Sate kerbau  dan soto Kudus daging kerbau, di lidahku agak asing, karena faktor daging kerbaunya. Kalau soal nama soto kudus dan sate, pastinya familiar, dengan daging ayam untuk soto dan daging kambing untuk sate.Â
Justru  karena "asing" itu membuat lidah  para penjelajah rasa, terpicu penasaran mencecap sensaninya.
17 Maret 2023 sore hari, aku tiba di Kudus. Untuk kali pertama aku menginap di kota ini. Dulu, hanya lewat-lewat saja, saat ke Jepara dari Semarang.
Jarum jam di tanganku menunjuk hampir jam 19.00 wib. Waktunya makan malam. Aku bergegas dari Hotel Sunrise di dekat terminal bus Kudus, meluncur menuju warung sate di kawasan Jl. Kutilang gang 1 Kudus. Kata teman, itu salah satu warung sate legendaris yang ada di Kudus.
Beruntunglah tuh warung, menjadi tempat kali keduaku menikmati sate daging kerbau. Hehehe.
Kali pertama mencicipi sate kerbau, dibawain jauh-jauh dari Kudus ke Jakarta, yakni Mbakyu  Sri Subekti. Hmmm tahun berapa ya, udah lama. Yang jelas sebelum pandemi.
Sebelum lanjut baca, bolehlah tonton video Sate Kerbau Bumbu Serundengku di bawah ini.Â
Kuah Serundeng, "Something Different"
Memang warung sederhana itu  "something different". Ada beberapa hal "sesuatu" terkait eksistensi sate kerbaunya.
Warung itu namanya Warung Sate Kerbau 57, milik dan dioperasikan langsung Pak Sutrimo dan Ibu Siti Rochmah. Aku sempat ngobrol lama  malam itu, dengan Pak Sutrimo yang "grapyak", ramah.