Mohon tunggu...
Rahayu Adiningsih
Rahayu Adiningsih Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Mahasiswi Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Obral Konsesi Tambang bagi Ormas Keagamaan: Sudahkah Sesuai dengan Prinsip Muamalah?

16 Juni 2024   10:00 Diperbarui: 16 Juni 2024   10:12 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada 30 Mei 2024 lalu, Presiden Jokowi meneken sebuah aturan baru berupa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 yang merupakan perubahan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Aturan baru ini memperturutkan Pasal 83A tentang ketentuan penawaran Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) kepada Ormas keagamaan. Persoalan konsesi tambang ini sebenarnya sudah dijanjikan oleh Presiden Jokowi kepada ormas keagamaan Nahdlatul Ulama (NU) sejak 2021 lalu dengan alasan untuk dapat menggerakkan gerbong-gerbong perekonomian mikro. Hal tersebut lalu diperkuat lagi dengan sikeras Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia, yang mengusahakan agar ormas keagamaan mendapatkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Hal itu yang kemudian menyebabkan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024.

Perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) tersebut tentu saja menuai banyak pro dan kontra dari berbagai kalangan masyarakat bahkan aktor-aktor politik yang ada di dalam pemerintahan serta mereka yang berkecimpung di dunia pertambangan. Pasalnya, regulasi yang baru ini dinilai lebih banyak condong ke dampak negatifnya dari pada dampak positifnya. Koordinator dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) ikut menyoroti peraturan baru ini. JATAM sendiri merupakan sebuah organisasi yang fokus terhadap masalah HAM, gender, lingkungan hidup, masyarakat adat, serta isu keadilan sosial dalam industri pertambangan dan migas. Ia menilai bahwa obral konsensi dengan alasan pemerataan ekonomi hanyalah dalih untuk menjinakkan ormas-ormas keagamaan. Ormas-ormas keagamaan juga diminta untuk berpikir ulang tentang tawaran konsesi tambang ini karena sepanjang sejarah banyak korban tambang justru berasal dari jemaah ormas keagamaan tersebut.

Perlu diketahui bahwa pemberian izin bagi ormas-ormas keagamaan untuk mengelola tambang tidak ada urgensinya. Tidak ada hal yang mendesak sehingga perlu dikeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) yang semacam itu. Pada 7 Juni 2024 lalu di kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Menteri Investasi dalam sebuah Konferensi Pers tentang “Redistribusi IUP kepada Masyarakat untuk Pengelolaan Sumber Daya Alam yang Inklusif dan Berkeadilan membeberkan alasan mengapa Presiden Jokowi memberikan konsesi tambang bagi ormas-ormas keagamaan. Dikatakan bahwa pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) tersebut adalah karena ormas-ormas keagamaan telah berkontribusi dalam perjuangan mencapai kemerdekaan Indonesia. Namun, alasan tersebut dinilai tidak cukup rasional oleh masyarakat. Bahkan, cukup banyak ketidaksesuaian antara peraturan baru ini dengan prinsip-prinsip muamalah dalam Islam yang telah diciptakan untuk mengatur kehidupan umat manusia. 

Pada dasarnya muamalah diciptakan untuk mengatur hubungan antarmanusia dalam aspek sosial, ekonomi, dan politik dengan tujuan untuk mencapai keharmonisan sehingga terbentuk masyarakat yang rukun. Muamalah berkaitan erat dengan hak dan kewajiban masing-masing individu serta relasi kebendaan. Di dalam muamalah terdapat prinsip-prinsip yang digunakan sebagi pedoman dalam menjalani kehidupan. Prinsip-prinsip muamalah itu sendiri berupa: 1) segala bentuk muamalah hukumnya mubah kecuali ada dalil yang mengharamkannya; 2) muamalah dilakukan dengan mengedepankan unsur keadilan 3) mendatangkan kemaslahatan umat dan menghindari kemudharatan; 4) dilakukan dengan unsur sukarela tanpa paksaan. Prinsip-prinsip muamalah ini yang kemudian seharusnya menjadi acuan untuk pengkajian ulang terkait peraturan izin tambang.

Berdasarkan prinsip-prinsip muamalah yang telah disebutkan, ternyata banyak ketidaksesuaian antara peraturan konsesi tambang ini dengan muamalah dalam Islam. Sebenarnya jika mengacu pada prinsip muamalah yang pertama, konsesi tambang untuk ormas keagamaan ini mubah atau boleh-boleh saja hukumnya karena tidak ada dalil yang melarangnya. Namun, jika peraturan ini dikaji lebih dalam lagi ada beberapa hal yang berujung pada ketidaksesuaian dengan prinsip-prinsip muamalah dalam Islam. Ketidaksesuaian itu banyak yang mengarah pada prinsip kedua dan ketiga pada prinsip-prinsip muamalah. Ketidaksesuaian itu pula yang nantinya berpotensi menimbulkan beberapa persoalan berat yang muncul akibat dari diterapkannya peraturan ini. Berikut adalah beberapa persoalan-persoalan berat yang berpotensi timbul akibat realisasi Peraturan pemerintah (PP)  Nomor 25 Tahun 2024.

Pertama, ini menyangkut prinsip muamalah yang kedua yaitu mengedepankan unsur  keadilan. Konsesi tambang ini dinilai diskriminatif. Hal itu disampaikan oleh salah satu legislator di sebuah rapat komisi DPR. Alasan dari pernyataan tersebut adalah eksistensi ormas sebagai organisasi nirlaba yang mandiri dan bersifat sosial seperti yang sudah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2013. Selain itu, ada banyak ormas lain di luar ormas keagamaan akan tetapi mengapa hanya ormas keagamaan yang diberi izin untuk mengelola tambang? Alasan lain mengapa persoalan ini tidak berkeadilan adalah karena konsesi tambang bukan hanya sebatas izin di atas lembaran kertas, melainkan ada proses lelang yang transparan dan kompetitif serta tahapan panjang di dalamnya di mana semua pihak memiliki kesempatan yang sama.

Kedua, masih tentang prinsip berkeadilan. Seperti yang kita tahu bahwa keadilan adalah memberikan hak kepada yang berhak menerimanya. Namun, konsesi tambang untuk ormas keagamaan tampaknya tidak menempatkan hal tersebut pada apa yang dimaksud dengan keadilan. Hal itu karena jika menyesuaikan Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) diprioritaskan untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik daerah (BUMD). Apabila kedua badan usaha tersebut tidak berkeinginan maka IUPK akan diberikan kepada pihak lain melalui proses lelang. Dalam persoalan ini, ormas-ormas keagamaan bukan menjadi bagian dari pihak prioritas. Pemerintah dinilai mengotak-atik regulasi supaya seolah-olah langkah yang diambil sesuai dengan regulasi akan tetapi substansinya sangat bertantangan dengan undang-undang.

Ketiga, jika dikaji lebih dalam lagi, peraturan ini akan berujung kepada ketidaksesuaian terhadap prinsip muamalah yang ketiga. Sektor pertambangan bukan menjadi ranah ormas keagamaan karena minimnya kompetensi dan pengalaman yang mereka miliki. Badan usaha baik milik negara maupun swasta yang mengelola tambang wajib memenuhi syarat-syarat  administratif, finansial, serta teknis dan pengelolaan lingkungan. Dalam hal ini, ormas keagamaan tidak memenuhi kriteria yang wajib dimiliki oleh pertambangan dan hal itu memungkinkan ormas keagamaan bekerja sama bahkan menjual usaha pertambangannya kepada lembaga atau perusahaan raksasa. Lembaga atau perusahaan raksasa tersebut sangat berpotensi untuk mengeksploitasi sumber daya yang ada bahkan dapat memperburuk krisis sosial-ekologis yang sudah terjadi selama ini. Penyataan dari Menteri Investasi tentang tambang yang akan dikelola oleh kontraktor berpengalaman juga memperkuat kemungkinan bahwa peraturan ini akan berujung kepada kemudharatan alih-alih berujung pada kemaslahatan umat.

Terakhir, seperti yang sudah disebutkan di awal bahwa ormas-ormas keagamaan diminta untuk mempertimbangkan kembali tawaran konsesi tambang ini. Hal ini lantaran ketika sebuah ormas keagamaan menjadi pemegang konsesi kemudian operasional tambangnya dijalankan oleh pihak lain akan menimbulkan beberapa permasalahan yang serius. Permasalahan-permasalahan tersebut antara lain pemukiman warga yang tergusur, hancurnya kawasan hutan, serta tanah masyarakat adat yang dirampas. Sebagai salah satu contoh dari permasalah-permasalahan yang timbul adalah warga di Desa Wadas yang merupakan kaum Nahdliyin. Warga di Desa wadas sempat mengadukan permasalahan ini ke NU di tengah perpecahan sikap masyarakat terhadap proyek tambang tersebut.

Selain perpecahan sikap pada masyarakat, konsesi tambang ini juga berpotensi menimbulkan konflik horizontal antara ormas keagamaan dengan masyarkat adat di sekitar wilayah pertambangan. Selama ini sudah banyak masyarakat adat yang mempertahankan tanah mereka berkonflik dengan proyek-proyek tambang. Lalu bayangkan apa yang akan terjadi apabila ormas-ormas keagamaan masuk ke dalam pusaran tersebut. Apabila terjadi maka akan ada lebih banyak konflik agraria yang disebabkan oleh konsesi tambang bagi ormas keagamaan ini. Elite-elite ormas mungkin dapat menikmati pembagian kue ekonomi melalui konsesi tambang ini, akan tetapi jemaah mereka yang ada di lapisan bawah disuruh untuk bertarung melawan masyarakat adat atau ormas-ormas keagamaan lain sesamanya. Ini jelas jauh dari kata maslahah bagi umat manusia.

Dari uraian-uraian di atas, pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa konsesi tambang untuk ormas-ormas keagamaan menimbulkan banyak ketidaksesuaian terhadap prinsip-prinsip muamalah. Dengan demikian, pemerintah sebaiknya mengkaji ulang regulasi baru ini dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat, pihak-pihak yang seharusnya terlibat, serta organisasi-organisasi seperti Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Melalui cara tersebut diharapkan agar masyarakat dan seluruh pihak yang terlibat dapat memastikan bahwa kebijakan terkait pengelolaan sumber daya alam yang kita miliki benar-benar membawa kebaikan atau kemaslahatan bagi seluruh lapisan masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun