TURIMAN JALE MENJADI ALTERNATIF PENGEMBANGAN KEDELE
KABUPATEN GUNUNGKIDUL
SEMANU (Jumat,19/06/2020). Partisipasi masyarakat Gunungkidul cukup tinggi dalam upaya memajukan pertanian di Bumi Handayani. Melalui Program PIWK (Pagu Indikatif Wilayah Kecamatan) Kapanewon Semanu yang disyahkan di Musrenbang, Kapanewon Semanu berhasil merealisasikan keinginan petani yang tergabung dalam poktan untuk mempelajari teknologi baru berupa pelaksanaan demplot percontohan Turiman Jale (Tumpangsari Tanaman Jagung dan Kedele).Â
Pada hari Jumat (19/06/2020) poktan Karya Dewasa, Semuluh Lor,  Ngeposari ,Semanu  dengan ketua Harjo Suwito mengundang DPP untuk melaksanakan panen demplot Turiman Jale. Hadir pada kesempatan tersebut Ka DPP Ir. Bambang Wisnu Broto dan jajaran, Kapanewon Semanu di wakili Kepala Jawatan Kemakmuran Kapanewon Semanu, Ulu Ulu Desa Ngeposari mewakili Lurah Desa Ngeposari, para penyuluh pertanian BPP Semanu.
Heni Fahmiati, SP. PPL Desa Semanu melaporkan bahwa luas demplot Turiman Jale seluas 2500 m2 ditanami jagung hibrida dan kedele Grobogan dengan teknologi Turiman Jale sebagai sarana belajar poktan untuk pengenalan teknologi baru. Jagung hibrida dihitung setara jagung monokultur namun diatur jarak tanamnya sehingga ada lajur/lorong untuk pertanaman kedele. Hasil ubinan kedele didapat 1 ton / ha wose, sedang jagung diperkirakan 6,7 ton/ha pipil kering.
Budiyono, SST. Kasi Programa Penyuluhan DPP sebagai Pelaksana kegiatan demplot  DPP menjelaskan bahwa di Kapanewon Semanu ada 6 titik lokasi demplot Turiman Jale yang didanai program PIWK.Â
Salah satunya di Semuluh Ngeposari Semanu. Pola tanam tumpangsari di Gunungkidul sebenarnya sudah biasa, namun yang perlu dibenahi adalah tata tanam dalam lorong lorong yang beraturan sehingga produksi tanaman bisa optimal. Hasil demplot di Semuluh dapat menjadi sarana belajar para petani untuk pengembangan Turiman Jale di masyarakat sekitar.
Ka DPP Â Ir.Bambang Wisnu Broto berharap pola Turiman Jale dapat berkembang di masyarakat karena memberikan pendapatan yang lebih jika dibanding melakukan penanaman secara monokultur.Â
Apabila petani menanam jagung secara monokultur hanya akan mendapat pendapatan dari hasil jagung saja sebesar Rp 22.780.000,- dari hasil 6,7 ton jagung pipil dan harga Rp 3.400,- per kg, Â namun dengan tambahan kedele dalam tumpangsari akan mendapatkan tambahan Rp 8.000.000,- dari hasil 1 ton kedele wose seharga Rp 8.000,- per kg. Total pendapatan petani dari jagung, kedele dan tebon jagung sekitar Rp 34.000.000,- per hektarnya dengan model Turiman Jale.
Selain itu pola Turiman Jale akan mendongkrak luas tanam kedele se kabupaten apabila petani mau menerapkannya.
Saat ini petani kedele se Gunungkidul telah berhasil panen kedele seluas 3.104 ha pada musim tanam kedua. Diperkirakan produksi kedele dengan produktifitas rata rata 1,2 ton per hektar dicapai produksi musim tanam kedua sebesar 3.724 ton kedele wose. Jika dihitung dengan panen kedele musim pertama mencapai 617 ton wose, maka sampai dengan subround 2 didapat hasil produksi kedele total kumulatif 4.341 ton.
Pada saat temu lapang poktan mengusulkan bantuan sarana pembuatan pupuk organik untuk mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H