Mohon tunggu...
Ruly Rahadian
Ruly Rahadian Mohon Tunggu... -

Lahir di Bandung. SD di SD Moestopo, SMP di SMP5 Bandung, SMA di SMA1 Bandung, kuliah di Institut Teknologi Bandung.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Baheramsyah, Herbalist dari Lampung

10 Maret 2010   02:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:31 806
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mencari tempat tinggalnya yang berlokasi di SDN Langkapura jalan Imam Bonjol kota Bandar Lampung, tidak sesulit yang saya duga sebagai orang yang belum lama tingal di Bandar Lampung. Dekat Universitas Saburai, saya menemukan papan SD tersebut, karena universitas ini dijadikan tanda sebagai landmark terdekat lokasi herbalist yang saya cari tersebut. Setalah melihat lapangan upacara di halaman SD itu, saya memarkir kendaraan, dan berjalan sedikit ke belakang kelas. Karena masih ragu, saya bertanya kepada seorang bapak yang sedang mengutak-atik sepeda motornya. Dengan ramah ia mengantar saya ke halaman rumah tinggal Pak Baheram. DI depan pintu banyak mata memandang saya, ternyata mereka sedang antri menungu giliran untuk dideksi penyakitnya, dan mendapat obat herbal yang diharapkan dapat menyembuhkan penyakitnya. Seorang lelaki berperawakan gemuk menyambut saya dengan ramah dan mempersilahkan duduk di depannya, tepat disamping pasien yang sedang "dikerjai"nya. DIalah Ir. Baheramsyah, seorang peneliti dari Laboratorium Agronomi dan Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Setelah menjelaskan alasan kedatangan saya yang berencana untuk membuat sebuah program yang berhubungan dengan kegiatan Lampung Sehat 2015, mengalirlah bermacam informasi yang cukup membuat saya tercengang dan kagum terhadap sosok herbalist ini. Bang Baheram, demikian saya memanggilnya setelah kami berbicara sedikit panjang, telah menjalani suatu scientific journey yang berkaitan dengan perhatiannya yang tinggi terhadap tanaman berkhasiat obat sejak tahun 1982 dengan konsisten. Lulusan fakultas Pertanian Unila yang dilahirkan di tanjungkarang tahun 1961 ini tak henti-hentinya mempelajari khasiat tanaman obat, sekaligus mempelajari faal tubuh manusia yang berkaitan dengan saraf-saraf releksi. Tak heran, dengan tongkat kecil itu, Bang Baheram menekan titik-titik refleksi di kaki dan bagian tubuh lainnya untuk mendeteksi penyakit, dan mengaktifkan saraf-saraf demi mengoptimalkan organ-organ tubuh yang kontraproduktif. Sontak saya dikejutkan oleh jeritan seorang ibu yang sedang ditekan saraf refleksinya oleh sang herbalist. Seperti prinsip dasar refleksi yang umum, jika titik tersebut mempunyai kaitan penyakit dengan organ tubuh, maka akan terasa sakit jika ditekan. Kebetulan pasien yang sedang ada dalam penanganannya ini adalah penderita diabetes yang sudah cukup lama. Kaki ibu itu terlihat agak hitam sepeti gosong. Menurut pengakuan ibu itu, dalam kedatangannya yang kedua kali lalu sudah mengalami kemajuan yang signifikan. Hasil pemeriksaan dokter menunjukkan turunnya kadar gula darah, dan luka di kakinya berangsur sembuh. Bag Baheram menjelaskan, jika penyakit diabetes ini segera ditangani dengan ramuan herbal yang pastinya tidak mempunyai efek samping, maka peluang untuk sembuh sangat besar. Tidak itu saja, totokan pada saraf refleksi yang dilakukannya justru mengaktifkan pankreas agar bisa berproduksi seara optimal dalam menghasilkan insulin. Menarik dan logis! Pasien berikutnya adalah seorang ibu muda yang berjalan terpincang-pincang. saya membatin, sepertinya ibu ini menderita asam urat. Setelah herbalist menekan titik andalannya, melonjaklah si ibu dari kursinya. Ternyata benar, ibu ini menderita asam urat yang berada pada level cukup tinggi. Satu titik lagi membuat ibu ini menjerit. Ada ekstra penyakit ternyata... gangguan pada lambung. Dengan santainya sang herbalist bertanya. "Ibu habis minum kopi ya?" "Kok tahu pak?" ibu itu terperangah. "Hahaha... wong saya dukun!" jawab Bang Baheram sambil tertawa" Si ibu diam saja, dan "menikmati" sakitnya pijatan sang herbalist tersebut. "Sekarang mendingan bu?" tanya Bang Baheram. Si bu mengangguk, tidak menjawab tapi tampak di wajahnya sebuah rasa tenang dan nyaman. Akhirnya ibu itu pamit pulang dengan langkah lebih ringan dan wajah lebih ceria. Setelah pasien pergi, saya bertanya pada Bang Baheram, ilmu apa lagi yang dipergunakannya sehingga tahu makanan apa saja yang dimakan oleh pasiennya yang berhubungan dengan penyait yang dideritanya. Ternyata, dari jutaaan simpul saraf yang tersebar di kaki kita bisa menjadi indikator penyakit, berikut makanan apa yang telah dikonsumsi sehingga menimbulkan penyakit itu. Tentu membutuhkan jam terbang yang tinggi untuk menguasainya. Setelah berbincang mengenai program yang kami rencanakan, saya pulang ke rumah. Dua hari kemudian saya datang lagi membawa seorang teman yang adiknya akan dioperasi kelenjar getah bening tiga hari lagi. Tanpa berkata lain, Bang Baheram berkata agar pasien segera dibawa ke Lampung. Ia berpesan agar jangan samapi kelenjar tersebut bertemu dengan pisau operasi. Mlam itu juga teman saya meluncur ke Jakarta, dan kembali lagi tanpa istirahat dengan membawa adiknya ke Lampung. Malam harinya mereka datang. Adiknya tampak pucat dengan seskali memegang benjolan yang ada dekat lehernya. Sesampai di rumah Bang Baheram, tongkat kecil sang herbalist mulai beraksi. "Coba pegang benjolannya, makin lembut nggak?" tanya Bang Baheram pada adik teman saya itu. "Hmmm..iya" Jawabnya. Bang Baheram terus mencari-cari titik yang dirasanya perlu untuk ditekan. "Sekarang? makin lembut nggak?" tanyanya lagi. "Iya" jawab pasien. Agak lama Bang Baheram menekan-nekan titik-titik di kaki. Setlah itu ia duduk santai dan bertanya lagi. "Sekarang?" tanyanya sambil melihat ke arah pasien. "Hilang pak... lho?" jawab pasien bingung. "Hahaha...ya udah... pulang aja. Ini nanti racikannya direbus, aturanya ada ditulis di plastiknya" kata sang herbalist sambil tersenyum. Sementara si pasien masih meraba-raba kelenjarnya yang kini mengempis, rata dengan kulit sekitar lehernya. Setelah berbincang sebentar, rombongan pamit ke Jakarta lagi, dengan semangat dan harapan yang lebih baik, karena besok tidak lagi harus disentuh oleh pisau dokter yang akan mengoperasi kelenjar getah beningnya. Sungguh kebesaran Allah yang diamanahkan kepada manusia yang dipilihnya untuk menolong sesamanya. Saya berani menggunakan istilah menolong, karena sebagai seorang herbalist, Bang Baheram tidak pernah mengomersialisasikan ilmunya. Ia berprinsip bahwa ilmu itu buakan untuk diperdagangkan. Jika ada orang yang memberinya uang, ia anggap sebagai apresiasi terhadap keahlian yang dimilikinya. Jika pasiennya ternyata orang miskin, ia tidak akan menerima bayaran, bahkan memberinya obat herbal yang dibuatnya untuk mengobati si pasien tersebut. Tidak hanya itu, jiwa sosial herbalist ini sangat tinggi. Hal ini telah ditunjukkannya dengan memberikan pelatihan gratis kepada masyarakat di beberapa kecamatan dari beberapa kabupaten di provinsi Lampung seperti di Kabupaten Lampung Timur dan Kabupaten Pesawaran. Materi yang diberikannya adalah pengenalan jenis tanaman obat, dan deteksi penyakit dengan sistem refleksi. Tujuannya adalah agar masyarakat di daerah, khususnya yang tidak mampu berobat ke dokter dengan biaya mahal, dapat mengantisipasi penyakit dan mengobati penyakitnya dengan biaya murah karena menggunakan tanaman yang ada di halamannya. Idealisme Baheramsyah sang herbalist, seharusnya tidak saja menjadi inspirasi bagi masyarakat khususnya orang yang mempunyai keahlian aplikatif, melainkan menjadi khazanah yang dimiliki oleh Provinsi Lampung. Apalagi jika potensi ini digali dan dipelihara secara berkesinambungan, diharapkan akan menjadi salah satu potensi daerah Lampung, dan bukan tidak mungkin pula, obat herbal yang dibuat oleh Baheramsyah bisa menjadi Komoditas Provinsi Lampung dalam meningkatkan pendapatan asli daerah, jika dikelola dengan profesional, tepat guna dan amanah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun