Khasanah potensi wisata Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Danau Toba bukan hanya kekayaan alam yang pesonanya bak grafiti surga namun juga sejarah dan budaya adat istiadat nan tinggi. Kejelian, sinergi, terpadu dalam mengemas wajah Danau Toba, menjadi modal kunci menggemakan destinasi ini makin berkilau di kancah nasional dan global. Menggenjot potensi pariwisata Danau Toba, dan keberhasilan pengembangan ekonomi kreatif akan berdampak besar bagi kesejahteraan masyarakatnya. Â
PREDIKATÂ Danau Toba sebagai warisan dunia, Heritage of Toba, adalah pengakuan dunia internasional atas eksistensi Danau Toba. "Mutiara-mutiara" seperti aset-aset alam dan budaya kawasan Danau Toba, sangat bernilai untuk digali dan dikembangkan guna mendongkrak pariwisata. Sumber daya yang tak akan pernah habis untuk ditambang. Â
Â
Mutiara-mutiara Pesona dan Aksesbilitas Kawasan Danau Toba
Â
Mari kita tengok, ragam mutiara Danau Toba dari keindahan alam dan budaya adat istiadat di tanah Sumatera Utara ini. Mutiara pesona Danau Toba tersebar di 7 kabupaten yang bersentuhan langsung dengan Danau Toba, yakni Kabupaten Simalungun, Tobasa (Toba Samosir), Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Dairi, Karo dan Samosir.
Â
Andaliman atau merica Batak layak dipilih sebagai pembuka untuk mengenal mutiara tanah Sumatera Utara ini. Pasalnya rempah-rempah dari tanaman endemik Danau Toba ini menjadi kunci rasa di hampir semua masakan budaya kuliner Batak, seperti Arsik, Saksang, Mi Gomak, Natinombur, Tanggo-tanggo, Naniura, dan masih banyak lagi. Perannya dalam masakan kuliner Batak sangat signifikan di adat Batak.
Â
Bahkan sosok "Pelestari Andaliman" bernama Marandus Sirait sekaligus penerima Kalpataru tahun 2006 dengan Taman Edennya mengatakan, "Kalau orang Batak menggelar pesta, tidak ada andaliman, maka itu bukan sebuah pesta Batak."
Â
Mau menikmati keindahan Danau Toba yang memiliki panjang 100 km dan lebar 30 km dan kedalaman berkisar 500 meter dengan ketinggian permukaan sekitar 900 meter ini? Video teaser Youtube Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) berjudul The Heart Beat of Toba, cukup memberi gambaran nuansa keindahan, kesakralan Danau Toba.Â
Spot terbaik ada di Menara Pandang Tele yang menghubungkan Bukit Barisan dengan Samosir. Dari atas menara ini, salah satu bagian kecantikan paras Danau Toba, akan terlihat indah. Kalau beruntung, bisa melihat kumpulan awan yang menjatuhkan air hujan dari sisi atas awan.
Â
Tahu foto dan berita viral tentang Patung Yesus di Bukit Sibea-bea belakangan ini? Itu adalah objek wisata rohani di Samosir yang sedang digarap Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).Â
Mau menikmati air terjun? Ada Air Terjun Sipiso-piso, di  Desa Tongging, Karo. Air terjun ini salah satu air terjun tertinggi di Indonesia dengan ketinggian 120 meter.Â
Ingin bermain pasir putih? Ada Pantai Pasir Putih Parbaba di Desa Huta Bolon, Pangururan, Samosir. Ada beragam wahana seperti jet ski, banana boat, dan sepeda air. Lihat 'sunset' bisa dari Bukit Holbung atau Bukit Teletubbies di Kabupaten Samosir.
Di Desa Lumban Suhi Suhi, Samosir bisa dijumpai penenunan kain ulos berkualitas. Di Desa Tomok, Pulau Samosir, banyak rumah adat khas Suku Batak, makam raja-raja kuno, serta benda-benda peninggalan leluhur zaman megalitikum. Ada juga jejak Presiden RI ke-1 Ir. Soekarno di Kota Parapat, tempat beliau diasingkan di pesanggrahan milik perkebunan Belanda.
Â
Sementara dari sisi infrastruktur, "karpet merah" sudah digelar untuk Danau Toba sejak ditabuhnya genderang pembangunan kawasan Danau Toba. Itu setelah penetapan Danau Toba sebagai salah satu Destinasi Super Prioritas atau DSP Toba bersama destinasi Wonderful Indonesia lainnya, Â yakni Borobudur, Jawa Tengah, Mandalika, Nusa Tenggara Barat, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, dan Likupang, Sulawesi Utara. Di destinasi tersebut, pariwisata dikemas dengan ekosistem ekonomi kreatif yang melibatkan warga setempat. Â
Â
Percepatan pembangunan dan sarana pendukung di kawasan Danau Toba sudah digenjot oleh Kementerian PUPR. Pada tahun 2020, dialokasikan anggaran pembangunan infrastruktur untuk pengembangan KSPN Danau Toba sebesar Rp 1,33 triliun. Dana digunakan untuk pembangunan Jalan Lingkar Samosir, Jembatan Tano Ponggol, Revitalisasi Danau Toba, Instalasi Pengolahan Air, Sanitasi, dan Penataan Kawasan Tepi Danau Toba. Jembatan Tano Ponggol adalah jembatan penghubung daratan Sumatera ke Pulau Samosir  dengan panjang total 294 meter. Â
Â
Sisi fasilitas infrastuktur pembangunan dan sarana, sudah cukup siap untuk mendukung aksesibilitas guna menjangkau ragam destinasi kawasan Danau Toba.
Mengemas Wisata dengan Storynomics Tourism
Â
Kesiapan infrastruktur dan sarana hotel, penginapan dan fasilitas lainnya yang bersifat komersil, seperti rumah makan cukup terakomodir. Selanjutnya menggali potensi wisata Danau Toba, "mutiara" sumber daya manusia dan budaya melalui pendekatan budaya yakni pendekatan storynomics tourism. Dengan storynomics tourism, wisatawan disuguhkan narasi, konten kreatif, living culture, yang memuat kekuatan budaya untuk mengenalkan destinasi. Mengoptimalkan cerita-cerita di balik obyek wisata.
Â
Storynomics tourism yang digiatkan oleh Kemenparekraf perlu diperkaya. Digali terus menerus. Merangkul tetua-tetua adat Batak yang mengenal baik adat istiadat budaya Batak, sampai melakukan eksplorasi budaya Batak yang intens.
Sumber-sumber dari sejarawan, cerita turun temurun dari mulut ke mulut di dalam komunitas adat warga, akan membuat narasi semakin beragam dan komprehensif. Setiap kisah-kisah di balik keindahan alam, atraksi budaya, filosofi kuliner Batak, pitutur, legenda mistis di balik kejadian terciptanya tempat, juga kisah budi pekerti yang diturunkan turun temurun akan makin memiliki "ruh" dan greget.
Kisah tentang legenda terbentuknya Danau Toba mungkin masih belum banyak diketahui. Narasi bisa dibangun tentang pemuda Toba dan ikan mas yang berubah menjadi wanita yang cantik. Demikian pulalegenda patung Si Gale-gale dengan ragam versi bisa semakin memperkaya narasi. Narasi versi legenda seorang wanita bernama Nai Manggale menarik diulik. Â Di Desa Wisata Tomok, Simanindo, Samosir menyuguhkan atraksi Sigale-gale. lengkap dengan muatan budi pekerti yang disampaikan oleh "sang dalang".
Â
Kisah tentang wastra, kain tenun khas Batak, ulos juga memuat nilai-nilai filosofis yang menarik untuk digali. Ulos memiliki aspek tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Batak. Dinobatkannya ulos sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO, menjadi bukti bahwa ulos memiliki keunikan sekaligus sumber inspirasi adat Batak.
Â
Narasi kisah kuliner, seperti olahan Ikan Arsik tak kalah menarik. Di balik lezatnya arsik ada status bagian penting dalam adat Batak. Konon jumlah ikan yang dihadirkan dalam tiap hantaran Arsik punya makna berbeda-beda.
Â
Narasi itu bisa divisualisasikan lebih memikat, dilakukan sesuai tren pada zamannya. Sesuai segmen wisatawan saat ini. Contoh, format yang lazim yakni video dan model komik digital, rasanya lebih cepat "masuk" ke benak calon wisatawan kalangan generasi saat ini. Konten-konten itu harus didistribusikan meluas melalui berbagai platform digital. Jika kecantikan Danau Toba cukup membanggakan, influencer gratis dari warga domestik dan diaspora warga Batak, sangat mungkin secara sukarela mengunggah Danau Toba melalui akun medsos mereka.
Â
Galakkan Gastronomy Tourism Â
Â
Narasi dari konten-konten kuliner Batak, semakin memikat bila disertai dengan wisata Gastronomy. Wisatawan disuguhkan perjalanan yang berhubungan dengan makanan ke suatu daerah dengan tujuan rekreasi. Wisatawan bukan saja mengetahui kisah-kisah adat kuliner, namun sekaligus turut merasakan pengalaman proses belajar budaya yang berbeda. Misal, ikan Arsik bukan sekadar makanan untuk dinikmati namun juga sebagai atribut yang berhubungan dengan produk pariwisata.
Lihat saja Gordon Ramsay, koki Selebriti kelahiran Skotlandia yang sedemikian tertarik belajar masak rendang di Sumatera Barat yang disiarkan televisi internasional bergengsi.
Memasak menggunakan tungku dan peralatan tradisional lain, lalu makan dengan cara orang setempat, itu sangat diminati wisatawan. Apalagi kalau ada penjelasan proses seperti asal usul makanannya.
Dampak Pengembangan Kreatif DSP Toba
Â
Peningkatan wisatawan tentu akan berdampak juga secara langsung bagi warga lokal. Dimana warga banyak dilibatkan sebagai pelaku wisata. Lapangan kerja meningkat, peluang usaha makin banyak. Paralel dengan itu, pemberdayaan warga setempat berkembang melalui industri kreatif yang semakin tumbuh.
Â
UMKM makin bergeliat memproduksi barang-barang kebutuhan wisatawan bernuansa khas Batak, sebagai suvenir, maupun kebutuhan lainnya. Produk-produk kain ulos, beragam cinderamata, sampai kuliner khas  Batak bisa semakin berkembang, dan mendatangkan rezeki bagi para pelaku wisata warga setempat. Pemerataan kesejahteraan masyarakat melalui sektor pariwisata dan ekonomi kreatif lambat laun bisa tercapai.
UMKM berperan signifikan sebagai salah satu penopang perekonomian Indonesia. Melansir dari situs Kemenkeu, Kontribusi UMKM terhadap PDB sebesar 61,1 persen di tahun 2018. Sebanyak 99,99 persen pelaku usaha di Indonesia adalah pelaku UMKM. Selain itu, daya serap tenaga kerjanya mencapai 97 persen.
Peran Kemenparekraf sebagai komandan pengembangan industri kreatif penting untuk mengakselerasi semua itu. Kemenparekraf bisa menggandeng pihak swasta, dan pelaku wisata dan masyarakat setempat untuk saling berpadu merawat ritme pariwisata Danau Toba senantiasa bergaung.
Â
Oleh karenanya gelaran event skala nasional dan internasional sangat penting. Festival Danau Toba Sumatera Utara yang sudah digelar sejak 1970-an, yang awalnya disebut Pesta Danau Toba dan menjadi agenda tahunan unggulan Pemerintah Provinsi Sumut harus digenjot dengan kemasan semakin kreatif dan kontinyu.
Â
Bisa dengan event olahraga, marathon, triathlon atau bersepeda, rally, seperti Tour de Singkarak yang diselenggarakan setiap tahun di Sumatra Barat. Kawasan Danau Toba memberi banyak pilihan rute, dengan tempat-tempat wisata yang menawan. Eksplorasi kreatif  adat-istiadat, budaya Batak berkesempatan disuguhkan dalam gelaran acara berskala besar.
Â
Potensi kawasan Danau Toba sangat mungkin dioptimalkan. Gregetnya bisa tak kalah dengan Raja Ampat ataupun DSP lainnya, menuju "Bali Baru". Danau Toba pun berpotensi besar menjadi wisata dunia Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE) seperti laiknya pariwisata di negara maju. Dunia MICE menoleh ke Indonesia, MICE di Indonesia Aja, di DSP Toba, kenapa nggak?
Semoga.
Â
*Rachmat Pudiyanto
Â
Referensi: