Mohon tunggu...
Tino Rahardian
Tino Rahardian Mohon Tunggu... Jurnalis - Pegiat Sosial⎮Penulis⎮Peneliti

Masa muda aktif menggulingkan pemerintahan kapitalis-militeristik orde baru Soeharto. Bahagia sbg suami dgn tiga anak. Lulusan Terbaik Cumlaude Magister Adm. Publik Universitas Nasional. Secangkir kopi dan mendaki gunung. Fav quote: Jika takdir menghendakimu kalah, berikanlah dia perlawanan yang terbaik [William McFee].

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Prabowo Subianto: Mengembalikan Perekonomian Indonesia ke Akar Pancasila (Bag. 2)

3 Januari 2025   11:01 Diperbarui: 3 Januari 2025   11:01 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: BPMI Setpres/Brian

Bagian 2: Neoliberalisme dan oligarki di mata seorang Prabowo.

Sejak perhelatan perdana di bawah panji-panji Partai Gerindra tahun 2009 hingga kini, Prabowo konsisten mengulang-ulang kritiknya terhadap sistem ekonomi Indonesia yang cenderung ke arah neoliberal.

Sistem ekonomi neoliberal memberikan "jalan" kepada sebagian orang untuk menjadi kaya. Kemudian kekayaan itu diharapkan menetes ke rakyat biasa yang ada di bawahnya. Pola ini akrab dengan istilah "trickle down effect".

Teori menetes ke bawah ini pertama kali diperkenalkan Albert Otto Hirschman, pencetus faham Neoliberalisme. Konsep ini secara terang-terangan mengingkari semangat ekonomi kekeluargaan yang diusung UUD 1945 yang dituangkan secara tegas di dalam pasal 33.

David Harvey, dalam bukunya bertajuk A Brief History of Neoliberalism (2005), menyebut ada lima ciri utama dari neoliberalisme:

1) supremasi pasar, dalam arti campur tangan negara seharusnya minim dalam pengendalian harga; 2) fleksibilitas modal yang dampaknya adalah penerapan secara masif sistem kerja kontrak dan outsourcing; 3) deregulasi atau penghapusan yang membatasi perputaran modal; selanjutnya..

4) pemotongan anggaran negara untuk belanja sosial seperti subsidi; dan terakhir 5) penghapusan konsep barang publik seperti kesehatan dan pendidikan.

Dari pemahaman tersebut, kita mulai sedikit memahami isi kepala Prabowo dan sikap kerasnya terhadap neoliberalisme, sampai hari ini.

Di Indonesia, praktik neoliberalisme itu mulai nyata saat gelombang krisis moneter meningkat di tahun 1997-1998 yang berujung pada tumbangnya pemerintahan orde baru Soeharto.

IMF, World Bank, dan lembaga-lembaga keuangan internasional berbondong-bondong masuk ke Indonesia memaksakan penerapan paket kebijakan ekonomi (Structural Adjustment Programme).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun