Konflik utang-piutang antara mantan pasangan kembali menyeruak ke publik, kali ini melibatkan korban berinisial A dan mantan kekasihnya, berinisial R. Perjanjian utang tanpa bunga yang mulanya terlihat sederhana ini berubah menjadi sengketa ketika pelaku diduga melarikan diri, meninggalkan hutang sebesar Rp 36 juta yang dipinjamnya dari si korban. Peminjaman uang ini dilakukan dengan alasan mendesak, yakni kebutuhan operasi, dengan janji pengembalian Rp 1 juta dalam setiap satu bulan. Namun, hingga kini, pelaku tak kunjung melunasi utangnya dan bahkan tidak diketahui keberadaannya.
Menurut penuturan korban, pelaku secara persuasif membujuknya dengan alasan butuh biaya operasi. "Ia terus membujuk dan berjanji akan melunasi pinjaman," ujar korban saat diwawancarai (10/11/24). korban, yang kala itu masih memiliki hubungan baik dengan pelaku, akhirnya menyetujui permintaan tersebut tanpa menetapkan suku bunga dalam perjanjian.
Namun, janji tersebut rupanya tak kunjung terpenuhi. Sejak meminjam pada 2021, pelaku dilaporkan menghilang tanpa kabar, meninggalkan korban dan rekan-rekannya dalam kerugian. "Kami langsung mengambil tindakan untuk mencari dan melaporkan kejadian ini ke pihak berwenang," ujar A selaku korban (10/11/24).
Sayangnya, keluarga pelaku pun mengaku tidak mengetahui keberadaan anak mereka. Ketiadaan informasi lebih lanjut dari pihak keluarga semakin memperumit upaya pencarian yang dilakukan korban dan timnya.
Meski mengalami hambatan, korban menegaskan komitmennya untuk menyelesaikan masalah ini hingga tuntas. "Kami akan tetap berusaha mencari pelaku dan menyelesaikan masalah ini sampai selesai," ujarnya tegas (10/11/24). Harapan korban adalah agar kasus ini bisa segera menemukan titik terang, sehingga keadilan dapat ditegakkan dan hak-hak yang seharusnya ia terima bisa dikembalikan.
Kasus ini menggarisbawahi pentingnya berhati-hati dalam memberikan pinjaman, khususnya dalam hubungan personal yang sering kali mengandalkan kepercayaan. Tanpa adanya jaminan yang memadai atau suku bunga sebagai bentuk disiplin pembayaran, perjanjian utang cenderung lebih berisiko, terlebih jika pihak yang berutang memiliki niat untuk mengelabui.
kini A selaku korban terus memperjuangkan haknya, mengupayakan pencairan pinjaman melalui jalur hukum. Di sisi lain, pihak kepolisian pun diharapkan dapat membantu dalam pelacakan keberadaan pelaku. Jika pelaku ditemukan, proses hukum akan berfokus pada penuntutan untuk pengembalian dana yang telah dipinjam. Kasus ini menjadi pengingat bahwa dalam urusan finansial, proteksi hukum dan kesepakatan yang jelas sangatlah penting. Tak hanya bagi para pasangan, tetapi bagi siapa pun yang terlibat dalam perjanjian utang, agar keadilan dan keamanan tetap terjaga.
kemungkinan besar Pelaku memanfaatkan kedekatannya dengan mantan kekasih untuk memperoleh uang dengan cara yang tidak jujur, dengan alasan atau janji palsu terkait pinjaman. Setelah memperoleh uang, dia diduga melarikan diri dan tidak mengembalikannya atau bertanggung jawab.
Kasus seperti ini sering kali melibatkan manipulasi emosional, di mana seseorang memanfaatkan kepercayaan dan perasaan orang lain untuk mendapatkan keuntungan finansial. Ini juga bisa menjadi contoh betapa pentingnya berhati-hati dalam melakukan transaksi atau memberikan pinjaman kepada orang yang dekat, terutama jika hubungan itu melibatkan unsur emosi atau ketergantungan