Aku ingat-ingat lagi, perut baru kemasukan sarapan doang. Nasi goreng. Ya, Â pagi sebelum berangkat, sarapan nasgor bareng teman-teman lain di glamping.Â
Aku memang gak biasa sarapan berat, apalagi nasgor. Â Tadinya ikutan sarapan, karena mau hiking, butuh tenaga, jadi sarapan dah. Hehehe
Gawatnya lagi, saat mules, sungai dari aliran curug juga jauh.Â
"Bang, masih jauh curugnya?" tanyaku ke Bang Mamat, sang pemandu.
"Lumayan, masih lewatin pos 3," katanya.
Alamakkk. Perut kruwes-kruwes pulak. Mau "nongkrong" di antara pohon dan semak, kok risih, gak ada air. Lagian air minum mineral tinggal dikit.Â
"Tahan dulu bisa gak?" tanya Bang Mamat.
Aku hanya meringis. Lalu mencari batu kerikil di sekitar. Kupikir, aku harus pakai jurus  pamungkas, "kearifan lokal" yang sering kulakukan waktu kecil.
"Kantongi kerikil, kalau kebelet BAB." HahahaÂ
Lanjut jalan. Aku dan Bang Mamat memang di posisi terdepan. Teman-teman lain agak jauh di belakang. Gak kelihatan, diantara tikungan jalan dan tertutup pepohonan.
Aku juga rasa-rasain gigitan 4 pacet di kakiku. Awalnya risih dan geli. Tapi kubiarkan saja.Â