Tiba waktunya di akhir masa pendidikan. Sabtu, sekira pukul 9 dan 10 pagi. Prosesi penutupan ditandai dengan dua acara utama: upacara pelantikan dan pidato Prabowo Subianto.
Sesaat setelah seluruh tamu undangan, petinggi partai dan para peserta dikumpulkan di sebuah pendopo utama dan duduk rapih berjajar dengan tangan terkepal di kedua paha kaki.
Pakaian lengkap berwarna putih dan celana krem. Kemudian topi PDH berkelir senada celana diberi sedikit aksen garis merah menambah kegagahan para peserta, acara prosesi penutupan pun dimulai.
Prabowo di Atas Podium
Prabowo kemudian muncul dari arah rumah induk dan melangkah gagah namun anggun menuju podium diiringi nyanyian serempak yang berkobar semangat, yel-yel bergema dan tepuk tangan seperti tidak mau berhenti.
Hingga tiba waktunya suara komando menghentikan segala gegap gempita itu untuk kemudian kompak diam dan sunyi.
Pidato Sang Jenderal dimulai dengan mengucapkan salam pembukaan mewakili seluruh Agama yang ada di Indonesia. Begitulah cirinya.
Pidatonya selalu berkobar seperti nyala api memantik setiap jiwa yang dipenuhi semangat patriotik, cinta tanah air, kesetian dan pengorbanan bagi ibu pertiwi.
Sesekali diselingi dengan canda dan tawa, namun tak pernah hilang dari konteksnya. Kejayaan nusantara, kemandirian bangsa, perlawanan serius terhadap sistem neoliberalisme dan oligarki, pembelaan kepada kaum papa adalah pidato kunci Prabowo. Tak pernah melantur jauh dari nilai-nilai perjuangan nasional.
Begitulah, pidato di atas podium itu tak pernah membuat kami bosan. Meski, semua pegiat termasuk saya sudah mendengarnya ratusan kali.