daging sapi, harga daging ayam sudah menari-nari  melompat tinggi di pasaran. Entah apa yang terjadi ?, dibutuhkan langkah konkret dan obat mujarab untuk menyelesaikannya. 

 

Kedaulatan Pangan

Sejarah mencatat kelangkaan bahan pangan pokok merupakan salah satu pemicu jatuhnya sebuah rezim. Begitu pentingnya akan hal ini -kedaulatan pangan masuk sembilan agenda prioritas Presiden Joko Widodo (Nawa Cita).  Untuk mewujudkannya,  Jokowi-JK melakukan kebijakan diantaranya; pembukaan lahan untuk 4,5 juta penduduk, perbaikan irigasi rusak dan jaringan irigasi di 3 juta hektar sawah, 1 juta hektar lahan sawah baru di luar Jawa, pendirian Bank Petani dan UMKM, gudang dengan fasilitas pengolahan pasca panen di tiap sentra produksi

Bahkan dalam Rakernas PDIP 19 September 2014 di Semarang Jokowi mengaharapkan dalam 3 tahun pemerintahannya kedaulatan pangan dapat dicapai seperti terpenuhinya kebutuhan beras, kedele, daging secara nasional. Terbangunnya saluran irigasi dan pembukaan areal persawahan baru yang kesemua ini diperlukan dukungan dari semua pihak termasuk pemerintah daerah.

Implementasi Program

Beberapa program sudah mulai terlaksana misalnya saja; pembangunan fisik waduk dan saluran irigasi  seperti yang ditargetkan dalam jangka pendek akan membangun lima waduk mulai Januari dan Februari 2015. Enam waduk sisanya mulai dibangun pada pertengahan 2015. kelima bendungan yang akan dibangun pertama adalah Bendungan Kerto di Aceh, Kariyan di Banten, Logung di Kudus, Ratnamo di Nusa Tenggara Timur, serta Lolak di Sulawesi Utara. Diperkirakan, pembangunan bendungan tersebut membutuhkan waktu dua-tiga tahun dengan investasi Rp 5,6 triliun.

Untuk melengkapi pembangunan fisik, Jokowi-JK juga melakukan pembenahan dengan   mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 71 Tahun 2015 tepatnya memasuki bulan ramadhan,  tentang Penetapan dan Penyimpanan Harga Kebutuhan Pokok dan Barang Penting. Perpres itu bertujuan untuk menjamin ketersediaan dan stabilisasi harga barang di pasaran.

Dalam jangka pendek, Perpres yang diteken tanggal 17 Juni 2015 itu berfungsi untuk menstabilkan harga bahan-bahan kebutuhan pokok dan barang-barang penting yang biasanya bergejolak tak terkendali menjelang Hari Raya Lebaran. Jangka panjangnya, Pemerintah berkeinginan memiliki kontrol yang kuat dalam pengaturan barang-barang komoditas pokok sehingga membangkitkan gairah bagi produsen dan petani di dalam negeri untuk memproduksi bahan-bahan tersebut. Dengan cara itu, ketika suplai dari dalam negeri mencukupi, kebutuhan untuk melakukan impor dapat dikurangi secara signifikan.

Akrobatik Harga Pangan

Meskipun demikian, rekam jejak pemerintahan Jokowi hingga kini belum mampu meredam kenaikan harga pangan. Periode Februari misalnya, publik dihadapkan dengan kelangkaan beras di sejumlah daerah.

Penyebabnya seperti terangkum dari berbagai sumber misalnya; fenomena El Nino, banjir disejumlah sentra padi, dugaan penimbunan beras di sejumlah daerah serta adanya mafia beras yang dilakukan oknum Bulog dengan mengoplos beras dan penyalahgunaan delivery order (DO).

Setelah itu publik juga dihadapkan dengan melonjaknya harga bawang merah dan putih serta cabai di pasaran, sebelum ramadhan yang melompat hingga tiga kali lipat di atas harga normal. Uniknya, kenaikan harga pada masing-masing daerah sangat beragam dan tidak selalu terkait dengan stok barang. Seperti di rangkum dari berbagai berita; misalnya di Sulawesi Tengah. Wilayah tersebut sangat terkenal akan produksi bawang merah dan bawang goreng. Tidak ada bencana alam, tidak ada gagal panen dan stok cukup tersedia, tetapi harganya naik hingga 2 atau tiga kali lipat per kilogram.

Kejanggalan tersebut bahkan dituding Jokowi disebabkan oleh adanya beberapa oknum yang memanfaatkan situasi, bahkan tanpa segan Jokowi menyampaikan,  jika ada yang bermain-main dengan harga pasar, akan saya kejar.

Ternyata situasi ini kembali berulang. Daging sapi langka di pasaran. Para pedagang daging- mayoritas di DKI dan Jawa Barat melakukan mogok dagang akibat harga daging yang melonjak tinggi. Jokowi lagi-lagi menuding ada mafia di balik peristiwa ini. Benar saja, dengan operasi pasar yang dilakukan Bulog serta rencana pemerintah akan melakukan impor daging sapi, serta kerja aparat Kepolisian yang mendatangi feedloater, aksi mogok pedagang tidak berlangsung lama. Para feedloater kembali menurunkan harga di ambang batas normal.

Belum berhenti sampai disitu, ternyata aksi ini diikuti oleh mogoknya para pedagang ayam mayoritas di Jawa Barat (Bogor, Depok dan Kerawang). Harga daging ayam untuk daerah Bogor melonjak Rp 40.000/kg dari harga normal sebesar Rp 30.000/kg.

Terkait melonjaknya harga tersebut seperti dilansir dari berbagai sumber Forum Masyarakat Perunggasan Indonesia (FMPI) menyatakan penyebab lonjakan harga daging ayam sangat berbeda dengan kasus lonjakan harga daging sapi. Pasokan atau stok daging ayam dari peternak normal atau cukup, namun harga justru di pasar naik.

Para peternak justru tidak menikmati kenaikan harga ayam di pasar, karena harga di tingkat peternak stabil atau tetap. Bahkan sudah setahun lebih para peternak rugi karena harga jual ayam dari peternak lebih rendah dari biaya pemeliharaannya. Ini hanya trik mereka (pedagang) yang selalu mau untung besar, menekan harga ayam hidup di bawah HPP (Harga Pokok Produksi) Peternak yang sudah rugi lebih dari setahun.

Tindak Tegas Mafia Pangan

Sebenarnya mencari untung melalui perdagangan adalah hal lumrah. Namun, harus melalui cara yang wajar. Tindakan menghentikan stok agar terjadi gejolak harga pangan di pasaran, mengoplos beras, menekan peternak, melakukan perdangan illegal adalah tindakan menyalahi aturan.

Pemerintah melalui aparat keamanan perlu melakukan tindakan tegas. Operasi pasar dan memperketat perbatasan agar menghentikan praktik illegal penyeludupan harus terus dilakukan selain itu fungsi aparat intelejen perlu terus diperkuat mengingat masalah pangan adalah hal yang patut diwaspadai. Pasalnya, tindakan akobratik harga pangan yang terus berulang dan cenderung bervariasi dari satu produk ke produk lain menunjukkan lemahnya koordinasi antar lintas sektor di pemerintahan.

Ketika beras dapat diatasi, berlanjut cabai, kemudian bawang, kemudian daging sapi, disusul daging ayam, entah besok apalagi harga yang berakrobat. Ibarat gentong yang bocor, satu persatu kebocoran ditambal, kemudian muncul lagi. Masalahnya, pemerintah seperti penampung air yang bocor dan pembuka kebocoran asik membuka satu persatu plester.

Namun, semua juga tidak dapat ditimpakan pada mafia pangan. Pemerintah harus segera melaju kencang, konsisten melakukan program pangan yang telah ditetapkan, bangun infrastruktur, perkuat peran Bulog tidak saja menstabilkan harga beras. Tindakan Bulog yang akan melakukan impor sapi dan operasi pasar terbukti mempengaruhi psikologi pedangan nakal , perkuat pertanian berbasis rakyat, serta jalankan reforma agraria.  

Jangan sampai rakyat bangun di pagi hari dan mendapatkan bukan saja beras yang naik, melainkan untuk mendapatkannya juga tidak ada di pasar.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun