Luas lahan rawa di Indonesia mencapai 34,93 juta ha, yang tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua (BBSDLP 2014). Menurut Hadi (2003:8) Lahan Basah di Kalimantan Selatan berdasarkan pada konveksi Ramstar (kesepakatan internasional tahun 1971) meliputi lahan pasang surut Rawa Lebak, Lahan Sawah Irigasi, Danau dangkal, dan sungai. Di Kalimantan Selatan, luas lahan rawa tercatat 4.969.824 ha dan sekitar 119,523 ha adalah lahan rawa lebak (BPS Provinsi Kalimantan Selatan, 2014). Data Badan Pusat Statistik 2015 menyebutkan, dengan luas wilayah 311 ribu hektare, Barito Kuala didominasi oleh lahan pasang surut (seluas 300 ribu ha) dan lahan rawa lebak (seluas 11 ribu ha). Dilihat dari tipologi wilayahnya, Kabupaten Barito Kuala merupakan kabupaten yang memiliki lahan basah terluas. Di Kalimantan Selatan, luas lahan rawa tercacat 4.969.824 ha, terdiri atas lahan rawa pasang surut, lahan gambut, dan rawa lebak yang berpotensi untuk pengembangan pertanian terpadu berbasis kawasan. Â Provinsi Kalimantan Selatan dikenal sebagai daerah yang memiliki wilayah lahan basah. Habitat lahan basah di Kalimantan Selatan sebagian besar adalah air tawar dan rawa gambut serta hutan bakau di sepanjang sungai. Di mana terdapat sejumlah besar dataran banjir yang terkait dengan sistem rawa dan danau.
1. Karakteristik Lahan Basah, meliputi:
- Merupakan Dataran Rendah yang membentang Sepanjang Pesisir
- Merupakan Wilayah yang mempunyai Elevasi Rendah
- Beberapa tempat dipengaruhi oleh Pasang Surut untuk Wilayah dekat dengan Pantai
- Dipengaruhi oleh musim yang terletak jauh dari Pantai
- Sebagian besar wilayah ini tertutupi dengan Gambut.
2. Potensi dan Pemberdayaan Lahan Basah
    Potensi lahan basah cukup baik untuk usaha pertanian, perikanan, kehutanan, dan peternakan. Beberapa ratus ribu hektar lahan basah yang diharapkan berkembang menjadi lahan pertanian, perikanan, peternakan dan pemukiman, saat ini menjadi lahan yang terbengkalai. Sehubungan potensi lahan dan kondisi masyarakat yang ada maka perlu adanya upaya memberdayakan masyarakat di wilayah lahan basah tersebut agar wilayah tersebut menjadi produktif dan masyarakat menjadi sejahtera.
Pengelolaan dan Manfaat Lahan Basah Bagi Masyarakat
A. Â Pemanfaatan Lahan Basah Sebagai Pertanian
   Lahan pertanian merupakan salah satu sumber daya utama pada usaha pertanian. Menurut bentuk fisik dan ekosistemnya dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar yaitu lahan basah dan lahan kering. Kabupaten Barito Kuala merupakan daerah penghasil beras terbesar di Kalimantan Selatan, dengan kontribusi mencapai sekitar 16,23%. Namun, area persawahan Barito Kuala sebagian besar berada di lahan rawa lebak, menjadikan produktivitas padi lebih rendah karena indeks pertanaman (IP) yang masih di bawah 3. Selain Bertani pada musim panen padi atau memetik hasil alam liar, seperti Nipah, Talas, Sulur, Kelakai, Pay, Buah Nipah, dan sebagainya. Selain itu Masyarakat sekitar juga memanfaatkan Rumput Rawa yang biasa disebut Purun untuk membuat anyaman tikar yang kemudian dijual sebagai sumber pendapatan.
   Sungai adalah alur atau wadah air alami dan atau buatan berupa jaringan pengaliran Air
beserta air di dalamnya mulai dari hulu sampai Muara dengan dibatasi karena dan kiri oleh
garis sempadan. Masyarakat Kalimantan adalah salah satu Sekian banyak penduduk di Indonesia yang begitu bergantung pada sungai. Sebagian besar penduduk bahkan tidak hanya bertempat tinggal di tepian sungai tetapi juga membangun rumah-rumah kayu mereka di atas sungai maka kehidupan masyarakat di daerah Kecamatan Alalak ini sangat dekat dengan lahan basah mulai dari pemanfaatan sebagai lahan pertanian hingga pemanfaatan hasil kekayaan aneka ragam hayati yang tumbuh dan berkembang liar di lahan basah baik berupa tanaman maupun binatang. Dalam kehidupan sehari-hari mulai dari untuk memenuhi kebutuhan air rumah tangga, sebagai sumber penting bagi air minum, makanan dan irigasi untuk pertanian. Sungai juga memainkan
peran penting sebagai jalur transportasi dan perdagangan dan sebagai sumber energi. Selain itu sungai yang sangat luas dan panjang ini juga dijadikan sebagai salah satu objek wisata pilihan yang juga akan menarik perhatian para wisatawan.
C. Â Pemanfaatan Lahan Basah menjadi Tambak
   Tambak atau kolam menurut Biggs et al (2005) adalah badan air yang berukuran 1 m2 hingga 2 ha yang bersifat permanen atau musiman yang terbentuk secara alami atau buatan manusia. Tambak sendiri merupakan salah satu prasarana pembudidayaan ikan, sesuai dengan Undang-undang nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan yang menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan prasarana pembudidayaan ikan antara lain adalah kolam, tambak dan saluran tambak. Salah satu masyarakat di Berangas, Kecamatan Alalak, Kabupaten Barito Kuala memanfaatkan Lahan Basah menjadi tambak ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari seperti mengonsumsi sendiri ikan - ikannya serta menjualnya kepada orang lain dan menghasilkan uang.
D. Pemanfaatan Lahan Basah Menjadi Rumah dan Perumahan
   Membangun sebuah rumah tinggal di atas lahan atau tanah yang basah atau pun gambut
seperti pada gambar adalah salah satu pekerjaan yang bisa dibilang tidak mudah. Sehingga tak jarang ada banyak orang yang akhirnya memutuskan untuk menelantarkan lahan atau tanah basahnya tersebut hingga bertahun-tahun lamanya. Tetapi, ada juga yang mau membelinya dan membangun rumah di atas lahan / tanah basah itu dengan strategi yang matang dan menjadi hunian yang aman, ramah, dan juga nyaman ditinggali.
   Galam merupakan salah satu tumbuhan kayu asli rawa yang tumbuh pada hutan gambut dangkal. Di Kalimantan Selatan, salah satu sentra penghasil galam adalah kabupaten Barito Kuala. Lahan rawa yang ditumbuhi pohon galam ini umumnya lahan yang ditinggalkan. Di salah satu sentra penghasil galam ini, pemanfaatan galam oleh masyarakat masih mengandalkan ketersediaannya di hutan alam tanpa disertai kegiatan budidaya. Sementara itu di Kalimantan Selatan,keberadaan galam sebagai objek mata pencaharian masyarakat setempat sangat diperhitungkan. Meskipun saat ini ketersediaannya di alam mulai berkurang, permintaan kayu galam akan tetap ada bahkan terus meningkat sampai masa yang akan datang
Jadi, Dikarenakan Keberadaan rawa dianggap tidak memberi keuntungan bagi kota. Alih fungsi lahan dari rawa ke lahan terbangun semakin pasif dilakukan. Belakangan, lahan rawa mulai dilirik untuk pengembangan lahan pertanian. Diharapkan Masyarakat mengetahui fungsi rawa yang ada di pemukiman sekitar yaitu dengan adanya lahan rawa dapat menyeimbangkan fungsi ekologi lingkungan. Lahan rawa yang dialihfungsikan sebagai lahan pertanian dapat membantu perekonomian masyarakat sekitar karena lahan tersebut dapat ditanamkan beberapa tanaman seperti padi dan sayuran. Pembangunan lahan basah buatan harus disesuaikan dengan kondisi wilayah setempat, baik secara ekologis maupun secara sosial-ekonomis. Pembangunan lahan basah buatan yang tidak terencana dengan baik selain merupakan bencana bagi lingkungan, juga merupakan bencana bagi masyarakat yang hidup di sekitarnya. Perkembangan sektor pertanian, khususnya pertanian sawah sering mengalami masalah. Permasalahan tersebut berkaitan dengan kebijakan pemerintah yang tidak pro petani, organisasi tani yang tidak berfungsi, rendahnya penguasaan teknologi dan informasi, keterbatasan modal dan lahan, serta semakin rendahnya produktifitas lahan pertanian. Luas lahan dan tingkat produktifitas lahan pertanian sangat menentukan hasil yang diperoleh petani dari mengelola lahan pertanian. Ketika lahan yang dimiliki oleh petani tidak terlalu luas dan kurang produktif, maka hasil yang didapat pun sedikit.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H