Masalahnya apakah segampang itu untuk mengembangkan pelabuhan di titik-titik daerah yang membutuhkan, sementara APBN kita sangat terbatas untuk mendukung investasi pembangunan infrastruktur pelabuhan?
Investasi Pelabuhan, Salah Hitung, Rugi!
Ada beberapa kendala besar dalam pengembangan pelabuhan di Indonesia, selain masalah geografis yakni soal keterbatasan akses daerah terpencil, perbedaan karaketeristik wilayah serta ketidakseimbangan pusat pertumbuhan antar daerah. Sementara kalau dari sisi investasi masih ada keterbatasan APBN dan kurangnya keterlibatan atau partisipasi pihak swasta.
Keterbatasan APBN itu disadari Pemerintah hingga menggandeng pihak swasta untuk terlibat dalam proyek pengembangan pelabuhan. "Gayung bersambut" minat swasta terbilang tinggi. Hanya saja investasi di bidang pelabuhan ini masih banyak kendala yang dihadapi dan perlu sinkronisasi. Diantaranya adalah soal pertaruhan dana yang besar, soal regulasi, serta kepastian hukum berusaha.
Ya, memang perkara investasi pelabuhan bukan uang kecil. Setidaknya ada tiga bagian yang perlu dana besaar, seperti capital dregging alur dan kolam pelabuhan, pembangunan break water dan rambu-rambu pelabuhan. Ditambah lagi  dalam lingkungan daratan menyangkut soal  pembebasan lahan/tanah/reklamasi, pembangunan dermaga dan fasilitasnya, terminal penumpang, lapangan peti kemas, gudang-gudang dan masih banyak lagi.
Tak heran kalau pihak swasta harus berhitung cermat soal besarnya dana investasi. Besarnya pertaruhan biaya membangun pelabuhan ini ditegaskan oleh Febry, Ketua Asosiasi Pelabuhan Indonesia dalam tayangan program The Nation, "Sinergi untuk Bahari" Â di Metro TV pada 30 November 2020 lalu.Â
"Swasta harus berhati-hati, jika swasta salah hitung akan berdampak banyak sekali," kata Febri.
Apa yang diungkap Febri itu menegaskan perlunya pihak swasta dalam berhitung. Jika salah hitung akan berdampak banyak sekali. Mengingat pengembalian modal untuk modal investasi kepelabuhanan sangat lama.
"Gak bisa hanya bicara 5 atau 10 tahun. Mungkin 15 atau 20 tahun bahkan 30 -- 35 tahun. Atau lebih. Bayangin menanam modal, tetapi baliknya 40 tahun," kata Febri.
Kesulitan yang dihadapi pihak swasta lainnya adalah soal birokrasi menyangkut perijinan berusaha bidang pelabuhan. Menurut Febri, pihak swasta itu tak pernah mau melanggar peraturan kalau melakukan investasi atau berusaha. Menurutnya terkadang soal perijinan kita itu saling tumpang tindih. Ini yang membuat tidak sederhana yang pada akhirnya menyita banyak waktu hanya untuk sinkronisasi terhadap semua peraturan, perundang-undangan dan perijinan membangun sebuah pelabuhan.