Mohon tunggu...
Rachmat PY
Rachmat PY Mohon Tunggu... Penulis - Traveler l Madyanger l Fiksianer - #TravelerMadyanger

BEST IN FICTION 2014 Kompasiana Akun Lain: https://kompasiana.com/rahab [FIKSI] https://kompasiana.com/bozzmadyang [KULINER] -l Email: rpudiyanto2@gmail.com l IG @rachmatpy @rahabganendra

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Di Balik Sepiring Laksa Cihideung, Kuliner Tahun 1970an Khas Bogor

9 Juni 2023   18:30 Diperbarui: 9 Juni 2023   19:19 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di warung ala kampung ini tersimpan selaksa cerita romantisme para penikmatnya yang rindu masa lalu. Sepiring laksa, kuliner khas Bogor menyuguhkan kenikmatan laksa warisan turun temurun sejak tahun 1970 an. 

Jam sudah lewat dari angka 14.00 wib saat aku menginjakkan kaki di depan warung sederhana di pinggir jalan Cihideung, Cijeruk, Bogor, Rabu 7 Juni 2023. Warung yang tak bisa dilepas dari nama Pak Inin, perintis Laksa Cihideung.

Waktu, sudah lewat jam makan siang. Namun di dalam warung masih banyak orang yang menikmati makan siangnya. Sepiring laksa. Ruang di dalam warung lumayan lega. Kutaksir kapasitas warung ini lumayan, mungkin sekitar 40 an orang.

"Teh, laksanya masih?" tanyaku kepada perempuan muda berjilbab yang mengelap meja. Dia Teh Imas, pekerja di sini.

"Masih, berapa?" Tanyanya balik.

Alu mengangkat jari telumjukku. Memberi tanda, pesan satu porsi laksa.

Menunggu pesanan, aku duduk di salah satu kursi plastik. Kebetulan masih ada satu meja dengan 4 kursi yang kosong.

Aku memperhatikan area sekeliling. Ada sekitar 11 pembeli yang duduk di bagian dalam warung ini. Ada pula bale-bale yang bisa difungsikan untuk tempat makan lesehan.

Sementara di teras luar warung juga ada meja dan bale-bale bambu. Sederhana saja. Khas warung kampung. Maklum saja, lokasi warung di perkampungan. Desa Palasari.

Di dinding, berjajar puluhan foto-foto yang ditata rapi. Foto-foto jadul tentang warung ini. Nampak kusam namun masih terlihat situasi gambaran dalam foto. 

Foto-foto jadul di dinding Warung Laksa Pak Inin, Cihideung. Dokpri
Foto-foto jadul di dinding Warung Laksa Pak Inin, Cihideung. Dokpri
Aku tidak sempat bertanya pasti kisah masing-masing foto. Yang jelas, warung ini awalnya didirikan Pak Inin sekitar tahun 1970an. Pernah pindah warung sekali. hingga sekarang menempati tempat yang sekarang, yang ternyata masih ngontrak. 

Satu dinding lagi bermotif bata merah dengan tulisan besar, "Laksa Pak Inin".

Warung berdinding perpaduan tembok dan kayu dengan lantai cor-an semen. Dulunya lantai warung beralas tanah.  belum disemen.

Di bagian depan menghadap Jalan Cihideung, ada teras yang diperuntukkan sebagai dapur. Di sinilah laksa dimasak.

Ada pikulan dengan aneka isian laksa. Ada toge, kemangi, kupat. Di meja sisi lain memuat wadah oncom, tahu dan bihun.

Sementara di tengahnya ada dandang besar berpenutup yang berisi kuah laksa. Dandang kuah ini ada di atas bara kayu bakar. Menjaga agar kuah senantiasa dalam kondisi panas.

Untuk melihat detil warungnya, boleh nonton video reelsku ini ya.

Sepiring Laksa Cihideung

Akhirnya tiba juga, sepiring laksa pesananku. Ditaruh di piring. Yang mencolok adalah telur rebus yang udah dikupas, tahu satu buah dan serundeng kelapa di atas bihun. Kuahnya gak terlalu banyak. Berwarna kuning.

Sekilas mirip dengan kuliner toge goreng, yang juga banyak ditemui di Bogor. Sama-sama menggunakan toge dan lontong di dalam komposisi makanannya. Bedanya ada di kuahnya. Kuah laksa lebih kaya rempah-rempah.

Tak sabar aku mencicipin laksa yang tersaji dengan kepulan asap tipis itu. Untuk tahu saja, ini kali kedua aku makan laksa khas Bogor. Sebelumnya pernah makan laksa Bogor di dekat Situ Tonjong, Kemang, Bogor.

Menikmati Laksa Pak Inin, Cihideung. Dokpri
Menikmati Laksa Pak Inin, Cihideung. Dokpri
Bedanya ini pakai telur. Pantas saja harganya selisih Rp. 3000 dari harga laksa Pak Inin ini yang dibandrol Rp. 15.000. Masih murah ya.

Kuaduk-aduk laksanya. Ada aroma segar dari kuah dan togenya yang khas. Bihun putihnya cukup banyak. Berpadu dengan aroma daun kemangi.

Nikmat saat menikmati bihun dengan togenya, yang bercampur dengan kuah kuning. Kuah santannya kental, ada rasa gurih, asam, dan manis-manisnya sedikit.  Tahunya polos saja, namun lembut banget, Ini khas tahu Bogor.

Orang bilang, kuah santan laksa itu kaya bumbu rempah-rempah seperti kunyit, jahe, lengkuas, serai, dan lain-lain. Sehingga aroma dan rasanya lekat, kuat.

Dengan harga segitu, worth it lah dengan rasanya. Kuakui rasanya pas, untukku. Sengaja aku biarkan otentik, tanpa  tambahin sambal. Rasanya tahan lama, bahkan masih terasa laksa di lidah dan tenggorokan pasca sepiring tandas.

Mestinya semakin enak dinikmati dengan kerupuk. Sayang aku lupa ambil. Mungkin saking konsentrasi menikmati laksanya. Sepertinya juga akan makin nikmat kalau ada kacang tanah goreng.

Pantas saja, banyak pelanggan laksa ini yang sudah bertahan puluhan tahun, selalu beli di sini.

Romantisme Laksa Lebih Abad

"Saya sudah langganan lama ini. Sekitar tahun 90an," kata seorang pria gagah yang nimbrung obrolanku dengan Kang Darwin, cucu Pak Inin yang melayani pembeli.

Bapak itu, sebut saja Namanya Pak Usma ternyata tinggal di Tanah Sereal, tetanggaanlah denganku di Kawasan Curug.

"Wah sudah lama banget ya Pak. Kenapa kok suka laksa di sini?" tanyaku.

"Beda rasanya. Kuahnya rasanya beda. Lagi pula banyak pejabat Bogor yang ke sini," jawab Pak Usma.

Pejabat yang dimaksud itu antara lain, Wali Kota Bogor saat ini, Bima Arya, juga Wali Kota Bogor di zaman-zaman sebelumnya. Bahkan termasuk Danrem Bogor.

Laksa Bogor, memang menjadi kuliner khas yang banyak diburu saat orang-orang mampir ke Bogor. Kuliner ini menjadi salah satu ikon kuliner Bogor yang mudah ditemui di Bogor.

Ruang di dalam warung Laksa Pak Inin, Cihideung. Dokpri
Ruang di dalam warung Laksa Pak Inin, Cihideung. Dokpri

Cerita lain dari Kang Darwin yang setiap harinya melayani pembeli di warungnya, banyak pembeli adalah pelanggan lama.

Di bale bambu teras warungnya, aku dan Kang Darwin ngobrol. Menurt ceritanya, mereka datang membawa keluarganya atau kerabatnya.

"Ada yang langganan makan laksa di sini saat masih anak-anak. Eh sekarang sudah punya anak, masih suka datang ke sini," tutur pria berambut gondrong itu.

Dari cerita Kang Darwin, bisa disimpulkan bahwa Laksa Kang Inin atau Laksa Cihideung ini memiliki pecintanya yang setia. Tetap rindu untuk mencicipi Kembali gurih dan nikmatnya racikan turun temurun Laksa Pak Inin.

Dapurnya Laksa Pak Inin, Cihideung, Bogor. Dokpri
Dapurnya Laksa Pak Inin, Cihideung, Bogor. Dokpri
Sekilas Sejarah Laksa Bogor 

Dulu saat aku bermukim di Batam, aku tahunya laksa ala Malaysia dan Sinapura yang banyak dijual di kedai-kedai di Batam. Memang beda dengan Laksa Bogor.

Laksa sebenarnya bisa ditemukan di beberapa kawasan negara-negara di Asia Tenggara yakni di Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand.

Tentu saja masing-masing laksa dari keempat negara itu, memiliki ciri khasnya masing-masing. Ada tiga variasi modern laksa yang dikenal umum saat ini, yakni kari, Siam, dan Assam. Laksa kari bisa ditemukan di Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Laksa Siam ada di Thailand, dan Assam laksa ada di Penang, Malaysia.

Asal laksa sendiri, konon lahir dari warga Peranakan yang mencampurkan masakan China, yakni sup mie dengan rasa-rasa khas Asia Tenggara seperti santan hingga cabai. Jadilah laksa seperti yang kita kenal saat ini.

Nah sejarah yang mirip, juga pada laksa Bogor. Beragam sumber, menyebutkan bahwa Laksa Bogor campuran budaya kuliner masakan China, Arab, dan Betawi.

Bahan bihun dan tauge dikenal dalam  masakan khas China. Masakan Arab mengenalkan santan dan bumbu rempah-rempah. Sementara pengaruh dari masakan Betawi adalah, ketupat/ lontong dan kerupuk. Kolaborasi ketiganya menghasilakn Laksa Bogor yang kaya akan rasa dan aroma. Nikmat sekali.

Nah teman-teman suka laksa mana? Suka Laksa Betawi, Bogor, Malaysia, Siangapura atau mungkin ada kliner di tempat Anda yang mirip?

Boleh dong certain. Salam kuliner nusantara. 

@rachmatpy

Artikel Kuliner Lainnya

Kue Balok Legendaris, Subuh Jualan di Emperan Toko dan Habis dalam 2 Jam

Referensi:

Sejarah Laksa, Berawal dari Pernikahan Peranakan di Asia Tenggara

Sejarah Laksa Bogor Makanan Khas yang Berasal dari Campur Aduk 3 Budaya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun