Pada sore hari tanggal 15 Januari, demonstrasi yang awalnya damai berubah menjadi kerusuhan. Aksi itu sebenarnya merupakan lanjutan dari aksi demonstrasi yang dimulai pada 14 Januari di Bandara Halim Perdanakusuma.
Namun mahasiswa tidak dapat menerobos masuk karena penjagaan ketat oleh aparat keamanan. Pada hari berikutnya, demonstrasi berlangsung di berbagai lokasi di Jakarta, termasuk Istana Negara dan Kedutaan Besar Jepang.
Tuntutan utama para demonstran meliputi pembubaran lembaga Asisten Pribadi Presiden (Aspri), pengurangan harga kebutuhan pokok, dan pemberantasan korupsi (Kompas.id, 2019).
Provokasi oleh pihak-pihak tertentu diduga memperburuk situasi, menyebabkan pengrusakan dan pembakaran kendaraan serta bangunan. Dalam kerusuhan ini, sebelas orang tewas, ratusan lainnya terluka, dan ribuan ditangkap.
Kerusuhan meluas ke pusat perbelanjaan di Jakarta dan berakhir dengan banyaknya kerugian material serta dampak sosial yang signifikan.
Awal Mula
Peristiwa Malari, singkatan dari "Malapetaka Lima Belas Januari," terjadi pada tanggal 15 Januari 1974 dan merupakan salah satu momen penting dalam sejarah Indonesia, terutama di era Orde Baru.
Peristiwa ini berawal dari kedatangan Perdana Menteri Jepang, Tanaka Kakuei, ke Indonesia, yang memicu demonstrasi besar-besaran oleh mahasiswa dan aktivis.
Mereka mengekspresikan ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap pro-investor asing, terutama Jepang, serta menuntut perbaikan dalam hal korupsi dan harga barang yang terus meningkat.
Setelah peristiwa ini, Presiden Soeharto mengambil langkah-langkah tegas dengan mencopot beberapa pejabat tinggi militer dan intelijen yang dianggap bertanggung jawab atas kerusuhan.