Karl Marx dan Friedrich Engels menerbitkan Manifesto Komunis (1848) pada saat usia Ronggowarsito genap 46 tahun.
Ayah Burhan meninggal di penjara Belanda, saat dia masih berusia 28 tahun. Burhan kecil diasuh kakeknya Tumenggung Sastronagoro, pujangga utama Kasunanan Surakarta bergelar Raden Ngabehi Yasadipura II.
Darah pujangga sastra dan kritikus sosial Sang Kakek mengalir deras dalam nadi Bagus Burhan. Tak terbantahkan.
Karier Sastra dan Karya
Setelah kembali ke Surakarta, Bagus Burhan diangkat sebagai Panewu Carik Kadipaten Anom dengan gelar Raden Ngabei Ronggowarsito. Pada tahun 1845, ia resmi menjadi pujangga di Kasunanan Surakarta.
Dalam perannya ini, ia menghasilkan banyak karya sastra yang mencerminkan kedalaman pemikiran dan kepekaan sosialnya.
Karya-karyanya sering kali mengandung simbolisme yang kaya, menggambarkan kondisi masyarakat dan pandangannya terhadap kehidupan.
Salah satu karya terkenalnya adalah Serat Kalatidha, yang menggambarkan kondisi masyarakat pada masa itu dengan istilah "zaman edan" atau zaman kacau.
Dalam syair tersebut, ia mengingatkan pembaca untuk tetap waspada terhadap perubahan zaman dan pentingnya kesadaran sosial.
Kita simak bait ketujuh dalam serat Kalatidha, begini bunyinya:
"Menyaksikan zaman gila/serba susah dalam bertindak/ikut gila tidak akan tahan/tapi kalau tidak mengikuti (gila)/tidak akan mendapat bagian/kelaparan pada akhirnya/namun telah menjadi kehendak Allah/sebahagia-bahagianya orang yang lalai/akan lebih bahagia orang yang tetap ingat dan waspada."