Mohon tunggu...
Rachmat PY
Rachmat PY Mohon Tunggu... Penulis - Traveler l Madyanger l Fiksianer - #TravelerMadyanger

BEST IN FICTION 2014 Kompasiana Akun Lain: https://kompasiana.com/rahab [FIKSI] https://kompasiana.com/bozzmadyang [KULINER] -l Email: rpudiyanto2@gmail.com l IG @rachmatpy @rahabganendra

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Ode untuk Andaliman

22 April 2019   19:21 Diperbarui: 22 April 2019   21:38 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bergerombol. Berwarna hijau. Bulat kecil-kecil. Sekali mengunyahnya, lidah akan dibuat tercengang dengan cita rasa "strong" yang sulit dirangkum dalam satu diksi rasa. Inilah rempah khas Batak dengan cita rasa terlengkap sedunia dari Danau Toba. 

Rasa pedas, mint dan getir itulah paduan cita rasa rempah andaliman.  Cita rasa etnik yang terbentuk, dari kondisi area letusan di kawasan danau vulkanik terbesar di dunia, Danau Toba. 

Kini potensi andaliman sebagai rempah 'sakti' terus digeber perannya di tingkat lebih luas hingga mendunia. "Nyanyian" mempromosikan andaliman dikumandangkan tanpa henti. Bukan saja diobsesikan terhidang sebagai ragam menu di meja-meja restoran penjuru dunia namun ada dampak signifikan bagi perekonomian masyarakat, pelestarian lingkungan, hingga mengatasi pemanasan global. Luar biasa bukan? 

Andaliman. (Foto GANENDRA)
Andaliman. (Foto GANENDRA)
Aneka produk berbasis andaliman. (Foto GANENDRA)
Aneka produk berbasis andaliman. (Foto GANENDRA)
Andaliman. Sebelumnya aku sudah kenal lama dengan cita rasa rempah yang dikenal sebagai "merica Batak" ini. Setiap makan olahan arsik ikan mas, cita rasa khas dan aroma andaliman ini sangat dominan terasa. Efek terhadap rasa masakan, memang sungguh menakjubkan. Memberikan pengalaman rasa yang benar-benar 'something different". Apalagi di lidah perasaku, lidah khas orang Jawa yang seumur-umur tak kenal rempah endemik asal Sumatera Utara ini.

Kalau tak salah ingat, mungkin tiga tahun lalu, aku baru tahu bentuk sejatinya andaliman. Saat itu seorang kawan etnis Batak, yang memberi 'segerombol'. Berwarna hijau, bulat kecil-kecil tak beraturan. Aromanya wangi tipis-tipis. Waktu itu, aku  memberanikan diri menggigit rempah jenis tumbuhan Zanthoxylum Acanthopodium "suku jeruk-jerukan"  itu secara langsung. Sebutir.  

Rasanya? Lidah perasa getirku bereaksi paling cepat. Diikuti sedikit pedas dan segar/ mint. Ada berasa sedikit kebas. Unik dan etnik.  Pengalaman rasa itu, lengket di kepala tiap mendengar kata "Andaliman." 

Tentu saja rasa hardcore-nya itu membuatku semakin suka menikmati makanan beraroma andaliman. Namun yang jelas, aku gak bakalan lagi menggigit langsung andaliman tanpa dicampur dalam masakan. Tentu saja, andaliman bukan buah siap santap tho?

Andaliman, Rempah Endemik Simbol Budaya Batak

"Kalau orang Batak menggelar pesta, tidak ada andaliman, maka itu bukan sebuah pesta Batak,"  kata Marandus Sirait, yang beken di Toba sebagai sosok pelestari Andaliman saat acara "Andaliman Talkshow" di Almond Zucchini, Jakarta Selatan pada Sabtu, 6 April 2019.

Acara itu digelar oleh Yayasan DR. Sjahrir  didukung Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Utara,  dan Kantor Utusan Khusus Presiden Bidang Pengendalian Iklim.

Marandus Sirait, yang beken di Toba sebagai sosok pelestari Andaliman saat acara
Marandus Sirait, yang beken di Toba sebagai sosok pelestari Andaliman saat acara
Pernyataan Marandus itu jelas mengindikasikan, kalau andaliman mempunyai posisi strata penting bagi orang Batak. Meski menurutnya tak sedikit orang Batak yang kurang mengenal lebih jauh tentang potensi, budaya keunikan andaliman. 

Budaya kuliner Batak, adalah rumah paling dikenal untuk andaliman. Cita rasa andaliman ditemukan hampir di semua masakan budaya kuliner Batak. Sebut saja Mi Gomak, Arsik, Saksang, Tanggo-tanggo, Naniura, Natinombur dan masih banyak lagi. Semua jenis masakan itu menggunakan andaliman. 

Bukan hanya dikonsumsi sehari-hari, masakan Danau Toba juga digunakan dalam upacara adat.  Seperti disampaikan oleh Dr. Ir. Hj. Wan Hidayati, M.Si selaku Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Utara, yang menjadi salah satu narasumber di acara yang digagas oleh Yayasan DR. Sjahrir itu.

Dr. Ir. Hj. Wan Hidayati, M.Si selaku Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Utara. (Foto GANENDRA)
Dr. Ir. Hj. Wan Hidayati, M.Si selaku Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Utara. (Foto GANENDRA)
Ibu Hidayati  mencontohkan masakah Tasak Telu dan Sop Manuk Mbentar. Menurutnya Tasak Telu dulunya adalah salah satu makanan yang sangat populer sebagai makanan yang disajikan saat pertemuan suci, baik dalam keluarga atau juga kerja adat atau lakon yang dilakukan oleh masyarakat dahulu untuk menghormati serta menghargai orang tua dan juga nenek moyang mereka.

Dalam pertemuan suci itu, dilantunkan doa ritual yang kudus nan suci dibacakan untuk memberikan keberkahan melalui tasak telu kepada orang yang menikmatinya.

Uniknya, masakan Talak Telu itu selalu didampingkan dengan nasi, gulai ayam, atau juga dengan Sop Manuk Mbentar.  Nah kalau masakan Sop Manuk Mbentar merupakan masakan keluarga khusus untuk merayakan hari suci, ulang tahun di wilayah kaki Gunung Sinabung.

Sup ini merupakan simbol suci dan keagungan, biasanya dimasak oleh orang yang merayakan ulang tahun atau yang mau melaksanakan ibadah suci kepada Tuhan sebagai perantara lalu dimakan.

Menurut Bu Wan Hidayati, salah satu makna yang sangat penting adalah untuk menjaga diri dari segala sikap buruk yang dimiliki oleh setiap manusia. Hal yang unik adalah gak sembarang usia bisa memasak menu ini. Hanya yang sudah berumur diatas 40 tahun. Suatu yang sangat sakral bagi orang yang melaksanakan ritual tersebut.

Apabila untuk merayakan ulang tahun, masakan ini disajikan kepada orang tua. Tata caranya, pertama disuguhkan kepada Ayah sebagai Simada Dareh, lalu kepada ibu sebagai Simada Kula. Angka 11 dan 16 adalah makna bersatu, jaya, dan penuh berkah.

Acara
Acara
Mengenal Andaliman, Tanaman di Area Danau Vulkanik 

Andaliman tumbuh di kawasan Danau Toba Sumatera Utara.  Danau Toba merupakan danau vulkanik terbesar di dunia. Panjang 87 km dan lebar 27 km. Toba Caldera Geopark meliputi area 7 Kabupaten yakni Simalungun,  Tapanuli Utara, Toba Samosir (Tobasa), Samosir, Humbang Hasundutan, Karo dan Dairi.  Untuk kedalaman Danau Toba sekitar 500 meter. Kedalaman itu tercatat sebagai danau terdalam di dunia.

Andaliman adalah geo produk dari hasil letusan yang terjadi di masa silam di Toba Caldera Geopark yang menempati area 3.658 km2.  Cita rasa unik andaliman adalah kondisi area hasil  letusan itu.

"Ternyata ketika terjadi letusan, tumbuhan menyesuaikan dengan kondisi yang ada, dengan cita rasa khas,"  kata Bu Hidayati, saat di acara.

Bu Hidayati menyebutkan banyak tumbuhan yang tumbuh menyesuaikan kondisi ledakan itu. Selain andaliman ada terung belanda,  markisa ungu, jeruk manis karo, mangga samosir dan lain-lain. 

Untuk mengenal karakteristik tanaman andaliman ini, tak lepas dari sosok Marandus Sirait, sang pelestari Andaliman di Toba. Sosok Marandus adalah salah satu orang Batak yang berdedikasi untuk melestarikan dan mengembangkan andaliman lebih serius. Dedikasinya untuk andaliman dan lingkungan hidup itu sempat diapresiasi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2006 dengan penghargaan  Kalpataru Lingkungan Hidup.

Semangatnya untuk memajukan daerah, meningkatkan potensi pangan lokal, serta cita-cita meningkatkan taraf hidup petani local membuat Marandus bertekad menumpukan harapan pada andaliman. Meski mengaku tak tamat SMA dan "kuliah" setahun tanpa universitas, Marandus jeli melihat potensi andaliman. Dia yakin andaliman menjadi pintu keluar untuk banyak solusi bagi peningkatan perekonomian hidup masyarakat Batak.

"Lebih baik menanam sebatang pohon di alam terbuka daripada menyimpan sebatang emas di dalam lemari besi terkunci," filosofi yang dipegang kuat Marandus. 

Marandus Sirait. (Foto GANENDRA)
Marandus Sirait. (Foto GANENDRA)
Oleh karena itulah Marandus tak ragu,  menyulap tanah warisan dari orang tuanya untuk berbudidaya andaliman dan tanaman lainnya. Tanah seluas 55 hektare di Desa Sionggang Utara, yang berlokasi tak jauh dari Danau Toba, dikemasnya menjadi "Taman Eden 100." Taman untuk budidaya beragam tanaman.  Angka 100 menunjukkan jenis tanaman yang dibudidayakan di area milik Marandus, seperti alpukat, labu madu, ara dan terpenting pohon  andaliman.

Upaya Marandus itu didukung oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Utara,  Kantor Utusan Khusus Presiden Bidang Pengendalian Iklim dan Yayasan DR. Sjahrir.

"Orang Batak bisa teriak karena andaliman," kelakar Marandus mengawali cerita tentang andaliman.

Menurutnya, andaliman hanya dapat tumbuh dengan bagus di ketinggian 1100 -- 1600 mdpl. Di kawasan Danau Toba, tak semua tempat, andaliman bisa tumbuh. Apalagi di daerah lain di Indonesia. Dia merupakan tanaman hutan yang "manja."

"Tanaman yang butuh tanaman lain untuk pelindung," jelas Marandus.

Biji Andaliman (Foto GANENDRA)
Biji Andaliman (Foto GANENDRA)
Biji andaliman. (Foto GANENDRA)
Biji andaliman. (Foto GANENDRA)
Di lokasinya, andaliman biasa ada diantara tanaman kopi. Pohonnya berduri di batangnya dan merupakan tanaman perdu. Pohon andaliman juga cocok tumbuh di perbatasan antara hutan rakyat dan negara. Sebenarnya tanpa perawatan yang rumit, andaliman bisa tumbuh. Dibiarkan saja dia bisa tumbuh sendiri, asal di lingkungan dan ketinggian yang cocok.

Biasanya panen puncak pada bulan  Februari-April. Itulah sebabnya di bulan-bulan itu harga andaliman perkilogramnya bisa sangat murah. Berbeda pada bulan Agustus, November harga bisa mencapai RP. 200/ kg sedangkan pada Desember harganya naik cukup signifikan sampai Rp. 500 ribu/ kg, seiring banyak perayaan seperti Natal.

Marandus membudidayakan andaliman di area miliknya, dengan melakukan pembibitan. Marandus bersama kelompok-kelompok tani memperbanyak tanaman andaliman. Belakangan andaliman ini diolah menjadi banyak produk kreatif dengan aneka turunannya. Di bawah nanti aku uraikan lebih jauh produknya.

Andaliman, Potensi Wisata  Pembawa Harapan 

Tau kan, kalau Danau Toba itu masuk dalam Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)?

Danau Toba, Sumatera Utara, dinyatakan sebagai KSPN bersama 9 destinasi KSPN lainnya, yakni Tanjung Kelayang (Bangka Belitung), Mandalika (Nusa Tenggara Barat), Wakatobi (Sulawesi Tenggara), Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Tanjung Lesung (Banten), Borobudur (Jawa Tengah), Bromo Tengger Semeru ( Jawa Timur), Pulau Morotai (Maluku Utara), dan Labuan Bajo (Nusa Tenggara Timur).

Danau Toba. (Foto GANENDRA)
Danau Toba. (Foto GANENDRA)
10 destinasi itu menjadi pariwisata prioritas yang menjadi andalan untuk meraih wisatawan. Lalu apa hubungannya dengan andaliman?

Berhubungan banget. Aku cerita sedikit saat November 2018 lalu, blusukan di kawasan Danau Toba bersama Kementerian Pekerjaan umum dan Perumahan Rakyat. Aku mengunjungi proyek-proyek infrastruktur Kemen PUPR yang sedang digenjot untuk mendukung status KSPN Danau Toba.

Ada proyek jembatan Ponggol yang menghubungkan ke Pulau Samosir. Ada pelebaran jalan di kawasan Tele, ada juga pembangunan pedestrian di Muara Toba, dan lain-lain. Semua itu untuk memperlancar kawasan sebagai destinasi yang memikat untuk wisatawan.

Sempat juga keliling ke beberapa tempat seperti Samosir, Tomok, Balige, Parapat, Simalungun.  Nah, sepanjang aku lewat kawasan itu, nyari-nyari kuliner khas, tentunya selain kuliner di lapo-lapo non halal. Mau beli oleh-oleh getu. Ternyata susah euyy. Aku pikir belum banyak digali dan dieksploitasi soal kuliner khas Danau Toba. Kalau kerajinan dan aksesoris sudah lumayan mudah ditemukan. 

Padahal kalau kawasan wisata, idealnya didukung dengan produk khas daerah tersebut, baik kuliner maupun kerajinan setempat. Menurutku itu penting. Ye kan?

Tapi bisa jadi karena aku kurang detil mengeksplornya, secara memang sambil lalu aja, di tengah jadwal kunjungan. 

Eh ternyata Danau Toba memang sedang bergeliat menggali dan memproduksi produk khas, terutama kulinernya.

Aku saat berkunjung ke Danau Toba Simalungun November 2018 silam. (Dokpri)
Aku saat berkunjung ke Danau Toba Simalungun November 2018 silam. (Dokpri)
Menurut Ibu Hidayati, ada 9 portofolio produk yang meliputi alam 35% (wisata bahari, ekowisata, wisata petualangan), budaya 60% (wisata warisan budaya dan sejarah, wisata belanja dan kuliner, wisata kota dan desa) dan buatan manusia 5 % (wisata MICE, wisata olahraga, obyek wisata terintegrasi).

Prosentase khusus portofolio budaya termasuk budaya kuliner menempati prosentase tinggi sebesar 45 %. Sementara wisata warisan budaya dan sejarah sebesar 20% dan wisata kota dan desa sebesar 35%. Cukup besar potensinya. Dan itu jelas sangat potensial untuk dikembangkan guna menarik para wisatawan.

Untuk data kunjungan wisatawan, tercatat data pada Februari 2019, wisatawan Malaysia menempati angka pengunjung terbanyak dengan jumlah kunjungan 10.950 kunjungan atau 46,91 % dari total wisatawan yang berkunjung ke Sumatera Utara.

Lalu seperti apa keragaman kuliner yang ada di Sumatera Utara?

Ibu Hidayati memberikan data ilustrasi bahwa keragaman kuliner masakan Sumatera Utara berdasarkan daerah dan suku yang menghuni, dapat dibagi menjadi 6 masakan sub-khas.

1).  Masakan Melayu, yaitu masakan yang berasal dari daerah pantai, baik Medan, Langkat, Binjai atau sekitarnya. Misalnya Kerabu Toge dan Buah Malaka. 

2). Masakan Karo, yang merupakan hidangan yang berasal dari dataran tinggi atau daerah pegunungan di Tanah Karo, seperti Berastagi, Kabanjahe, dan sekitarnya. Misalnya Cipera, Collarcollar nurung mas, Tasak Telu dan Sop Manuk Mbentar.

3). Masakan Toba, yang merupakan hidangan khas yang berasal dari wilayah Danau Toba, khususnya suku Batak Toba yang mendiami dataran tinggi Parapat, Samosir dan sekitarnya. Misalnya Na Ni Ura, Mie Gomak, Dali Ni Horbo, Arsik dan sebagainya

4). Masakan Mandailing, yaitu hidangan yang berasal dari Mandailing Natal (Madinah) dan sekitarnya. Termasuk masakan angkola di dalamnya. Penjualan Ikan Gulai, Kari Gadong Bulung, dan Pagu Mandailing.

5). Masakan Simalungun, yaitu masakan yang berasal dari daerah Simalungun, seperti Pematang Raya dan sekitarnya. Misalnya nabi Dayok natur, Nitak dan Sambal Tuk-tuk

6). Masakan Pak pak, yaitu hidangan yang berasal dari daerah Dairi dan sekitarnya. Misalnya Plleng, pote Ginaru, dan Nditak Kupulen.

Cita rasa spesifik masakan memiliki rasa yang kuat, tajam dan alami (tanpa bumbu), antara lain: Rempah Andaliman, asam patikala, cabai merah, darah, ikan sungai atau ikan air tawar, dan sebagainya.  Sedangkan untuk bahan segar adalah bahan yang langsung dipetik dan dimasak. Biasanya untuk makanan sebagai suguhan upacara tradisional.

Untuk masakan Melayu, menurut Bu Hidayati sudah ada 336 masakan Melayu modifikasi menggunakan andaliman. Diantaranya yang diperkenalkan Bu Hidayati dan dibawa contohnya di acara adalah roti jala andaliman, krupuk andaliman, spagetti andaliman dan anyang andaliman.

Kuliner bercita rasa Melayu itu sangat menarik mengingat wisatawan dari Malaysia menempati jumlah tertinggi di Sumatera Utara.

"Terjadi peningkatan kunjungan dari Malaysia, karena taste mungkin sama dengan  mereka (orang Malaysia)," kata Bu Hidayati. 

Nah tentu seiring program pemerintah, Danau Toba sebagai KSPN juga potensial untuk produk kreatif yang diproduksi Marandus Sirait berbasis andaliman. Peluang yang dibaca dan direspon dengan produk kreatif aneka perpaduan kuliner dengan andaliman.

Pohon dan biji andaliman (Foto GANENDRA)
Pohon dan biji andaliman (Foto GANENDRA)
Sambal andaliman. (Foto GANENDRA)
Sambal andaliman. (Foto GANENDRA)
Produksi kuliner dengan andaliman dari Marandus banyak juga loor. Saat di acara ada booth Taman Eden 100 dengan gelaran aneka produk seperti Sambal Andaliman, kerupuk andaliman, kacang telur andaliman, bandrek andaliman, sampai andaliman bubuk. Lengkap dengan sebatang pohon andaliman sekira tinggi gak sampai semester dalam pot berbalut kain khas Batak.

Ya, banyak banget masakan di luar khas Batak, cocok dikolaborasi dengan andaliman. Seperti martabak, bakso, juga nasi goreng dan sate lilit Bali yang didemoin Chef Rahung Nasution di sesi akhir acara. 

Sate lilit andaliman. (Foto GANENDRA)
Sate lilit andaliman. (Foto GANENDRA)
Rahung Nasution masak nasi goreng andaliman. (Foto GANENDRA)
Rahung Nasution masak nasi goreng andaliman. (Foto GANENDRA)
"Kami berusaha mengintirkan lidah orang sedunia lewat andaliman," kata Marandus.

"Mangintir" yang dimaksud Marandus adalah untuk menunjukkan cita rasa yang membuat lidah bergetar karena ada rasa pedas, mint atau mentol.

"Air ludah  dipaksa keluar," katanya.  Cita rasa yang diproyeksikan lidah-lidah orang sedunia harus mendapat kesempatan untuk mencicipi andaliman.

Suasana demo masak. (Foto GANENDRA)
Suasana demo masak. (Foto GANENDRA)
Obsesi untuk mengenalkan andaliman ke penjuru dunia itu sudah dimulai dirintis, Marandus dengan dukungan Yayasan Doktor Sjahrir, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Utara,  dan Kantor Utusan Khusus Presiden Bidang Pengendalian Iklim.  

Pada Desember tahun lalu, Marandus juga ikut pameran di Belanda. 

"Dulu kita dijajah karena rempah-rempahnya, sekarang kita jual di sana," kata Marandus bangga.

Upaya lainnya dalam mempopulerkan andaliman, dengan acara "Mengangkat Citra ANDALIMAN" salah satunya dilakukan dengan Omar Niode Foundation, yang digawangi Ibu Amanda Katili Niode dengan menggelar  acara saat Pekan Lingkungan Hidup Kehutanan 2018 yang lalu.  

Amanda Katili Niode. (Foto GANENDRA)
Amanda Katili Niode. (Foto GANENDRA)
Acara yang digelar di Jakarta Convention Centre Jakarta, 19 Juli 2018 itu mengangkat tema "Andaliman, Raja Rempah Citarasa Danau Toba." Menghadirkan narasumber yang berkompeten seperti Dr Nurmala Kartini Pandjaitan Sjahrir, selaku penasehat khusus Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, ada juga Bram Kushardjanto Pendiri Yayasan negeri Rempah, Marandus Sirait Pendiri Taman Eden 100, Margareth Siagian Duta Andaliman serta Amanda Katili Niode dan Rahung Nasution praktisi kuliner.

Upaya lain dengan berkontribusi di acara Konferensi Perubahan Iklim PBB 2018 yang digelar di Katowice, Polandia. Di sana ada kejadian unik. Ternyata masakan Indonesia di "Indonesia Pavilion" disukai oleh pengunjung "bule", terutama sambal andaliman.   

Ada juga gelaran di Indonesia Night tahun ini di Switzerland. Dihadiri 900 an tamu. Ternyata makanan Indonesia dengan andaliman diminati. Buktinya lebih cepat habis dibanding makanan Eropa. Tahun ini masakan berbasis andaliman juga ikut berpartisipasi dalam UBUD Food Festival.  

Kacang telur Andaliman. (Foto GANENDRA)
Kacang telur Andaliman. (Foto GANENDRA)
Keripik ketela Andaliman. (Foto GANENDRA)
Keripik ketela Andaliman. (Foto GANENDRA)
Kacang tojen Andaliman. (Foto GANENDRA)
Kacang tojen Andaliman. (Foto GANENDRA)
Bandrek Andaliman. (Foto GANENDRA)
Bandrek Andaliman. (Foto GANENDRA)
Andaliman Simbol Solusi Masalah Global

Andaliman memiliki manfaat beragam, mulai dari sebagai bumbu atau rempah pembangkit selera, sampai ke banyak manfaat untuk kesehatan. Sebagai contoh andaliman dikenal sebagai rempah yang mampu mengobati sakit perut, gigi dan juga sebagai bahan pengawet. 

Tak heran produk berbasis andaliman belakangan semakin berkembang juga produk non kuliner seperti sabun merica, minyak merica, fragrance diffuser, pepper spray dan bahkan untuk kepentingan produk farmasi juga sebagai produk kecantikan, dan kebutuhan rumah tangga lainnya.

Menariknya terkait kontribusi andaliman, menyangkut dampak yang lebih luas dan signifikan dalam perikehidupan. Menurut Amanda Katili Niode bahwa andaliman berperan dalam pemulihan iklim. Andaliman adalah simbol solusi masalah global yang meliputi soal  penanggulangan kemiskinan, pemberdayaan Perempuan, pemulihan ekosistem dan inklusivitas.

Pemaparan  Bu Murni Titi Resdiana dari Kantor Urusan Khusus Presiden Bidang Pengendalian dan Pemulihan Lingkungan, menguatkan hal pandangan di atas. Dalam presentasinya bertema "Andaliman dan Ekonomi Kreatif" di acara yang sama, Bu Murni memberikan gambaran penting turut andilnya andaliman mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan.

Menurut Bu Murni, pada 2015 lalu dalam pertemuan Perserikatan Bangsa Bangsa, semua negara mengadopsi Tujuan Pembangunan Lanjutan. Ada 17 tujuan atau gol. Diantaranya adalah tak adanya kemiskinan, kehidupan di atas lahan harus diperhatikan, isu perubahan iklim, dan kesetaraan gender.

Terkait menanggulangi kemiskinan, andaliman bisa menjawab permasalahn global di tingkat lokal. Seperti yang sudah dilakukan Marandus dengan upaya berbasis andalimannya. Marandus  telah berkontribusi membantu pemerintah dalam Tujuan Pembangunan Lanjutan. Tak mungkin bicara global tanpa bicara lokal.

"Biasanya kita masih mengawang-awang. Misalnya soal peningkatan ekonomi masyarakat, bagaimana  caranya? Tentu harus ada tindakan nyata. Itu yang Pak Marandus lakukan," kata Bu Murni yang terlihat cantik penampilannya itu.

Bu Murni Titi Resdiana dari Kantor Urusan Khusus Presiden Bidang Pengendalian dan Pemulihan Lingkungan. (Foto GANENDRA)
Bu Murni Titi Resdiana dari Kantor Urusan Khusus Presiden Bidang Pengendalian dan Pemulihan Lingkungan. (Foto GANENDRA)
Lalu soal kontribusi Marandus terkait Kebijakan perubahan iklim Indonesia, Bu Murni menjelaskan bahwa pada 2015 ada kesepakatan baru, dalam Paris Agreement. Sekarang ini ada tren pemanasan global. Suhu bumi kian meningkat,  1 derajat lebih panas dari sebelumnya.  Akibatnya iklim parah. Banjir dan bencana terjadi yang harus diatasi.

Dalam masalah itu Pemerintah mengatasi soal pemanasan global dengan mitigasi. Paling gampang dengan melakukan aksi  menanam pohon. CO2 harus dikurangi dengan menanam banyak pohon.

"Tanam pohon sebanyak mungkin seperti Pak Marandus lakukan. Daerah yang rusak diupayakan tidak semakin rusak," kata Bu Murni.

Nah selanjutnya dengan program pemerintah soal prioritas pembangunan antara lain produk unggulan kawasaan pedesaan. Marandus berbudidaya andaliman, lalu menghasilkan produk andaliman dan turunannya. Jelas hal itu bisa menjadi produk unggulan di desa Marandus. Misalnya kawasan wisata ada produk unggulan, bisa datang ke tempat marandus membeli produk berbasis andaliman. Hal itu jelas bisa meningkatkan ekonomi lokal.

"Pak Marandus sudah kerjasama dengan Pemda, dengan private sector. Ditingkatkan agar produk local bisa diterima di masyarakat luas, sehingga daerah itu menjadi lebih baik, baik lingkungannya, sosial dan ekonominya," jelas Bu Murni.

Dengan pengembangan produk unggulan kawasan pedesaan itu, dampaknya bisa menanggulangi kemiskinan sekaligus memberdayakan perempuan.  

Tentu saja apabila hasil dari bertani andaliman semakin bagus, berarti semakin bisa memberdayakan perempuan dan peningkatan ekonomi lokal Danau Toba. Budidaya andaliman bisa jalan terus. Pengembangan produk berbasis andaliman pun harus terus dilakukan. Bila semakin luas dan produk beragam tak sekadar untuk produk makanan saja, maka potensi andaliman semakin dibutuhkan.

Dampaknya harga panen bisa stabil karena andaliman selalu dibutuhkan. Bukan hanya dibutuhkan pada bulan-bulan tertentu saja, namun stabil di setiap bulannya. Marandus pun bisa berproduksi dan mendapatkan andaliman dari para kelompok tani stabil, dengan adanya pemasaran yang stabil. Harga pun tak naik turun secara drastis. Ujung-ujungnya warga petani bisa terangkat taraf ekonominya.

Marandus tak lelah membudidayakan tanaman andaliman melalui Taman Eden 100-nya.  Dia tak berhenti sampai di situ.  Meski sebagian cita-citanya bersama andaliman satu demi satu terwujud, Marandus terus berupaya mempromosikan andaliman agar lebih dikenal di luar Danau Toba.

"Aku bentuk grup band, namanya Andaliman. Promosikan andaliman lewat lagu. Bisa menyentuh semua orang," kata Marandus yang gemar banget musik itu dan demi andaliman, sempat menjual alat-alat musik kesayangannya.

Andaliman. (Foto GANENDRA)
Andaliman. (Foto GANENDRA)
Kini bersama "Taman Eden 100" yang dirintis sejak  1999, Marandus menanam dan merawat andaliman bersama kelompok taninya. Di area warisan keluarganya itu, Marandus merajut cita-cita mulia bersama rempah andaliman.

Berharap "ode", nyanyian-nyanyian harapan tentang andaliman Marandus semakin nyaring berkesinambungan terus menerus. Lestari. Tanpa henti menurun ke anak cucu. Merdu, semerdu suara dari aroma penikmat cita rasa andaliman, yang disebut Marandus, "Suaranya bisa melengking ke langit ke tujuh." 

Andaliman adalah budaya peradaban. Andaliman adalah kekayaan bermanfaat yang harus dijaga keberadaannya. Kita membutuhkannya dan semestinya mudah memperolehnya. Seperti halnya JAVARA yang merawat produk organik dan rempah Indonesia dengan cara bisnisnya. Juga model pemasaran digital Sayur Box dengan aplikasinya. Memudahkan dan menghubungkan petani dengan orang-orang untuk mendapatkan buah-buahan organik kekayaan alam Indonesia.

Javara rempah. (Foto GANENDRA)
Javara rempah. (Foto GANENDRA)
Javara rempah. (Foto GANENDRA)
Javara rempah. (Foto GANENDRA)
Jika kamu pengen mendapatkan andaliman khas Danau Toba, sila hubungkan instagram kamu dengan @rempahandaliman1 atau @andalimanta. Banyak info updatenya di sana.

Dengan menggunakan andaliman dalam setiap masakan, produk sehari-hari, artinya kita turut merawat rempah tradisional Batak ini tetap eksis.   

Jujur, belakangan pikiranku sulit bisa lepas dari bayangan rasa khas andaliman, saat bersantap. Aku rela bila dianggap tergila-gila rempah bernama Korea, Sanchonamu atau Chopinamu itu. Rempah bercita rasa paling lengkap yang mengkonversikan rasa getir menjadi rasa paling nikmat sedunia.

@rahabganendra

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun