Mohon tunggu...
Rahayu Lestari Putri
Rahayu Lestari Putri Mohon Tunggu... Penulis - Nulis, Ngereview Buku, Penikmat Musik dan Suka Hal- Hal Baru.

Learn To Be Good.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Makna di Balik "Kamu Nggak Harus Nyenengin Semua Orang"

28 Januari 2021   21:08 Diperbarui: 29 Januari 2021   12:08 680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                                                                                                                Sumber gambar :pexels.photo

Hai, apa kabar?


Semoga selalu sehat, ya!


Aku mau tanya nih sama kalian, pernah nggak sih mendengar kalimat, 

"Kamu Nggak Harus Nyenengin Semua Orang?"


Pastinya pernah, dong, hehe. Oh, ya, bagi pembaca setia buku Ahmad Rifa'i Rifan pasti hafal deh kalimat itu. Iya, kan? Tapi jujur, beliau memang keren sekali dalam memahat kata- kata menjadi kalimat yang bermakna.

Baik, kembali ke topik. Heheu.

Nah, apa yang ada dipikiran kalian tentang kalimat itu? Setujukah atau mungkin kalian berpikir yang aneh- aneh, Hehe. Misalnya, nih, kalimatnya kok gitu sih, bukannya kita harus baik kepada semua orang, ya? Hati menjadi penuh dengan tanda tanya. Dilema.

Iya bener, sih, bahkan bener banget!Eitss, tapi tunggu dulu, yuk kita sama- sama belajar tentang Filsafat Stoa.

"Eih, apaan tuh?"


"Nggak mau, ah, bikin pusing."


"Eits, tunggu dulu. Ini jauh banget dari kesan filsafat dengan sajian topik berat. Dijamin deh, kamu bakalan seneng belajar Filsafat Stoa."


"Oke deh. Lanjutkan!"

"Siipp."

Sebenarnya, kalimat "Kamu Nggak Harus Nyenengin Semua Orang" itu bukan tanpa makna. Bahkan sarat dengan makna. Kalimat tersebut memang terkesan membatasi seseorang untuk berbuat baik. Namun, jika ditelisik lebih dalam. Kalimat itu benar adanya. Kalau boleh dinilai sih, aku kasih seratus. Hehe.

Di dalam buku karya Henry Manampiring yang berjudul Filosofi Teras, kita akan diajak kembali merujuk 2000 tahun yang lalu. Ada sebuah ilmu filsafat yang dapat menemukan akar permasalahan dan disertai solusi akan emosi- emosi negatif. Filsafat Stoa atau Stoisisme dipercaya dapat mengatasi emosi negatif.

Dengan demikian, meredamnya emosi negatif diharapkan dapat menghasilkan mental- mental tangguh para manusia.
Jika kamu pernah membaca buku ini, kamu akan disuguhi tulisan- tulisan ringan namun sarat dengan makna.

Seperti kata Epictetus, "Some things are up to us, some things are not up to us." yang memiliki arti ada hal- hal di bawah kendali (tergantung pada) kita, ada hal- hal yang tidak di bawah (tidak tergantung pada) kita. Prinsip ini sering dikenal dengan dikotomi kendali.

Berikut adalah hal- hal yang tidak berada di bawah kendali kita.

Misalnya, tindakan orang lain, opini orang lain, reputasi, kesehatan, kekayaan, kondisi kita saat lahir (baik suku, etnis, warna kulit, kebangsaan dan lain- lain), cuaca, bencana alam, dan sebagainya. Pokoknya hal- hal yang tidak bisa kita kendalikan. Hehe.

Kemudian, kalau hal- hal yang berada di bawah kendali kita itu seperti pertimbangan (judgment), opini, persepsi kita, keinginan, tujuan, serta tindakan kita sendiri.

Nah, kira- kira, kalimat "Kamu Nggak Harus Nyenengin Semua Orang" itu termasuk yang mana ya?

Hal yang berada di bawah kendali kita atau tidak?

Sekarang tahu kan jawabannya, hihi.

Betul banget..!

Tindakan orang lain, opini orang lain merupakan sesuatu yang berada di luar kendali kita. Dengan demikian, kita tidak perlu terlalu merasa bersalah jika belum bisa membantu orang lain secara maksimal. Ya, karena memang hal- hal tersebut bukan berada di bawah kendali kita.

Contohnya seperti ini, 

Misalnya kamu adalah seorang seniman. Kamu dikomentarin sana- sini. Banyak sih, yang bilang kalau karya kamu bagus. Pun, sebaliknya ada beberapa netizen yang menghujat. Berkomentar ini itu. Namun, tak kunjung memberikan masukan atau sekadar solusi kecil- kecilan.

Nah, kira- kira apa yang kita lakukan jika kita berada di posisi seniman tersebut?
Nggak mungkin, kan kita harus meladeni nyinyiran netizen sebanyak itu? Wah, bisa- bisa kamu jadi insecure karena komentar sana- sini dan takut untuk berkarya lagi.

Nah, di sinilah pentingnya mengenal dan belajar Filsafat Stoa atau Stoisisme. Ketika kita mengenal filsafat ini, sedikit demi sedikit pikiran kita akan mengerti, bahwa tidak semua yang kita lakukan harus membuat orang senang. Betul apa betul?

Ingat, kita juga manusia, hehe. Pasti ada kalanya salah dan lupa. Dalam filsafat Stoa, kita diajari untuk menganalisis kejadian dalam kehidupan sehari- hari. Terutama dalam menyikapi kasus seorang seniman tadi. 

Sekiranya banyak nyinyiran netizen yang pedas, sepedas seblak level 10, ya biarkan saja. Selama itu dapat memotivasi untuk terus berkarya, ambil positifnya aja. Yang terpenting, jangan dibawa sampai ke alam mimpi, ya! Hingga nggak bisa tidur karena kepikiran omongan orang. Itu lebay namanya! Eits, itu kata buku yang bersampul kuning dengan dominan warna putih, lho ya! hehe.

Jadi, Kamu Nggak Harus Nyenengin Semua Orang memang ada benarnya. Namanya juga manusia, ya! terkadang ada yang suka. Pun, ada pula yang kurang atau tidak suka. Eh, tapi do'a saya semoga banyak yang suka aja, ya! Nggak boleh, lah mikir yang jelek- jelek dulu. Su'udzon namanya. Heheu.

Dari filsafat Stoa, kita bisa belajar memilah- milah. Mana yang sekiranya bisa membuat kita menjadi manusia yang bertumbuh. Kita harus paham dulu, mana sesuatu yang berada di bawah kendali mana yang di luar kendali.

Selama kita tidak menyakiti  dan menghakimi orang lain, ya kenapa harus takut? Iya kan? Jadi, saya rasa jangan terlalu memperdulikan perkataan orang. Intinya, ambil positifnya saja, buang yang buruk- buruk.

Jika kita sudah memahami alur tersebut, maka kita tidak perlu lagi untuk merasa bersalah kepada orang lain. Eits, kecuali kalau memang kita salah, ya! Alias atas dasar ulah kita sendiri. Jangan lupa untuk meminta maaf, hehe. Yang terpenting adalah bahagiakan orang- orang terdekat. Tekan baik- baik kalau ingin emosi. Ingat, satu perkataan buruk bisa membekas di hati sampai bertahun- tahun, bukan? Hati- hati dengan hati, eh lisan!

Bubulan, 28 Januari 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun