Mohon tunggu...
Pancoran Pancoran
Pancoran Pancoran Mohon Tunggu... profesional -

Rakyat biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ada Konspirasi SBY-Bakrie di Lumpur Lapindo, di Mana?

4 Juli 2012   00:35 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:18 3968
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada Kejanggalan

Ali melihat ada kejanggalan yang sangat jelas. Pertama, jika Lumpur Lapindo itu dinyatakan sebagai bencana alam, maka seharusnya pemerintah mengacu pada UU Penanggulangan Bencana Alam. Antara lain, adalah bahwa pemerintah, dalam hal ini Presiden RI harus menyatakan secara eksplisit bahwa peristiwa Lumpur Lapindo adalah bencana alam.

Kedua, jika memang dinyatakan bencana alam, maka seharusnya seluruh biaya yang dibutuhkan untuk penanggulangan Lumpur Lapindo haruslah berasal dari negera sepenuhnya. Ketiga, tidak ada istilah area peta terdampak dan di luar peta terdampak dalam wilayah yang terkena bencana alam, sebagaimana halnya yang terjadi pada bencana Tsunami di Sceh, atau bencana gempa bumi di Yogyakarta.

Keikutsertaan pihak lain, terutama swasta dalam hal pembiayaan, hanyalah bersifat sukarela, bukan dipaksa untuk membayar, sebagaimana halnya yang terjadi atas Lapindo yang diwajibkan membayar ganti rugi di atas area peta terdampak.

"Masalahnya, hingga saat ini, Presiden SBY belum pernah secara resmi menyatakan Lumpur Lapindo sebagai bencana alam. Ini, hal yang patut dikritisi. Sementara itu, pembagian tanggung jawab pembiayaan Lumpur Lapindo antara negara dan Bakrie patut dicurigai sebagai bagian dari negosiasi politik. Transkrip rekaman percakapan SBY dengan perwakilan korban Lapindo di Cikeas, pada Juni 2007 adalah salah satu indikasi adanya negosiasi itu," jelas Ali.

Bakrie, Kanan Kiri Ok

Tidak adanya pernyataan resmi dari presiden SBY mengenai status bencana alam Lumpur Lapindo, menurut Ali, merupakan unsur kesengajaan SBY yang luput dari perhatian publik. Jika status itu dinyatakan secara resmi, maka otomatis tidak ada kewajiban bagi Bakrie untuk membiayai sebagian dampak dari Lumpur lapindo. Ditambah lagi, dengan adanya status bencana alam secara resmi, maka pihak Asuransi Tugu Pratama akan membatalkan pembayaran klaim asuransi Lapindo sebesar 27,5 juta dollar AS pada tahun 2008 lalu.

"Dengan status Lumpur lapindo seperti itu, maka terjadilah kanan kiri oke. Bakrie memperoleh tambahan dana dari negara, juga dari asuransi," ujar Ali.

Prinsip Strict Liability

Kalau konspirasi itu tidak terjadi, menurut Ali, seharusnya pemerintah menggunakan UU tentang Perlindungan Lingkungan Hidup. Faktanya, lanjut Ali, Lumpur Lapindo telah jelas merusak lingkungan yang telah merugikan dalam tingkatan yang sangat luar biasa, sehingga warga korban terpaksa harus meninggalkan rumah dan lahan yang dimilikinya untuk selamanya.

Berdasarkan UU Lingkungan, maka seharusnya pemerintah segera bersikap tegas dan memaksa pihak Bakrie untuk membiayai seluruh penanggulangan akibat Lumpur Lapindo. Dalam UU ini, berlaku prinsip strict liability, dimana pihak Lapindo harus bertanggung jawab penuh atas seluruh biaya yang dikeluarkan. Tugas negara, adalah mengawasi dan memastikan agar tanggung jawab Lapindo itu dilaksanakan sepenuhnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun