Usianya tak lagi muda. Tapi dalam dunia sastra dan spiritualitas, jiwanya tetap bergelora. Bagus Burhan (1802-1873) berusia 43 tahun lebih enam bulan, ketika dia diangkat sebagai pujangga Kasunanan Surakarta bergelar Raden Ngabehi Ronggowarsito.
Bagus Burhan, yang lebih dikenal dengan nama Ronggowarsito, lahir pada 18 Maret 1802 di Surakarta. Ia merupakan salah satu pujangga terkemuka dalam tradisi sastra Jawa, yang karyanya masih dihargai hingga saat ini.
Sebagai keturunan dari keluarga pujangga, Bagus Burhan adalah generasi ketiga dari garis keturunan Ronggowarsito, yang menjadikannya sebagai penerus tradisi kesusastraan Jawa klasik.
Masa Muda dan Pendidikan
Di masa mudanya, pengarang kitab mahsyur bertajuk Serat Kalatidha ini dikenal sebagai sosok yang nakal dan gemar berjudi (mahadalyjakarta.com, 2022).
Namun, setelah mendapatkan pencerahan spiritual di Sungai Kedungwatu, ia bertransformasi menjadi seorang pemuda alim yang mendalami ilmu agama Islam di pesantren Tegalsari, Ponorogo.
Di sana, ia belajar di bawah bimbingan Kiai Hasan Besari, seorang ulama terkemuka yang juga melahirkan banyak kiai besar lainnya.
Pengalaman ini membentuk karakter dan pemikirannya, yang kelak mempengaruhi karya-karyanya.
Untuk melengkapi pemahaman kita atas pribadi Ronggowarsito, tentu tak bisa dilepaskan dari peristiwa-peristiwa penting yang mengelilinginya.
Sebut saja, Napoleon Bonaparte dan pecahnya revolusi Perancis (1848); Perang saudara di Amerika (1861--1865). Restorasi Meiji di Jepang (1866-1869).
Karl Marx dan Friedrich Engels menerbitkan Manifesto Komunis (1848) pada saat usia Ronggowarsito genap 46 tahun.
Ayah Burhan meninggal di penjara Belanda, saat dia masih berusia 28 tahun. Burhan kecil diasuh kakeknya Tumenggung Sastronagoro, pujangga utama Kasunanan Surakarta bergelar Raden Ngabehi Yasadipura II.
Darah pujangga sastra dan kritikus sosial Sang Kakek mengalir deras dalam nadi Bagus Burhan. Tak terbantahkan.
Karier Sastra dan Karya
Setelah kembali ke Surakarta, Bagus Burhan diangkat sebagai Panewu Carik Kadipaten Anom dengan gelar Raden Ngabei Ronggowarsito. Pada tahun 1845, ia resmi menjadi pujangga di Kasunanan Surakarta.
Dalam perannya ini, ia menghasilkan banyak karya sastra yang mencerminkan kedalaman pemikiran dan kepekaan sosialnya.
Karya-karyanya sering kali mengandung simbolisme yang kaya, menggambarkan kondisi masyarakat dan pandangannya terhadap kehidupan.
Salah satu karya terkenalnya adalah Serat Kalatidha, yang menggambarkan kondisi masyarakat pada masa itu dengan istilah "zaman edan" atau zaman kacau.
Dalam syair tersebut, ia mengingatkan pembaca untuk tetap waspada terhadap perubahan zaman dan pentingnya kesadaran sosial.
Kita simak bait ketujuh dalam serat Kalatidha, begini bunyinya:
"Menyaksikan zaman gila/serba susah dalam bertindak/ikut gila tidak akan tahan/tapi kalau tidak mengikuti (gila)/tidak akan mendapat bagian/kelaparan pada akhirnya/namun telah menjadi kehendak Allah/sebahagia-bahagianya orang yang lalai/akan lebih bahagia orang yang tetap ingat dan waspada."
Melalui karyanya, Ronggowarsito tidak hanya berfungsi sebagai sastrawan, tetapi juga sebagai pengamat sosial yang kritis.
Pewarisan Nilai dan Pengaruh
Ronggowarsito juga dikenal sebagai peramal ulung dan memiliki pengetahuan mendalam tentang berbagai ilmu kesaktian.
Ia sering kali menggunakan kemampuannya untuk membantu masyarakat kecil dan menyampaikan pesan-pesan moral melalui karyanya.
Konsep Hamemayu Hayuning Bawana, yang menekankan pada keseimbangan antara makrokosmos dan mikrokosmos, menjadi landasan dalam karya-karyanya serta dalam praktik kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa.
Kesimpulan
Bagus Burhan atau Ronggowarsito adalah sosok penting dalam sejarah sastra Jawa. Melalui karya-karyanya, ia tidak hanya mewariskan nilai-nilai budaya tetapi juga memberikan panduan moral bagi generasi selanjutnya.
Dengan latar belakangnya yang kaya akan tradisi dan pendidikan spiritual, Ronggowarsito menjadi simbol dari kekayaan intelektual dan spiritualitas masyarakat Jawa.
Karya-karyanya terus relevan hingga kini, mengajak kita untuk merenungkan kondisi sosial dan spiritual kita di tengah perubahan zaman.*
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI