Sesuai dengan tujuan dibentuknya Desa Tanjung Kukuh yaitu menjalankan Syariat agama Islam dengan sebenar-benarnya, maka untuk kesempurnaannya di berlakukan beberapa larangan-larangan (uzlah) yang di sampaikan oleh KH. Sultan Syah Alam yang dalam kenyatannya di patuhi oleh murid-murid beliau. Adapun larangan-larangan tersebut adalah tidak di perbolehkan berjudi, mencuri, berzinah, tipu daya kepada anak istri orang, khianat kepada sekalian mahluk, merokok dan makan kepala ikan kurang baik, akibatnya bagi orang yang masih akan menuntut ilmu , apalagi ilmu agama dan terlebih lagi bagi anak-anak yang sedang mempelajari ilmu-ilmu akhirat.
      Sedangkan larangan khusus yang diberlakukan selama 40 tahun semenjak menetap di Tanjung Kukuh tahun 1938 M ataui 1357 H adalah tidak makan ikan pada hari Sabtu (hal tersebut merupakan milah Nabi Musa), tidak tidak minum susu pada hari Rabu (rabu merupakan pertengahan hari dan susu merupakan pertengahan antara darah dan kotoran), tidak makan nasi dari beras dan alternatif penggantinya adalah ubi kayu dan ketela direbus, seiring dengan perkembangan teknologi ditemuikan teknologi tepat guna untuk mengolah ubi kayu menjadi nasi yang oleh masyarakat Tanjung Kukuh di kenal dengan namakan Kikim. Pengolahan yang di maksud yaitu ubi kayu diparuit dengan menggunakan suatu alat khusus berupa parut dan hasil parutan tersebut diperas (gincit) berikut bahanyaÂ
- Ubi kayui
- Diperas
- Dikukus
- Siap dihidangkan
Masa larangan atau Uzlah yang telah dimulai sejak berdirinya Desa Tanjung Kukuh di masa Kholifah KH. Sultan Syah Alam bulan Juli 1938 berakhir pada masa Kholifah Tuan Kuasa bulan Juli 1977.
      Adapun yang diperbolehkan pada masa berbuka tersebut adalah di perbolehkan makan nasi beras, ketan minum susu hari Rabu dan makan ikan hari Sabtu. Setelah masa berbuka maka masyarakat bebas mau makan nasi dari beras, minum susu hari Rabu dan makan ikan hari Sabtu tetapi karena masa empat puluh tahun bukanlah masa yang singkat, maka sebagian masih makan nasi ubi kayu (kan kikim) sehingga walau sudah berbuka tetapi kan kikim tetap di budidayakan hingga sekarang.
   Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H