Mohon tunggu...
Rachmat PY
Rachmat PY Mohon Tunggu... Penulis - Traveler l Madyanger l Fiksianer - #TravelerMadyanger

BEST IN FICTION 2014 Kompasiana Akun Lain: https://kompasiana.com/rahab [FIKSI] https://kompasiana.com/bozzmadyang [KULINER] -l Email: rpudiyanto2@gmail.com l IG @rachmatpy @rahabganendra

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kala Puisi Gus Mus Menenggelamkan Bu Susi

25 Januari 2018   20:58 Diperbarui: 26 Januari 2018   11:59 4267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Acara Yap Thiam Hien Award 2017 di Perpustakaan Nasional Jakarta, Rabu 24 Januari 2018. (Foto Rahab Ganendra)

Suaranya bergetar membacakan bait-bait puisi karyanya dari podium. Kata per kata terucap sangat jelas. Sesekali kedengaran parau dan tercekat, saat bait seperti bergemuruh di dadanya. Kyai itu berdiri di podium sedang membacakan puisinya. Dua puisi yang menjadi medium baginya dalam mengkomunikasikan situasi sosial saat bait-bait itu ditulis.  

Mendengar dua puisi berjudul "Aku Tak Bisa Bernyanyi" dan "Aku Masih Sangat Hafal Nyanyian Itu" menuntun  benak sejenak pada situasi negeri. Kebangsaan, keberagaman, toleransi dan keprihatinan. Siapa tak merinding saat nada 'Indonesia Pusaka' dalam puisi terdengar. Hening, lalu  usap air mata disela tepuk tangan.

Di bangku barisan depan, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi  Pudjiastuti kulihat mengusap air mata sejenak, usai Gus Mus menutup  waktu kesempatannya. Menteri yang dikenal 'perkasa' itu seakan tenggelam  dan larut tersentuh dalam suasana gemuruh nasionalisme yang dihadirkan puisi Gus Mus. 

Tak tahu persis apakah hal yang sama dirasakan  Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Ketua Yayasan Yap Thiam Hien Todung  Mulya Lubis, Komisioner Komisi Yudisal Sukma Violetta dan tokoh-tokoh  lainnya yang hadir di acara.

Gus Mus dan Bu Susi di acara yang digelar di Perpustakaan Nasioanl, Jakarta Pusat, pada Rabu 24 Januari 2018. (Foto Rahab Ganendra)
Gus Mus dan Bu Susi di acara yang digelar di Perpustakaan Nasioanl, Jakarta Pusat, pada Rabu 24 Januari 2018. (Foto Rahab Ganendra)
Acara Yap Thiam Hien Award 2017 di Perpustakaan Nasional Jakarta, Rabu 24 Januari 2018. (Foto Rahab Ganendra)
Acara Yap Thiam Hien Award 2017 di Perpustakaan Nasional Jakarta, Rabu 24 Januari 2018. (Foto Rahab Ganendra)
Gus Mus baca puisi itu momen istimewa. Semalam, Rabu 24 Januari 2018 di Perpustakaan Nasional, Jl. Medan Merdeka Selatan Jakarta Pusat, menjadi malamnya Gus Mus. Kyai, penyair, novelis, budayawan dan cendekiawan muslim itu dianugerahi penghargaan bidang hak asasi manusia, Yap Thiam Hien Award 2017.

KH A Mustofa Bisri alias Gus Mus 'menang mutlak' meraih penghargaan HAM,  Yap Thiam Hien Award 2017. Gus Mus dinilai konsisten dalam menyuarakan  toleransi beragama yang sejuk di tengah-tengah kondisi intoleran di  tahun-tahun belakangan ini. Tak dipungkiri tokoh pemuka agama dan  budayawan ini  dikenal getol menyuarakan kondisi sosial masyarakat dalam  karya-karya puisi dan pemikirannya yang merangkul semua umat beragama.  

Gus Mus menerima tropi Yap Thiam Hien Award 2017 yang diserahkan Bu Susi di Perpustakaan Nasioanl, Jakarta Pusat, pada Rabu 24 Januari 2018. (Foto Rahab Ganendra)
Gus Mus menerima tropi Yap Thiam Hien Award 2017 yang diserahkan Bu Susi di Perpustakaan Nasioanl, Jakarta Pusat, pada Rabu 24 Januari 2018. (Foto Rahab Ganendra)
Gus Mus diapit Todung dan Bu Susi. (Foto Rahab Ganendra)
Gus Mus diapit Todung dan Bu Susi. (Foto Rahab Ganendra)
Zumrotin K Susilo, aktivis perempuan dan anak yang menjadi juru bicara dewan juri Yap Thiam Hien Award 2017, tak berlebihan menyatakan bahwa KH Ahmad Mustofa Bisri adalah  sosok ulama yang memiliki keteguhan dalam membangun moralitas kemanusiaan di tengah bangsa yang beragam.

Zumrotin mewakili 4 juri lainnya, yakni Makarim Wibisono (diplomat senior), Siti Musdah Mulia (Ketua Umum ICRP), Yoseph Stanley Adi Prasetyo (Ketua Dewan Pers), dan  Todung Mulya Lubis (Ketua Yayasan Yap Thiam Hien).

Gus Mus menerima tropi Yap Thiam Hien Award 2017 yang diserahkan Bu Susi di Perpustakaan Nasioanl, Jakarta Pusat, pada Rabu 24 Januari 2018. (Foto Rahab Ganendra)
Gus Mus menerima tropi Yap Thiam Hien Award 2017 yang diserahkan Bu Susi di Perpustakaan Nasioanl, Jakarta Pusat, pada Rabu 24 Januari 2018. (Foto Rahab Ganendra)
Gus Mus diantara tokoh lainnya saat menerima Yap Thiam Hien Award 2017 di acara yang digelar di Perpustakaan Nasioanl, Jakarta Pusat, pada Rabu 24 Januari 2018. (Foto Rahab Ganendra)
Gus Mus diantara tokoh lainnya saat menerima Yap Thiam Hien Award 2017 di acara yang digelar di Perpustakaan Nasioanl, Jakarta Pusat, pada Rabu 24 Januari 2018. (Foto Rahab Ganendra)
Gus Mus dipandang berani menyuarakan HAM  hingga soal politik yang bergejolak di tahun belakangan. Gus Mus berani mengungkapkan sikapnya menolak politisi agama, menolak masuknya agama dalam panggung politik serta menjadikan agama alat kampanye dan mendiskritkan pihak lain.  Bagi Gus Mus masuknya agama dalam politik kampanye adalah sebuah langkah kemunduran.

Gus Mus adalah suara hati nurani bangsa. Gus Mus adalah suara hati nurani ulama, yang menghendaki Indonesia kembali ke jati diri yang menghargai kekayaan kemajemukan masyarakat, adat istiadat, bahasa, agama dan keyakinan politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun