Februari nanti usianya baru genap 38 tahun. Di usia 15 tahun, Raffi Ahmad mulai aktif sebagai selebritas, saat ia membintangi sinetron Tunjuk Satu Bintang.
Tahun 2006, pria kelahiran Bandung ini bergabung dengan grup vokal Bukan Bintang Biasa (BBB) yang dibentuk oleh Melly Goeslaw.
Sederet sinetron dia lakoni seperti Senandung Masa Puber, Olivia, dan Tersanjung. Termasuk layar lebar, Bukan Bintang Biasa the Movie.
Hidupnya semakin sempurna, saat pria yang sukses sebagai presenter ini menikahi Nagita Slavina pada 17 Oktober 2014. Setahun kemudian RANS Entertainment terbentuk. Ini merupakan bisnis pertamanya bersama Nagita.
Singkat cerita, RANS Entertainment berkembang menjadi media hiburan yang mencakup berbagai platform digital, agensi digital, dan event offline.
Hanya dalam tempo sekira 10 tahun, anak usaha RANS Entertainment bermunculan: RANS Music, PowerRANSgers, RA Pictures, RANS Animation Studio, RANS Zoo hingga RANS E-Sports.
Selain RANS Entertainment, Raffi juga memiliki bisnis lain, seperti klub sepak bola RANS FC dan investasi di bidang makanan, pakaian, dan properti.
LHKPN Tembus 1 Triliun
Raffi Ahmad, baru-baru ini mengungkapkan kekayaannya melalui Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) 2025.
Rinciannya terdiri dari berbagai aset yang signifikan:
- Tanah dan Bangunan: 45 bidang dengan total nilai Rp737 miliar.
- Alat Transportasi: 23 kendaraan senilai Rp55 miliar.
- Surat Berharga: Rp307 miliar.
- Kas dan Setara Kas: Rp17 miliar.
- Harta Lainnya: Rp5 miliar.
Setelah memperhitungkan utang sebesar Rp136 miliar, total harta bersihnya menjadi sekitar Rp1,03 triliun, menjadikannya salah satu pejabat terkaya di Indonesia.
Namun, di balik angka fantastis ini, terdapat pertanyaan mendalam. Ketika seorang selebritas atau pebisnis dapat mengumpulkan kekayaan luar biasa dalam waktu relatif singkat, apakah ini mencerminkan sistem ekonomi yang adil?
Ataukah justru menggambarkan ketimpangan yang semakin tajam antara segelintir orang kaya dan jutaan pekerja dengan gaji standar?
Dengan gaji UMP Jakarta, 15 ribu tahun kerja
Tentu, tidak ada yang salah dengan kesuksesan Raffi Ahmad. Ia telah bekerja keras, memanfaatkan peluang, dan berhasil membangun kekayaan dari berbagai bidang.
Namun, di sisi lain, semakin kaya seseorang, semakin besar pula potensi pengaruhnya dalam berbagai kebijakan ekonomi dan sosial.
Jika para selebritas dan pengusaha memiliki akses yang jauh lebih besar terhadap peluang ekonomi, sementara pekerja dengan gaji UMP dihadapkan pada kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup, maka kita perlu bertanya: Sejauh mana keadilan ekonomi dapat terwujud?
Tentu, tugas tersebut bukan hanya ditimpakan kepada Raffi seorang. Ini adalah tugas negara. dari Presiden, Menteri, Gubernur, Bupati, Walikota, termasuk Utusan Khusus Presiden. Ini adalah kerja kolosal sebuah bangsa.
Untuk menghitung berapa tahun Anda harus bekerja dengan gaji UMP di Jakarta untuk mencapai kekayaan sebesar Raffi Ahmad, kita perlu mengetahui beberapa data penting:
1. Hitung total kekayaan Raffi Ahmad dalam satuan yang lebih mudah:
Rp1.033.996.390.568 total kekayaan = Rp1.034.000.000.000 dibulatkan
2. Hitung pendapatan tahunan dari gaji UMP Jakarta:
Pendapatan tahunan = Rp5.396.76112 = Rp64.761.132
3. Hitung berapa tahun diperlukan untuk mencapai total kekayaan Raffi Ahmad:
Jumlah tahun = 1.034.000.000.000/64.761.132 = 15.966 tahun
Jadi, seorang pekerja di Jakarta yang hanya menggantungkan hidup pada gaji UMP perlu bekerja selama 15.966 tahun tanpa menghabiskan satu sen pun.
Saya yang bekerja serabutan, yang tidak mempunyai UMP pasti lebih lama lagi. Saya tidak bisa (..dan tidak mau) membayangkannya.
Kekayaan Raffi Ahmad yang tercatat dalam LHKPN adalah bukti nyata dari prestasi dan kerja kerasnya. Namun, kisah ini juga mengingatkan kita akan pentingnya pemerataan kesempatan dan keadilan dalam ekonomi Indonesia.
Ketika seorang selebritas bisa menghasilkan uang dalam jumlah yang fantastis, sementara jutaan pekerja lainnya harus berjuang keras dengan gaji yang minim, kita perlu lebih kritis terhadap ketimpangan ini.
Itulah mengapa angka Indeks Gini di Indonesia tidak pernah berubah secara signifikan. Kemiskinan tidak pergi ke mana-mana, dia ada di mana-mana.
Indeks gini sempat mengalami fluktuasi akibat pandemi Covid-19. Angka tertinggi indeks gini Indonesia terjadi pada Maret 2023, yaitu 0,388. Setahun kemudian, Maret 2024 adalah 0,379. Bergerak tidak ke mana-mana, bukan?!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI