Setelah lebih dari 15 bulan konflik yang berkepanjangan, Hamas dan Israel telah mencapai kesepakatan gencatan senjata yang akan dimulai pada 19 Januari 2025.
Kesepakatan ini menandai titik balik penting dalam hubungan kedua belah pihak yang telah lama terlibat dalam pertempuran yang merenggut banyak nyawa dan menghancurkan infrastruktur di Gaza.
Proses negosiasi antara Hamas dan Israel untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata berlangsung cukup menegangkan, intensif dan kompleks, melibatkan berbagai pihak sebagai mediator.
Negosiasi dimulai pada 5 Januari 2025, dengan tim dari kedua belah pihak berunding secara intensif, sering kali selama 18 jam sehari.
Proses ini berlangsung di Doha, Qatar, dengan dukungan dari mediator seperti Amerika Serikat dan Mesir. Witkoff dan penasihat Timur Tengah Presiden Biden, Brett McGurk, berkomunikasi secara intensif untuk menyelesaikan detail-detail penting dari kesepakatan.
Para negosiator berkumpul di lantai terpisah di gedung yang sama untuk mendiskusikan usulan-usulan yang diajukan oleh mediator.
Salah satu tantangan terbesar adalah menyusun daftar pertukaran sandera yang ditahan oleh Hamas dengan tahanan Palestina yang ditahan oleh Israel, yang dianggap sebagai isu paling rumit dalam perundingan ini (kompas.id, 16/1/2025; viva.co.id, 16/1/20225).
Latar Belakang Konflik
Konflik antara Israel dan Hamas telah berlangsung selama lebih dari 460 hari, dengan dampak yang menghancurkan bagi warga sipil di kedua belah pihak.
Menurut laporan, lebih dari 40.000 orang telah tewas akibat pertempuran ini, dan ratusan ribu lainnya terpaksa mengungsi dari rumah mereka.
Dalam konteks ini, gencatan senjata menjadi harapan baru untuk mengakhiri kekerasan dan memulai proses rekonsiliasi.
Rincian Kesepakatan Gencatan Senjata
Kesepakatan gencatan senjata ini dibagi menjadi beberapa tahap, dengan rincian sebagai berikut:
1. Pertukaran Tahanan dan Sandera: Pada tahap pertama, Hamas akan membebaskan 33 sandera Israel, termasuk perempuan dan anak-anak, sebagai imbalan atas pembebasan tahanan Palestina. Israel berkomitmen untuk membebaskan 30 tahanan Palestina untuk setiap sandera yang dibebaskan, serta 50 tahanan untuk setiap tentara wanita yang ditahan.
2. Penarikan Pasukan Israel: Israel akan menarik pasukannya secara bertahap dari wilayah-wilayah tertentu di Gaza, termasuk koridor Philadelphi. Penarikan ini diharapkan dapat memberikan ruang bagi warga sipil untuk kembali ke rumah mereka.
3. Negosiasi Tahap Selanjutnya: Setelah enam minggu gencatan senjata awal, perundingan akan dilanjutkan untuk membahas kesepakatan damai yang lebih permanen dan penarikan penuh pasukan Israel dari Jalur Gaza.
Tantangan dan Harapan
Meskipun gencatan senjata ini memberikan harapan baru bagi warga Gaza dan Israel, tantangan besar masih ada di depan.
Banyak analis memperingatkan bahwa ketidakpastian tetap ada mengenai apakah kesepakatan ini akan bertahan dalam jangka panjang. Persoalan implementasi juga menjadi tantangan tersendiri.
Tanpa pengawasan yang memadai, gencatan senjata sulit dipertahankan. Ini dapat menghambat implementasi yang efektif, karena tidak ada mekanisme pemantauan yang cukup untuk memastikan bahwa semua pihak mematuhi gencatan senjata (antaranews.com, 2025; mediaindonesia.com, 2025).
Sejumlah politisi Israel telah menyuarakan kekhawatiran tentang potensi kembalinya kekerasan setelah gencatan senjata berakhir. Misalnya, Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich masih menentang kesepakatan ini dan menyebutnya "berbahaya" bagi keamanan Israel (dw.com, 2025).
Implementasi fase kedua dari kesepakatan ini juga diperkirakan akan menghadapi tantangan besar, termasuk pembebasan sisa sandera, penarikan tentara Israel dari sebagian besar Gaza, dan menentukan pihak yang bertanggung jawab atas wilayah tersebut.
Namun, bagi banyak warga Gaza, kesepakatan ini merupakan langkah positif menuju pemulihan dan stabilitas.
Perdana Menteri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani, menyatakan bahwa mediator dari AS dan Mesir akan terus memantau pelaksanaan kesepakatan ini untuk memastikan bahwa kedua belah pihak mematuhi komitmen mereka.
Selalu Ada Harapan
Gencatan senjata antara Hamas dan Israel adalah sebuah momen penting dalam sejarah konflik yang berkepanjangan ini. Konflik yang sudah terlalu banyak memakan korban anak-anak, perempuan, laki-laki, tua, muda.
Namun demikian, tantangan terbesar dalam mengimplementasikan gencatan senjata antara Israel dan Hamas masih mengkhawatirkan semua pihak.
Kurangnya rasa kepercayaan antarpihak, pelanggaran gencatan senjata, kesulitan pemantauan, kepentingan politik yang bertentangan, menentukan tanggung jawab wilayah, dan implementasi fase kedua. Semuanya masih berpotensi menjadi faktor kegagalan kesepakatan.
Dengan harapan bahwa kesepakatan ini dapat mengarah pada perdamaian yang lebih langgeng, masyarakat internasional harus tetap bahu-membahu dan terus mendukung upaya-upaya diplomatik untuk menyelesaikan konflik yang telah menimbulkan penderitaan besar bagi rakyat Palestina dan Israel.
Referensi:
https://www.dw.com/id/gencatan-senjata-di-gaza-apa-tantangannya/a-71304864
https://www.kompas.id/artikel/di-balik-kesepakatan-gencatan-senjata-96-jam-yang-menegangkan-2
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H