Kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto diramalkan akan gundul dalam kurun waktu 10 tahun mendatang. Dinas Kehutanan Kalimantan Timur, selaku pengelola melaporkan bahwa kawasan Tahura mengalami kerusakan sekitar 80%, artinya hanya tinggal sekitar 20% dari area tersebut yang bisa dikelola dan dimanfaatkan.Â
Kerusakan terjadi sebagian besar disebabkan karena penebangan liar dan penambangan sumber daya alam tanpa ijin. Aktivitas illegal tersebut dilakukan bukan hanya oleh orang luar tapi juga dilakukan oleh warga yang tinggal di sekitar hutan. Mereka melakukan eksploitasi tanpa menyadari bahwa hal tersebut bisa berdampak buruk bagi hutan yang dikenal sebagai paru-paru dunia itu.
Kekurangan Anggota Tim Patroli
Jumlah personel tim patroli di kawasan Tahura masih terbatas. Rusmadi, selaku Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Unit Pengelola Teknis Daerah (UPTD) Bukit Soeharto menuturkan bahwa tim patroli yang turun ke lapangan hanya melibatkan 5 personel saja. Jumlah tersebut dinilai kurang cukup, mengingat luas dari kawasan Tahura sekitar 60.000 hektar.
Terkadang, ketika para petugas akan melakukan penangkapan terhadap pelaku, mereka tidak takut untuk melawan karena jumlah mereka lebih banyak, apalagi tim patroli tidak dilengkapi dengan alat bersenjata.Â
Akhirnya tim patroli harus kembali ke kantor untuk memanggil anggota lain, tapi sayangnya ketika kembali ke tempat kejadian, para pelaku berhasil melarikan diri. Tentu saja beberapa hari kemudian para pelaku akan kembali melancarkan aksinya saat tidak ada patroli.
Pemasangan Kamera Pengawas
Kamera pengawas dipasang di sekitar kawasan konservatif Tahura, agar tim patroli lebih cepat dan tanggap melakukan tindakan penangkapan jika jejak pelaku terekam dari kamera tersebut. Tim pengawas CCTV bisa langsung menghubungi tim patroli di lapangan untuk menindak para pelaku, serta segera mengirimkan bantuan jika jumlah personel dirasa kurang.Â
Tim juga bisa mengetahui jalur keluar-masuk hutan dengan melihat rekaman video dari kamera pengawas, sehingga bisa menentukan area mana yang membutuhkan pengawasan ekstra. Rekaman video tersebut juga bisa dijadikan bukti guna penyelidikan lebih lanjut oleh pihak yang berwajib.
Sebenarnya program pemasangan kamera pengawas sudah dilakukan oleh tim Tiger Protection Unit WWF di Taman Nasional Teso Nilo, Provinsi Riau. "Camera Trap" digunakan untuk merekam informasi binatang yang dilindungi terutama harimau di taman tersebut.Â
Hal ini dilakukan karena habitat tempat mereka hidup mulai berkurang karena illegal logging dan perburuan liar sehingga masuk dalam daftar hewan yang terancam punah di Indonesia.
Pemda Kaltim dan pemerintah pusat seharusnya memberikan perhatian lebih terhadap permasalahan ini. Jumlah biaya pengeluaran untuk membeli perangkat komputer yang sudah terintegrasi dengan kamera pengawas tidaklah sedikit. Selain itu, penambahan jumlah sumber daya manusia yang bekerja sebagai tim patroli dan pengawas CCTV juga sangat dibutuhkan.
Sebaiknya area Tahura Bukit Soeharto dibedakan menjadi zona pengelolaan dan pemanfaatan. Pada zona pemanfaatan, pihak-pihak yang mempunyai izin dan masih berlaku bisa memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia di kawasan Bukit Soeharto, dengan catatan tanpa melakukan kerusakan.Â
Sedangkan pada zona pengelolaan, Dinas Kehutanan Kaltim beserta masyarakat sekitar bisa bekerja sama untuk memperbaiki kerusakan pada kawasan tersebut, contohnya melakukan penanaman pohon pada hutan yang telah gundul.Â
Edukasi dan sosialisasi tentang menjaga lingkungan juga sangat dibutuhkan oleh semua pihak. Jangan sampai sistem pemanfaatan dan pengelolaan kawasan ini dilakukan dengan cara yang salah dan kemudian malah memperparah kerusakan yang terjadi.
Semoga seluruh usaha dan kerja sama yang dilakukan oleh semua pihak dapat melindungi kawasan konservasi Tahura Bukit Soeharto serta bisa memberikan hasil yang positif, serta ramalan tentang habisnya kawasan ini tidak akan pernah terjadi di masa yang akan datang. Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI