Hidup manusia tak ubahnya selalu pasang surut. Roda kehidupan selalu berputar. Ada kalanya roda tersebut berada di atas, kadang  ke samping, seketika berputar naik ke atas.Â
Manusia pun bertambah umurnya di setiap tahunnya. Di setiap pertambahan umur kehidupan manusia, secara otomatis berkurang pula jatah hidupnya di dunia ini.Â
Di setiap perpindahan umur tersebut tentulah kita sebagai manusia sudah mengalami berbagai proses perjalanan  dalam hidup. Suka-duka, sedih-gembira, suka-cita, jatuh-bangun, kita alami.Â
Ujian hidup dalam kehidupan manusia datang silih berganti, kadang kala sebagai manusia acapkali kita nggresulo (Â menggerutu) akan segala sesuatu yang menimpa dalam hidup kita.Â
Terkadang pula, kita justru membandingkan apa yang sedang terjadi dalam hidup kita dengan orang lain yang keadannya terlihat begitu nyaman dengan hidupnya, bahagia dengan keluarganya, bangga dengan segala prestasi dan kariernya. Tanpa kita sadari bahwasannya, mereka yang kita anggap lebih dalam segala hal pun kenyataannya juga memiliki ujian dan musibah hidup tersendiri.Â
Acapkali manusia kurang menerima keadaan pada hidupnya sehingga kurang bersyukur akan nikmat pemberian Allah. Segala sesuatunya disebabkan perasaan kurang nrimo, wajar saja perasaan kurang itu jika muncul.Â
Namun, alangkah baiknya jika kita belajar untuk berkaca dengan keadaan orang lain yang mungkin keadaannya lebih susah dari hidup kita. Mereka yang belajar untuk mensyukuri apa yang mereka terima dan menjalani proses hidup sesuai proporsinya.Â
Allah berkehendak memberikan ujian untuk mengetahui kadar keimanan setiap hambanya, tak pelak kadang kita merasa gagal dalam melewati ujian hidup. Seringkali kita mengclaim kita gagal dalam hidup ini.Â
Lantas jika kita pernah mengalami kegagalan dalam melewati ujian hidup, apakah hidup kita di klaim akan gagal? Tentu saja tidak, jika parameternya mutlak bukan masalah keduniawian dan materi semata.Â
Ujian dan proses hidup mengajarkan pada kita banyak hal. Sebagai manusia acapkali kita sulit untuk mencerna, sebenarnya apa yang hendak Allah sampaikan pada kita. Apa yang Allah kehendaki dengan peristiwa yang terjadi?Â
Dengan perenungan yang mungkin prosesnya tak kita sadari, mungkin kita baru menyadari hikmah apa yang ada atas musibah atau ujian hidup yang kita lewati.Â
Beberapa tahun yang lalu, salah seorang sahabat saya  memutuskan untuk resign dari pekerjaannya. Saat itu jabatannya sudah supervisor pada salah satu perusahaan. Karena sang putra memang membutuhkan perhatian ekstra, maka sahabat saya pun memutuskan untuk resign.Â
Padahal, kantor sudah menawarkan jabatan baru yaitu manajer pemasaran dan libur tahunan ke Bali. Semuanya di tolak, karena Beliau menganggap memberikan perhatian lebih pada putranya dan menemani tumbuh kembang putranya jauh lebih penting.Â
Sepintas jika dilihat, sahabat saya tentunya mengalami banyak kerugian jika dinilai dengan nominal rupiah dan materi. Beberapa bulan setelah kejadian itu, sahabat saya bercerita kalau Beliau membuka usaha baru, bahkan istilahnya tidak mengeluarkan modal sepeserpun alias berbekal modal kepercayaan.Â
Semasa beliau menjabat di dunia marketing, sahabat saya tipikal yang humble, dapat di percaya, dan juga fleksibel. Tentu saja kredibilitasnya di area circlenya masih di perhitungkan oleh banyak rekanan dan customernya waktu itu.Â
Dengan berbekal hal itu, sahabat saya  merangkak membuka usaha sembari tetap memantau perkembangan putra semata wayangnya.Â
Bersyukur dengan legowo menerima peristiwa, ujian, musibah yang terjadi dalam proses hidup manusia memanglah tak mudah, semudah membalik telapak tangan.Â
Namun dengan belajar untuk legowo, hidup kita akan lebih ringan. Tentu saja dari hasil renungan dan introspeksi kita, pada suatu titik--kita bisa belajar dengan mengambil hikmah dari setiap peristiwa yang terjadi dalam hidup.Â
  Â
 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H