Waktu sudah menunjuk ke angka sebelas. Minggu siang, 24 Juli 2011. Saya pun mulai bergegas. Menuju Desa Bojongkoneng, Kecamatan Babakan Madang, Hambalang, Bogor, Jawa Barat.
Pembaca budiman mungkin lebih akrab dengan nama Padepokan Garuda Yaksa. Ya! Itu adalah lokasi kediaman Prabowo Subianto. Sebuah kawasan pedesaan yang berbukit dengan luas 4,8 hektar. 52 km dari Jakarta. Menempuh waktu 1 jam 35 menit.
Dengan menunggangi kendaraan roda dua berwarna hitam. Sejenis skuter buatan Jepang warisan mendiang Soichiro--sebuah nama yang tak asing saat dilekatkan dengan dunia otomotif. Berjalan lambat seperti seekor siput. Saya begitu bersemangat, meski jarak tempuh yang lumayan jauh.
Layaknya penunggang kuda besi nan gagah berani menyusuri jalanan berliku dan jarak tempuh yang tak sedikit itu, kemudian khayalan dan imajinasi saya pun mulai berkelana.
Ibarat pasukan berkuda Cossack yang masyhur itu; sebuah perwujudan dari jiwa yang bebas, keberanian, dan kebrutalan. Jauh sebelum Rusia terbentuk, Kaisar Bizantium di abad III sudah menyebut nama Cossack dengan menempelkan segala rupa kebengisan dan kekejaman tak terperi yang pernah ada di dunia ini.
Ya, saya membayangkan diri saya sebagai seorang pejuang Cossack dari atas kendaraan roda dua 110 cc yang pernah menaklukan Siberia hingga Volga.
Bergelar "petarung Rusia yang ulung dan loyal!"
Dari atas kuda besi 110 cc itu, pikiran saya merasuki legenda rakyat di sepanjang era dinasti Romanov, pendiri kerajaan Tsar Rusia.
Sekumpulan manusia berkuda gagah berani, pakaian tebal berbalut kulit beruang, berlapis zirah baja mengkilap. Pedang kami adalah logam terbaik yang pernah ada di muka bumi.
Kenyataannya, saya hanya menunggangi skuter 110 cc produksi Jepang; lengkap dengan helm yang kaca pelindungnya sedikit retak; tak lupa sarung tangan berkelir hitam, masker penutup mulut dan jaket tebal untuk melawan angin.