Mohon tunggu...
Rahadian Faiz Kurniawan
Rahadian Faiz Kurniawan Mohon Tunggu... Konsultan - Keterangan

Menulis adalah sebuah kenyamanan hati bagi saya ( asalkan tidak menyinggung orang lain ). Artikel Favorit : https://www.kompasiana.com/rahadianfaiz/5c4ffb1baeebe11a7416baa2/mana-yang-lebih-utama-perbaikan-jembatan-rusak-atau-upgrading-jembatan-yang-masih-layak

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar Arti Toleransi melalui "Multi Religion Family" Putri Indonesia 2018

2 Januari 2019   15:31 Diperbarui: 3 Januari 2019   23:23 613
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sonia Fergina Citra Bersama Orangtua | Sumber : Merah Putih / Gregory Bionde

Sonia Fergina Citra, Putri Indonesia tahun 2018 berhasil membanggakan bangsa Indonesia melalui ajang kontes kecantikan Miss Universe 2018 dan berhasil masuk top 20 melalui kategori wildcard. Warga Indonesia sontak memberikan ucapan selamat kepada Sonia melalui akun instagramnya. Walaupun tidak berhasil untuk masuk top 10, tetapi prestasi Sonia menjawab keraguan sebagian orang yang mengatakan bahwa dia akan pulang ke Indonesia dengan tangan kosong.

Sebenarnya ada keunikan tersendiri dengan latar belakang Sonia, anggota keluarga intinya memeluk 4 agama yang berbeda. Sang ayah dan salah satu kakak perempuannya menganut agama Konghucu, sang ibu bersama Sonia dan salah satu kakak perempuannya memeluk agama Katolik, serta dua kakak laki-lakinya memeluk agama Islam.

Dalam sesi tanya jawab di top 20 Miss Universe 2018, Sonia diberi pertanyaan tentang toleransi beragama di keluarganya. Begini jawaban dari Sonia , "Tumbuh dalam keluarga dengan empat agama yang berbeda dan melihat banyaknya perbedaan budaya dan kurangnya toleransi beragama, genderisasi yang tidak rata, telah menjadi penyebab masalah-masalah di Indonesia dan juga persekusi. 

Hal tersebut telah menginispirasi saya untuk mengkampanyekan 'Be Diverse Be Tolerant' untuk mengajak semua orang agar merangkul perbedaan dan menghormati orang lain".

Kampanye "Be Diverse Be Tolerant"

Kampanye ini digagas oleh Sonia sendiri karena mempunyai pengalaman hidup di lingkungan "Multi Religion Family". Sikap saling menghargai dan menghormati terhadap sebuah perbedaan sudah dikenalnya sejak kecil. 

Melalui kampanye ini, Sonia berharap bisa membagi cerita dan memberikan inspirasi ke orang lain, agar bisa saling tolong-menolong tanpa harus memandang ras, agama serta suku bangsa. 

Selain itu, Sonia juga ingin mengajak warga Indonesia untuk menghindari sikap diskriminasi yang semakin hari, semakin banyak kasus yang terjadi tentang perlakuan tidak adil antar sesama. Hal -hal seperti ini sebenarnya bisa dimulai dari lingkup keluarga agar bisa membentuk karakter seseorang yang mempunyai sikap toleransi, contohnya adalah keluarga Sonia.

Keluarga Sebagai Pondasi Toleransi

Tidak bisa dipungkiri bahwa keluarga merupakan lingkungan sosial yang pertama kali dikenal oleh seorang anak. Interaksi sosial dimulai antara sang anak dengan orangtua. 

Sehingga orangtua mempunyai peranan penting dalam hal proses sosialisasi anak dengan lingkungan sekitar. Dalam hal ini, orangtua mempunyai 3 tugas dalam hal membangun karakter seorang anak yang bertoleransi.

Pertama, orangtua harus bisa memberikan panutan dan contoh yang baik. Salah satu sikap seorang anak adalah kebiasaan meniru sejak kecil. Ketika anak belum bersosialisasi dengan lingkungan di luar keluarga, secara otomatis mereka akan meniru apa yang dilakukan oleh orangtua. 

Hal ini menjadi catatan penting bagi orangtua untuk selalu berhati-hati dalam berbicara dan bersikap. Seorang anak yang mempunyai sikap diskriminasi dan intoleran bisa jadi disebabkan oleh cerminan sikap serta ucapan orangtuanya.

Kedua, tugas orangtua sebagai pembimbing anak. Orangtua bisa dikatakan sebagai seorang guru bagi sang anak sejak dilahirkan. Salah satu hal yang bisa diajarkan kepada anak adalah bimbingan agama. 

Salah satu akar dari sikap menghargai antar sesama adalah pemahaman tentang agama yang baik dan benar. Bukan hanya paham, hal tersebut juga harus dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari baik bagi orangtua maupun sang anak

Ketiga, orangtua harus mengawasi kegiatan anaknya. Anak zaman sekarang sudah mempunyai kebiasaan memegang gadget dan menonton televisi. Arus informasi dari internet maupun televisi terkadang mengandung hal-hal negatif, yang bisa saja mengajarkan sikap tidak menghormati dengan orang lain. 

Tugas orangtualah, untuk selalu mendampingi dan mengawasi konten serta tontonan yang dilihat oleh sang anak. Sehingga mereka bisa memilah mana informasi yang mengandung hal positif dan mana yang tidak.

Semoga melalui kisah Sonia, kita bisa belajar untuk arti penting dari rasa tenggang rasa antar sesama manusia yang dimulai dari lingkup keluarga. Hal tersebut bisa kita dapatkan jika orangtua bisa melakukan tugasnya dengan baik serta adanya komunikasi yang baik antar sesama anggota keluarga. 

Semoga para orangtua bisa menciptakan sebuah lingkungan keluarga yang mengajarkan sikap toleransi, saling membantu tanpa harus memandang perbedaan serta anti diskriminasi. 

Semoga di tahun 2019 ini, kasus-kasus tentang diskriminasi dan pelecehan terhadap ras, suku bangsa serta agama bisa berkurang demi menggapai tujuan Bhineka Tunggal Ika.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun