Aku sebenarnya gak enak hati dengan penjual kwetiau langganan kantor. Awen namanya. Seringkali untuk menu makan siang, aku dan teman-teman pesan via telepon. Delivery. Bahkan kami gak tau di mana warung makannya, taunya cuma di kawasan Kalimati, Jakarta Barat. Itu daerah yang gak jauh dari kawasan Tubagus Angke Jakarta Barat, kantorku.
Biasanya sih pesan bareng-bareng dengan rekan-rekan kantor. Gak banyak sih, paling sekitar lima porsi. Kadang kurang kadang lebih. Bahkan kadang hanya satu porsi, buatku sendiri. Maklum gak tiap hari makan kwetiau/mie/pangsit bukan?
Dan kami gak pakai via pengiriman online, karena Abang Awennya sendiri yang nganterin. Pakai motor. Durasinya antara 30 menitan, kadang lebih sampai sejam. Tergantung berapa banyak antre pesanannya.
Lalu gak enak hatinya gimana?
Nah aku suka banget pangsitnya. Ini menu favoritku yang sering kupesan. Enak, dan bahkan sering kuupload di akun instagramku yang khusus kuliner, @bozzmadyang (add yak hehee).
Gak enak hatinya, saat pesan kadang rekan lain lagi gak selera makan menu Awen. Padahal aku ngebet pengen pangsit. Mau gak mau ya, aku pesan sendiri. Satu porsi!
"Kan udah langganan, jadi ya gak masalah anterin seporsi," katanya.
"Laa apa gak rugi BBM-nya?" tanyaku suatu ketika.
Masih okelah, bilangnya. Padahal menurut pengakuannya, bahan bakar yang digunakan sehari-hari untuk delivery itu bukan premium, tapi Pertalite. Kok gak premium?
Awen bilang premium gak bagus untuk motornya (motornya keluaran tahun 2005). Pertalite lebih bagus untuk mesin. Busi gak cepet kotor. Laju sepeda motor pun lebih oke. Bahkan ia bilang, Premium kayak minyak tanah saja, gak cocok untuk motor! Walaahh!