Bahan ikan Tude itulah yang kemudian dijadikan nama brand, menjadi Uptude. Mereka berdua meyakini brand itu sangat penting.
"Pengennya nanti orang kalau ingat makanan Manado, ingat Uptude," kata Riani, wanita jebolan Institut Teknologi Bandung itu.
Oleh karena itulah manajemen modern diterapkan Riani. Gol-nya memberikan produk yang berkualitas. Ilmu dari pengalaman bekerja di perusahaan sebelumnya betul-betul digunakan sebaik-baiknya. Dibantu dengan partnernya, Putu.
Ikan Tude yang menjadi pilihan jenis Como yang tak banyak di pasaran. Ciri-cirinya mata "belo". Ukurannnya pun lebih besar dari yang biasa ditemui di warung-warung.
 "Sekilo isi 5 ekor. Sama supplier terkadang dicampur ukuran besar kecil, kita gak mau. Minta yang ukurannya harus sama, soalnya dijual per ekor. Sekarang agak lancar, tapi masih mau cari supplier lagi," jelas Riani. Â
Perjuangan memakan waktu panjang, mulai mencari sumber bahan baku, racikan yang pas selera. Setelah racikan dirasa sesuai, mereka memutuskan tes pasar pada April 2017. Bolak-balik, cari input terkait rasa, serta standar pemilihan baku.
"Rasa harus sama, standar. Ikan juga harus standar, besarnya sama," katanya. Â Â
Akhirnya pada Oktober 2017 tes berhasil. Rasa disukai. Â Bulan berikutnya mereka memberanikan diri launching.
Belakangan "material" (Ikan Tude) begitu Putu menyebutnya, susah didapat. Jadi bingung jual apa. Harga "material" naik, selisih Rp 6000. Biasa beli Rp 32 ribu, menjadi Rp 38 ribu. Produk dijual Rp 32 000, karena high cost di proses pengolahan. 3 bulan jalan tersendat bahan baku. Di satu sisi mereka harus jualan. Â Mereka pun mencari "material" alternatif lain.
Jawabannya? Ikan Cakalang. Mengapa?