SUDAHÂ kesekian kali aku datang ke sini. Vihara yang paling populer di Jakarta, saat tahun baru Sincia, Imlek tiba. Vihara Dharma Bhakti namanya. Berlokasi di kawasan Petak Sembilan, Glodok, Jakarta Barat.Â
Wikipedia menyebutkan bahwa Vihara Dharma Bhakti atau yang disebut Kim Tek Ie  adalah vihara tertua di Jakarta selain Kelenteng Ancol. Dibangun pada tahun 1650 silam dengan nama Kwan Im Teng.
Dengar-dengar sehh sebenarnya bukan vihara. Tapi kelenteng. Namun sudah kadung menyandang predikat itu sejak zaman Orba. Itu pula yang tertulis di gerbang.
Jalanan menuju vihara tak terlalu lebar. Cukup simpangan satu mobil saja. Wajar kalau lumayan macet. Momen Imlek banyak yang berkunjung. Membawa berkah rejeki tersendiri. Bagi tukang parkir, penjual bunga, penjual makanan, juga penjual burung pipit.Â
Selasa, 5 Februari 2019, jam beranjak dari pukul 10.00 wib. Aku tiba di parkiran samping vihara. Area sudah ramai. Ada hansip, polisi dan petugas keamanan lainnya. Mobil-mobil dari media televise sudah  standby. Liputan. Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan memang datang berkunjung.
Masuk area vihara dari pintu samping. Pintu kecil. Banyak orang memenuhi halaman vihara. Aku pikir, mereka dari beragam kalangan. Ada warga keturunan Tionghoa. Ada umat Khonghucu. Ada masyarakat umum. Lintas agama, lintas budaya. Mereka datang dari sekitaran wilayah ibu kota.
Asap batang hio tipis mengepul. Melayang-layang diantara orang-orang. Aromanya menyeruak. Ada hio kecil. Banyak sekali. Ada hio ukuran besar, beberapa buah. Ukuran sekitar satu meteran. Berbungkus warna merah. Bergambar naga warna kuning. Â
Ada lilin-lilin warna merah, menyala. Beragam ukuran. Lilin dan batang hio berdiri tegak. Konon menunjukan doa kepada Tuhan agar keluarga diberikan kesehatan.
Sebagian lilin lainnya ditaruh di cawan. Berisi minyak. Pengunjung yang menyalakan hio, mengisi minyak. Berputar, dari cawan satu ke cawan lainnya. Mempertahankan minyak tetap ada. Minyak tak boleh habis.
Batang-batang hio kecil menyala. Segenggam dalam jari-jari tangan. Telapak tangan membentuk formasi. Mata terpejam. Mulut terkatup. Ada juga yang komat kamit. Berdoa. Memohon sesuatu. Mungkin minta berkah rejeki di tahun babi tanah ini. Meminta kesehatan yang baik. Atau berdoa untuk kehidupan damai.
Sementara pengunjung lainnya sibuk memotret. Mereka memang bukan hendak beribadah. Mungkin saja penasaran dengan ritual di vihara ini. Ke sana ke mari. Tak banyak ucap. Tak banyak obrolan. Focus. Termasuk aku. Aku larut suasananya. Mungkin yang lain juga. Â Â
Ada seorang Cici membawa keranjang. Berdiri di samping tempat hio besar. Belakang meja persembahan buah-buahan. Keranjang plastik berbentuk kotak, dipegang dengan dua tangannya. Mata terpejam. Berdoa. Beberapa saat.
Membuka mata. Nampaknya doa usai dipanjatkan. Dibukanya keranjang. Burung-burung kecil berterbangan. Burung pipit. Itu ada maknanya. Melepaskan burung pipit, membuang sial.
"Biar keburukan dibawa pergi oleh burung pipit itu," kata Koko berseragam merah, pengurus vihara.
Pengujung lainnya melakukan hal sama. Satu keluarga. Bersama anak-anaknya. Menengadahkan keranjang burung pipit. Berdoa beberapa menit. Lalu dilepaskan.
Banyak kamera diarahkan. Mencoba menangkap gambar burung pipit yang berterbangan. Bahkan saat mereka berdoa pun banyak yang mengabadikan. Sepertinya tak mengganggu "keheningan" mereka dalam berdoa. Tetap khidmat.
Di bagian kiri vihara, ada ruangan Kuil Kwan Im. Mereka berdoa di dalamnya. Berbeda dengan yang di halaman. Ada ritual khusus. Alas kaki harus dilepas. Tak boleh memotret di dalam. Ada kertas peringatan terpasang di atas pintu masuk. Kulihat dari luar. Ada patung-patung dewa di dalam. Â Â
Bagian dinding luar, tertulis sejarah vihara ini. Vihara pernah mengalami kebakaran pada Maret 2015 silam. Di dinding lainnya ada tertulis desain pemugaran vihara.
Entah sudah berapa lama aku di area itu. Baru sadar, hawanya terasa panas. Panas dari banyaknya hio yang menyala. Sesekali abunya bertebangan. Tertiup angin. Menempel ke tangan, wajah dan pakaian. Tak banyak. Tak cukup mengganggu. Kuabaikan saja. Â
Aku lewatin halaman dalam bagian depan. Warga yang menunggu bagian angpao masih banyak. Duduk di halaman. Warga lainnya datang dan pulang. Bergantian. Melalui gerbang depan dan samping.
Pak polisi masih tetap berjaga. Acara berlangsung aman dan lancar. Berharap tradisi perayaan tahun Imlek seperti ini bisa tetap dipertahankan. Semoga semua makhluk berbahagia. Gong Xi Fa Cai.
@rahabganendra
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H