Taliban melarang perempuan Afghanistan untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. Hal tersebut adalah salah satu hukum terbaru Taliban dalam menindak hak dan kebebasan perempuan. Peraturan tersebut diumumkan oleh Kementrian Pendidikan Tinggi Afghanistan setelah diadakannya rapat pemerintah. Peraturan tersebut disampaikan kepada universitas swasta dan negri, agar segera menerpkan peraturan tersebut sesegera mungkin.
Beberapa negara Muslim seperti Arab Saudi, Tuki, Qatar, Pakistan dan Indonesia telah mengecm peraturan yang dibuat oleh Taliban dalam melarang kaum perempuan Afghanistan berkuliah.
Banyak komunitas internasional telah mendesak Taliban untuk membuka kembali sekolah-sekolah serta membeikan kembali hak perempuan Afhanistan untuk melanjutkan pendidikan kuliahnya ke perguruan tinggi. Larangan tersebut muncul setelah adanya pengumuman kelulusan pada ujian sekolah menengah atas.
Selain melarang perempuan untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, Taliban juga melarang perempuan Afghanistan untuk bekerja di organisasi non-pemerintah (LSM) baik domestik maupun manca negara. Peraturan tersebut muncul beberapa saat setelah adanya larang bagi perempuan Afghanistan melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi.Â
Juru bicara Kementrian Ekonomi Taliban Abdulrahman Habib mengatakan bahwa peraturan bagi perempuan Afghanistan tidak diperbolehkan untuk bekerja di LSM, karena sejumlah pegawai tidak mematuhi interpretasi pemerintah tentang aturan berpakaian bagi perempuan islam. Aturan tersebut akan ditetapkan sampai pemberitahuan lebih lanjut, kata Habib.
"Itu akan menghancurkan rakyat Afghanistan" Mentri Luar Negri AS dalam kritikannya terhadap keputusan Taliban. Beberapa perempuan pekerja LSM Afghanistan yang menjadi pencari nafkah utama dalam rumah tangga mengatakan kepada media tentang ketakutan dan ketidakberdayaannya mereka melawan Taliban.
"Jika saya tidak pergi bekerja, siapa yang akan menghidupi dan memenuhi kebutuhan keluarga saya?" seseorang bertanya.Â
Setelah beralihnya kekuasaan AS kepada Taliban pada 15 Agustus tahun lalu. Membuat para perempuan takut pada dampak peraturan-peraturan baru yang ditetapkan Taliban. Dan benar saja beberapa hal diantaranya menjadi kenyataan. serangkaian peraturan dan panduan dibuat untuk membatasi secara ketat dan formal. Meskipun tidak merata dalam pelaksanaannya.
 Partisipasi perempuan dalam berpendidikan dan keikutsertaan sebagai pelaku dalam suatu lembaga masih sangat rendah. Rendahnya keterwakilan perempuan dalam sebuah parlemen dapat berpengaruh pada sedikit banyaknya isu kebijakan terkait kesetaraan gender dan masih menjadi salah satu masalah utama yang dihadapi perempuan.  Hal tersebut membuat PBB mengatakan bahwah langkah Taliban adalah salah satu bentuk perebutan hak-hak dasar.
Masih menjadi pertanyaan, mengapa kelompok Taliban rela mengorbankan masa depan Afghanistas demi mengambil hak perempuan. "Haluan Taliban tidak disusun demi kemaslahatan bersama" ujar ahli Teologi Islam di Universitas Al-Azhar, Kairo. Mohamad Mohaq.
"Mereka adalah kelompok teroris, bukan sebuah organisasi politik yang bekerja demi kesejahteraan masyarakat." ujarnya lagi. Sejak awal Thaliban berdiri sebagai perusak, bukan sebagai aktor rekonsiliasi atau pembangunan.
Dengan adanya peraturan-peraturan tersebut membuat kaum elit Afghanitan menjauhi Taliban.
Referensi: https://www.republika.co.id/berita/rn876a335/taliban-larang-perempuan-afghanistan-kuliah
https://news.detik.com/dw/d-6490819/perempuan-afghanistan-dalam-jerat-misoginisme-politik-taliban
https://www.krjogja.com/peristiwa/read/486688/perempuan-di-afghanistan-dilarang-bekerja-untuk-lsm
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H