Mohon tunggu...
Di Timur Fajar
Di Timur Fajar Mohon Tunggu... -

Titip salam dari pemilik lapak ini: Aku andaikan mereka dan mereka andaikan aku. Cobalah berempati: merasakan berada pada posisi mereka, maka akan banyak yang bisa kita mengerti dan pahami tentang mereka, tentang kesalahan mereka. Karena kenyataan tidak pernah salah. Tuhan menghadiahi kita akal, bahwa ada kausalitas dalam setiap persoalan. Maka pandai-pandailah menguraikannya." (Rahayu Winette) Jadilah diri sendiri namun tak ada salahnya Anda(i) coba berempati dalam posisi orang lain. (Di Timur Fajar)

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

70). Seandainya Bisa Memutar Roda Waktu

13 November 2010   01:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:39 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_72683" align="aligncenter" width="300" caption="roda pedati kehidupan bergerak terus (Google gambar)"][/caption]

(Yang Ingin Saya Lakukan Adalah Segera Memperbaiki Kesalahan)

,,Di sini jam tiga dini hari, saya terjaga dari geliat mimpi yang tidak nyaman. Bukan ini pertanda apa, lebih banyak saya coba mengorek kejadian dan perasaan apa yang telah dibawa tidur semalam, dan itu membekas di batin saya.

..Di saat seperti ini saya bisa berlama-lama merenungkan kejadian dan tindakan apa yang saya lakoni seharian kemarin. Apa yang salah, kenapa,dan bagaimana saya melakukannya?

..Saya tidak bermaksud menyakiti diri sendiri. Hanya kalau dengan ulah saya ada seseorang yang tersakiti, saya jadi berempati membayangkan bagaimana rasa sakitnya itu.

..Terngiang bagaimana karena sepotong kata, secuil sikap dari saya; menjadi sembilu yang menoreh luka perasaan seseorang. Kenapa ya saya tidak bisa mengantisipasinya terlebih dahulu? Suka terlambat setelah hal itu pergi melesat dan menghunjam harga diri dan perasaannya.

. .Ah, sering kesalahan yang dilakukan tanpa sadar terjadi sebagai rangkaian mekanisme pikiran dan gerak realisasinya. Selagi nuansa hati, ritme, euphoria sikon, dan cara membawakannya terlanjur berperan; kesadaran dan introspeksi diri terkadang menyusul terlambat.

..Lagi-lagi saya menyayangkan bahwa banyak hal kesalahan yang bisa disadari dan jadikan itu sebagai pelajaran tetapi sulit menjadikannya sebagai tempat berpijak untuk tidak melakukan kesalahan baru setidaknya yang sama di lain waktu.

..Bagi saya perlu kekompakan sesama dan butuh kekuatan semua faktor pendukung menjadi batu pijakan untuk menjadikan sesuatu(diri) menjadi lebih baik. Dan itu sejauh ini tak mampu saya hadirkan bersamaan.

..Kenapa bersamaan? Tidak cukupkah diri sendiri menjadi tonggak yang kokoh untuk bisa ‘berkacak’ di ketinggian. Sendirian? Saya bukan Mario Teguh atau pemotivator yang handal, tapi satu hal ingin saya pertanyakan. Apakah mereka bisa bangkit sendirian dan tidak memerlukan tempat berpijak yang kian lebih baik(tinggi) untuk bisa se’tinggi’ itu?

..Ada idiom(?), di belakang seorang suami yang ‘super’ (Mario Teguh misalnya) ada seorang istri yang tangguh, mampu menghandle semua urusan yang menjadikan sang suami eksis di ketinggian. Coba tarik ‘bangku’ itu, atau bayangkan dukungan itu bukan hanya tidak ada, tapi kontraproduktif?

..Pernah saya menulis kita tidak harus menjadi pelompat dan pejantan tangguh sendirian; batu yang jadi rintangan itu harus kita pecahkan bersama agar satu pendakian (hidup) menjadi jalan/sistem yang lempang bagi semua orang untuk berada di ‘ketinggian’ sana.

..Kita sepertinya hidup dan dibesarkan dalam sistem yang terlalu mengelu-elukan satu dua tiga orang yang berhasil dari sebuah sikon yang tidak mampu mengangkat sepuluh, duapuluh, tigapuluh orang yang digagalkannya. Juga mencukupkan satu orang saja sebagai ikon keberhasilan lalu menyesalkan kenapa begitu banyak orang tidak menyerupainya; seraya mengabaikan fakta dan alasan kenapa hanya ada satu, dan tidak ‘semua’. Itu ketika kita berdecak kagum: “Wah, ternyata masih ada satu orang sejujur kamu di tengah blantika/belantara ketidakjujuran ini !”

..Satu orang bisa apa dia? Di tengah kampung ‘maling’ yang rusak oleh sistem yang tidak membaikkan banyak orang.

..Hahaha, saya jadi membayangkan iklan sebuah sampho yang memamerkan model dengan rambut berkilau. Kilaunya apakah karena sampho itu, atau rambut si model itu sudah seperti itu dari sononya. Dan itu lalu kita bawa dalam kelas ‘perbandingan’. Seorang guru membanggakan murid kesayangannya yang brilliant di antara sekian banyak murid yang gagal dibuatnya serupa.

..Wah, saya jadi ngawur sampai di sini, kenapa ya? Tadi itu kan lagi bicara keterbatasan dan ketidakmampuan saya, kenapa sampho dan kemilau rambutnya Mario Teguh jadi kebawa-bawa di sini? Hahaha.

..Ah, suara kokok ayam di timur fajar mulai ‘berkepak’. Dan saya bukan si Sangkuriang yang bisa membuat telaga kesadaran dalam waktu semalam, apalagi startnya baru mulai dari pukul tiga tadi. Ck ck ck !

..Wassalam !

. .By : Rahayu Winnet, dini hari tadi, Sabtu 13 November 2010.

..NB : Uneg-uneg ini terbawa perasaan was was kalau sebuah komentar saya di kompasiana telah mengusik kenyamanan seseorang. Sayangnya sistim kirim pesan(japri) lagi ngadat untuk mengirim ‘sinyal minta maafnya’ atas keterbatasan saya yang manusiawi tersebut. Semoga dia maafkan saja

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun