Tulisan dari sahabatmu,
Rahayu.
Del, aku memang belum lama mengenalmu. Dulu, waktu kita belum pernah berjabat tangan dan berkenalan, aku melihatmu layaknya orang yang cuek. Wajahmu datar. Tidak ada senyum- senyumnya sama sekali. Aku mencoba mendekati dan mengobrol sedikit basa- basi denganmu. Kamu pun sedikit menanggapi. Meski setelah itu lalu pergi.
Adela Rohmatika. Nama yang asing bagiku waktu itu. Bulan Maret 2021 mempertemukan kita di sebuah kegiatan kampus. Kuliah Kerja Nyata. Momen itu sangat berharga bagiku. Hari demi hari berjalan, kita saling dekat dan mengenal. Karakter diriku engkau pahami. Pun sebaliknya. Aku juga mencoba memahami karaktermu.
Kamu wanita pendiam. Meski demikian, aku selalu mengajakmu berbicara. Dari sekadar basa basi tentang beasiswa bidikmisi yang kau dapatkan di kampus, hingga soal misteri jodoh. Kamu sangat antusias ketika berbicara denganku.
Semakin lama, kamu adalah bukan Adela yang ku kenal dulu. Akhirnya kamu menjadi Adela yang banyak bicara. Kamu terlihat cerewet dan aku senang melihatnya. Kita semakin akrab.
Del, aku selalu ingat di mana aku sering merepotkanmu. Aku banyak mengganggumu. Mulai dari pinjam bajumu, jilbabmu dan aku harus numpang beberapa hari di rumahmu. Karena keadaan saat itu tidak memungkinkan aku untuk pulang. Ada suatu hal yang terjadi. Kondisi jalan menuju rumah sedang tidak aman. Kamu selalu setia mengerti keadaanku.
Del, apakah kamu ingat? bajumu terlalu ketat saat ku kenakan. Hal ini karena bajumu kekecilan untukku. Kita tertawa dengan hal ini. Karena itu, aku memutuskan untuk memakai jaket seharian. Kita saling bercanda ria.
Malam itu, aku di rumahmu. Kau terlalu repot membuatkan aku makan. Begitu juga dengan Ibu dan Bapakmu. Mereka begitu santun dan ramah kepadaku. Mereka sangat menghormati tamu. Dan aku yang selalu bilang di telingamu,
"Del, ojo ngunu to. Sing biasa wae. Gak usah repot- repot." Kau selalu membalas ucapanku dengan senyum sambil berkata, "Halah, wis to, biasa wae." Dan akupun menggelengkan kepala.
Saat itu, aku melihat ada bocah gadis di rumahmu. Dia tinggi dan kurus. Senyumnya manis. Kamu bilang kalau bocah itu adekmu. Dan kau selalu bilang kepadaku, "Aku gak mirip to karo adekku?" ucapan itu selalu terbayang di ingatkanku.
Sebelum tidur, kita selalu bercerita. Banyak hal. Apapun akan menjadi topik yang hangat jika kita yang membicarakan. Kita akan mengakhiri pembicaraan dengan canda tawa. Benar- benar seru. Del, kamu akan selalu kukenang. Sampai kapan pun.
Apakah kamu ingat, saat laporan KKN direvisi oleh Bapak Rektor? kita geleng- geleng saat itu. Analisis laporan kita harus ditambah. Apalagi dengan kuesioner- kuesioner yang kita hasilkan. Semua harus dideskripsikan. Kita merevisi berdua waktu itu. Sambil makan snack dan teh hangat yang dibuatkan oleh Ibumu.
Kita lembur. Hampir pukul satu dini hari kita baru tertidur. Hari itu sangat melelahkan, khususnya bagi mata. Sama- sama merasakan perih karena terlalu lama berada di depan laptop. Kemudian, saat salat subuh kita bangun. Sama- sama melaksanakan subuh di kamarmu.
Namun, hati kita masih gelisah, karena revisian belum juga usai. Selepas salat subuh, kita melanjutkan revisian lagi. Pagi itu, kita sudah berniat untuk tidak mandi. Masih berkutat di depan laptop. Sambil menikmati teh hangat buatan Ibumu lagi.
Pukul sembilan, kita belum keluar dari kamar. Masih berkutat dengan angka- angka hasil kuesioner. Ibumu memanggil kami agar segera sarapan. Kita selalu mengiyakan dan menunda sarapan.
"Del, sebelum Duhur, kita harus selesaikan ini agar segera bisa di print dan difotokopi!" Kamu pun mengiyakan. Kita selalu berbagi tugas.
Beberapa waktu kemudian, laporan KKN kita jadi. Konon, kata Ibu Dosen, kelompok kami yang tercepat mengumpulkan laporan KKN. Kami pun tersenyum senang. Ini adalah hasil kerja keras kami bersama. Kelompok KKN Desa Ngunut, Dander.
Aku masih ingat, saat kamu mabuk berat. Hampir pingsan dan sangat lemah. Kamu tidak mau makan dan minum. Kamu mabuk ketika naik tosa menuju rumahku. Ya, naik tosa bersama- sama. Sengaja tidak memakai sepeda motor. Membuat sebuah kenangan, katanya. Sampai di rumahku, kamupun lemas. Tidak mau apa- apa. Saat aku menawari kamu tidur di rumahku, kamupun menolak. Kamu tetap memaksa untuk tetap pulang. Aku tahu, kamu adalah anak mandiri. Kamu tidak mau merepotkan orang lain. Padahal, sebenarnya ini bukanlah hal yang merepotkan. Tetapi, begitulah pemikiranmu, Del.
**
Aku lupa saat itu tanggal berapa. Yang pasti, kita keluar malam- malam untuk fotokopi di tokonya Hestia. Fotokopi laporan KKN. Kita pun girang, karena sebentar lagi laporan akan selesai. Namun, tujuan kita sebelum ke tokonya Hestia kamu bilang kalau akan mampir ke atm terlebih dahulu. Sampailah kita di alfamart Dander. Â Selepas itu, aku mengajakmu untuk mencari makan. Jujur, saat itu aku sangat lapar. Tetapi, ketika Ibumu menawari makan pas berada di rumah, aku menolak halus. Ku bilang perutku sudah kenyang. Aku tidak mau selalu merepotkan kamu, Del. Â Apalagi Bapak dan Ibumu.
Saat itu aku membawa uang lima puluh ribu. Aku sengaja ingin mentraktirmu makan nasi goreng di depan KUA Dander. Kita menunggu lumayan lama di sana. Sambil menunggu, kita saling ngobrol ngalor ngidul.
Tak terasa nasi gorengpun matang. Selepas membayar, kami menuju toko Hestia. Di sana ada Zamroni, ketua KKN. Kami bertiga sama- sama makan nasi goreng. Suasana terlihat adem. Kami bertiga menjadi sahabat dekat.
Bersambung,
Minta do'anya untuk Dela. Ia mahasiswa Farmasi UNUGIRI yang meninggal sore tadi. Dia sahabat saya.
19 Agustus 2021.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H