Mohon tunggu...
Tino Rahardian
Tino Rahardian Mohon Tunggu... Jurnalis - Pegiat Sosial⎮Penulis⎮Peneliti

Masa muda aktif menggulingkan pemerintahan kapitalis-militeristik orde baru Soeharto. Bahagia sbg suami dgn tiga anak. Lulusan Terbaik Cumlaude Magister Adm. Publik Universitas Nasional. Secangkir kopi dan mendaki gunung. Fav quote: Jika takdir menghendakimu kalah, berikanlah dia perlawanan yang terbaik [William McFee].

Selanjutnya

Tutup

Bandung Pilihan

Bandung Lautan Api: Epos Patriotik dan Kepatuhan Prajurit

31 Januari 2025   06:45 Diperbarui: 31 Januari 2025   06:45 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Usianya baru saja genap 28 tahun saat menjadi Panglima Regional Divisi Siliwangi Tentara Republik Indonesia (TRI), yang memelihara keamanan wilayah teritori Jawa Barat.

Abdul Haris Nasution, pemuda berpangkat Kolonel yang enggan menerima ultimatum dari pasukan Sekutu. Walau hanya sejengkal tanah, pantang baginya menyerahkan Bandung tanpa perlawanan yang berarti.

Sedikit berbeda dengan keputusan politik dari Perdana Menteri Sutan Syahrir, justru memberikan perintah untuk menerima ultimatum Sekutu, dan segera tinggalkan Bandung.

Perintah Syahrir sebagai Perdana Menteri harus tetap ditaati. Tetapi AH Nasution bukan prajurit sembarangan. Alumnus KNIL itu kemudian mengambil sikap yang kelak akan dikenang sepanjang sejarah Republik.

Tanggal 23 Maret 1946, digelar vergadering atau semacam rapat umum Madjelis Persatoean Perdjoangan Priangan, yang dilakukan di depan seluruh kekuatan perjuangan dan laskar-laskar rakyat di Bandung.

Keputusannya: Evakuasi dan bumihangus Kota Bandung.

AH Nasution dan seluruh orang Indonesia lainnya keluar dari Bandung, seperti perintah Syahrir tapi dengan membakar kota yang ditinggalkannya itu. Tentara Inggris dan Sekutu tidak boleh mengambil manfaat apapun dari kota Bandung, selain api dan puing-puing.

Adegan dalam film
Adegan dalam film "Bandung Lautan Api" (1975) karya Alam Surawijaya (Sumber foto: Arsip Kompas)

AH Nasution menggambarkan kisah heroik tersebut dalam dua bukunya yang bertajuk "Sekitar Perang Kemerdekaan" (Jilid 1, 1977) dan "Memenuhi Panggilan Tugas" (Jilid 1, 1982).

Dua ratus ribu penduduk kota Paris van Java bersama sekira dua puluh ribu pejuang lainnya bergerak dalam skala besar menuju pegunungan di bagian selatan. 

Pergerakan manusia dalam jumlah yang besar, mengingatkan kita pada peristiwa invasi Normandia 1944 memerangi Nazi Jerman dalam Perang Dunia II.

Dalam perjalanan ke arah selatan, pejuang Bandung, hanya dalam tempo sekitar tujuh jam, operasi bumihangus kota dilangsungkan. Diawali dengan pembakaran Indisch Restaurant di utara alun-alun Kota Bandung pada pukul 21.00 WIB.

Kemudian aksi pembakaran berlanjut pada bangunan-bangunan penting lainnya mulai dari Ujungberung hingga wilayah Cimahi. Ribuan rumah penduduk yang dibakar memicu gelombang api besar. Sebuah pengorbanan demi mempertahankan kemerdekaan.

Menjelang tengah malam, Bandung telah kosong dan menjadi puing-puing. Semua bangunan habis dilahap si jago merah. Ludes terbakar.

Dalam waktu tujuh jam yang penuh emosi, rumah-rumah dibakar dan bangunan penting diledakkan untuk mencegah Sekutu menjadikan Bandung sebagai markas militer.

Peristiwa terjadinya Bandung Lautan Api (Sumber foto: Tribunnewswiki.com via Kompas.com)
Peristiwa terjadinya Bandung Lautan Api (Sumber foto: Tribunnewswiki.com via Kompas.com)

Makna dan Warisan Sejarah

Tanggal 26 Maret 1946, dari atas puncak Gunung Leutik, sekitar Pameungpeuk, Garut. Seorang wartawan muda bernama Atje Bastaman menjadi saksi kobaran api yang melahap habis kota Bandung mulai dari Cicadas hingga ke Cimindi.

Dipenuhi dengan semangat yang menyala-nyala itu, Atje menuangkannya ke dalam tajuk berita yang kemudian masyhur dikenang orang dengan nama "Bandoeng Laoetan Api".

Peristiwa Bandung Lautan Api bukan hanya sebuah tragedi; ia adalah simbol keberanian dan pengorbanan. Dalam setiap kobaran api yang membakar kota, tersimpan harapan akan kemerdekaan yang hakiki.

Peristiwa ini menjadi tonggak penting dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia dan diharapkan dapat terus dikenang oleh generasi mendatang.

Peristiwa Bandung Lautan Api untuk kemudian hari menjadi dasar gagasan perang gerilya bagi Jenderal AH Nasution. "Strategy of Guerilla Warfare" atau Pokok-Pokok Gerilya. Karya itu bahkan menjadi buku wajib akademi militer di banyak negara.

Saat perang Vietnam (1957-1975), ulasan AH Nasution dalam Pokok-Pokok Gerilya menjadi inspirasi bagi Tentara Vietnam Utara (NVA) dan milisi Vietcong (VC). Amerika Serikat dibuat kalang kabut karenanya.

Bandung Lautan Api adalah kisah tentang keberanian, pengorbanan, dan cinta tanah air. Ia mengingatkan kita bahwa kemerdekaan tidak datang dengan mudah; ia diraih melalui perjuangan yang gigih dan pengorbanan yang tulus.*

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bandung Selengkapnya
Lihat Bandung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun