Iseng? Bercanda? Pasti di benak kita terbayang kejadian lucu jika mendengar kata tersebut. Tapi, ada keisengan yang tergolong luar biasa dilakukan oleh anak mantan Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Tulung Bawang, Lampung.Â
Sang anak ditetapkan sebagai tersangka kasus penjualan blangko KTP elektronik melalui situs jual beli online dengan alasan iseng. Entah apa yang ada di pikiran pelaku sampai berani melakuan hal tersebut, apalagi dia adalah anak dari mantan pejabat daerah. Pelaku mengaku mencuri dokumen tersebut sejumlah 10 lembar dan menjualnya dengan harga Rp 50.000 per lembar.Â
Berkat keisengan tersebut, pelaku dijerat pidana penjara paling lama 10 tahun dengan denda paling banyak 1 milyar rupiah, sesuai dengan pasal 96 Undang -- Undang no 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan. Ada kemungkinan hukuman akan bertambah dengan tuduhan melakukan pelanggaran Undang -- Undang ITE.
Kelangkaan Blangko E-KTPÂ
Saya secara pribadi adalah salah satu warga negara yang mendapatkan pengalaman E-KTP belum jadi dengan alasan stok blangko E-KTP habis. Sampai kurang lebih 3 tahun lamanya, saya harus gigit jari menunggu kapan E-KTP saya jadi.Â
Timbul pertanyaan dibenak saya, apakah sulit proses untuk melakukan cetak ulang blangko tersebut? Toh negara sudah menyediakan anggaran yang cukup besar dalam hal pembuatan E-KTP di Indonesia.Â
Hal tersebut menunjukkan betapa lambat dan rumitnya proses birokrasi di Indonesia. Saya langsung membayangkan bagaimana nasib warga Indonesia di daerah terpencil jika saya yang hidup di wilayah perkotaan sempat tertunda untuk mendapatkan E-KTP karena kehabisan blangko.
Kelangkaan blangko E-KTP inilah yang dijadikan sebagai kesempatan bagi oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab lalu menggunakannya sebagai bahan jual beli.Â
Oknum tidak bertanggung jawab yang dimaksud adalah individu atau badan hukum yang tidak mempunyai hak mencetak, menerbitkan dan mendistribusikan blangko tersebut. Ternyata mereka bisa mencari celah hukum di Indonesia untuk mendapat keuntungan pribadi. Jujur saya merasa heran, jika seseorang membeli blangko tersebut, apakah status blangko tersebut masih sah?Â
Apakah orang tersebut tidak takut nanti dituduh melakukan tindakan illegal ketika membawa blangko sendiri, bukan dari pihak yang berhak untuk menerbitkannya?
Fungsi E-KTP Sebagai Syarat Mengikuti Pemilu
Pelaku melakukan jual beli blangko E-KTP dengan menunggu momen yang tepat, yaitu Pemilu yang akan segera diselenggarakan tahun depan. Menjelang Pemilu, penduduk Indonesia berbondong-bondong mengurus administrasi untuk pembuatan E-KTP yang baru, memperbarui KTP yang sudah expired atau menagih penyelesaian pembuatan E-KTP yang tidak kunjung jadi.Â
Berdasarkan Undang -- Undang nomor 7 tahun 2017 Pasal 348 ayat 1 tentang Pemilu, salah satu syarat warga Indonesia yang berhak untuk mengikuti Pemilu adalah memiliki E-KTP. Hal ini berbeda dengan persyaratan yang diajukan oleh negara yaitu sudah berusia 17 tahun atau sudah pernah menikah, tanpa ada prosedur administrasi yang menghalangi warga negara untuk memilih atau dipilih dalam Pemilu.Â
Permasalahan ini menyebabkan ribuan warga masyarakat daerah pelosok terancam untuk tidak mempunyai hak pilih karena belum mempunyai E-KTP. Seharusnya pemerintah harus tegas dan jelas dalam hal menetapkan peraturan dan persyaratan penyelenggaraan Pemilu.Â
Jika memang E-KTP seseorang belum jadi, apalagi alasan dibaliknya adalah kehabisan stok blangko E-KTP, sebaiknya pemerintah menyediakan jalan alternatif lain, misalnya menunjuk instansi terkait untuk menerbitkan surat keterangan E-KTP belum jadi dan memperbolehkan warga tersebut mencoblos di Pemilu menggunakan KTP yang lama.Â
Waktu penerbitan surat keterangan tersebut seharusnya tidak memakan waktu yang lama dengan proses birokrasi yang mudah. Hal tersebut dilakukan semata untuk memenuhi hak -- hak warga negara Indonesia untuk mengikuti pesta demokrasi "Pemilu".Â
Kejadian ini menyadarkan saya, ternyata fungsi E-KTP bukan untuk mempermudah proses administrasi kependudukan yang digembor-gemborkan sebelumnya oleh pemerintah, tetapi malah mempersulit warga negaranya yang berniat untuk menggunakan hak suaranya melalui Pemilu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H