"Jangan tanyakan apa yang negara berikan kepadamu, tapi tanyakan apa yang kamu berikan kepada negaramu! (John F. Kennedy)
Siapa yang tak tertampar dengan kalimat JFK di atas. Kalimat yang menohok bagi warganegara terkait dengan semangat cinta tanah air, tanggungjawab sebagai warganegara, nasionalisme, ideologi serta rasa kebangsaan. Kita berasa ditagih, apa yang kau ukir di dada patriotmu? Apa yang kau perbuat untuk negaramu?
Aku memaknai kalimat itu terkait dengan status sebagai warganegara sebuah negara. Tentulah yang kumaksud Indonesia, laaa KTPku tiga kali ganti plus Kartu Keluarga tetaplah di provinsi Indonesia kok, yakni di Wonogiri (Jawa Tengah), Batam (Kepulauan Riau) dan Jakarta Barat (DKI Jakarta).
Minimal mesti pindah-pindah domisili, aku tetap memiliki bukti sah sebagai warga bangsa ini - tentunya juga membutuhkan itu untuk segala urusan. Heheee Bolehlah dikatakan aku bukan warga 'bodong'. Ini bentuk kebanggaan, pengakuan pada tanah negeri bukan - disamping karena factor kebutuhan hehee
Lalu apa yang kuperbuat untuk negeri tercinta ini?
Pertanyaan yang bikin keqi ini hahaa. Soalnya aku belum bisa beraksi yang cetar membahana. Aku hanya punya kemauan menjadi warganegara yang baik.
Ogah Golput!
Kamis, 17 Agustus 2017 pagi tadi, aku melintasi di Jalan Raya Serpong saat menuju ICE BSD, Serpong, Tangerang. Deretan bendera merah putih terpampang di pinggiran jalan. Sudah tak banyak penjual lagi, mungkin karena sudah pas tanggal 17 Agustus. Jadi penjualnya mulai berkurang. Deretan bendera merah dan putih bersih itu mengingatkan kembali, ini bulan Agustus. Bulan Kemerdekaan.
Seperti tak sadar aku minggir dan berhenti di penjual yang tinggal satu orang. Aku beli satu bendera merah putih segitiga. Pak Usman nama penjual yang berjualan persis di berseberangan dengan Arhanud 1/1 Kostrad. Pria dari Cirebon itu penjual yang tersisa dari puluhan penjual yang ada di jalan itu.
Momen Pilpres 2014 silam, serta Pilkada DKI Jakarta yang belum lama berakhir, aku turut andil di dalamnya. Menggunakan hak pilih di momentum penting tentu menjadi hal yang perlu dan penting. Penting untuk turut melaksanakan tanggungjawab menentukan pemimpin yang berarti turut berupaya membangun negara kita sendiri.
Mungkin terlihat simple, cuman nyoblos doang. Tapi jangan salah, keputusan menggunakan hak pilih itu tak mudah bagi sebagian orang. Itu menyangkut kesadaran dalam bernegara melalui partisipasi menentukan calon pemimpin di daerah tinggal.
Keputusan menggunakan hak pilih itu menjadi luar biasa kalau melihat data Golput yang marak di tahun-tahun belakangan. Meski kemudian menurun seiring meningkatnya kesadaran politik warga DKI Jakarta. Itu kesimpulan dari melihat data khusus di DKI Jakarta, provinsi tempatku mencoblos merilis data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Data KPU, melansir dari Liputan6.com, ada sebanyak 5.563.418 atau 77,1 persen dari total pemilih 7.218.272 orang menggunakan hak suaranya. Sisanya, 1.654.854 pemilih atau sekitar 22,9 persen tidak menggunakan hak pilihnya alias  Golput!
Menurut KPU, angka golput Pilkada DKI yang baru kelar kemarin, turun sekitar 10 persen dibanding Pilkada DKI 2012, di mana angka golput mencapai 32 persen. Nah wajib dicatat, satu suaraku menggembosi prosentase golput lhoo heheee.
Bagiku menggunakan hak pilih itu sebuah kesadaran politik sebagai warganegara. Terlepas dari ketidakpuasan terhadap aparatur Negara, pemimpin, pejabat Negara, menggunakan hak pilih adalah kontribusi untuk perubahan yang lebih baik. Artinya sebagai warganegara aku memposisikan diri sebagai warganegara yang baik dengan menjalankan hak sebaik-baiknya.
Kewajiban lain sebagai warganegara adalah bahwa setiap warga negara wajib membayar pajak dan retribusi yang ditetapkan pemerintah. Simplenya soal bayar pajak. Itu sudah menjadi kewajiban warga yang tinggal di negara ini. Banyak macam pajak yang harus dilunasi kewajibannya.
Pajak penting sebagai 'bensin' dalam menjalankan roda pemerintahan. Pembangunan harus terus dilakukan. Kalau tak bayar pajak lalu gimana roda pemerintahan bisa berjalan?
Adanya pajak tentunya bermanfaat untuk perkembangan kota/kabupaten, daerah, dan nasional. Misalnya saja pajak dapat digunakan sebagai pembiayaan sarana dan prasarana yang manfaatnya  bisa dirasakan publik.  Tujuannya jelas, demi kesejahteraan masyarakat.
Namun perlu kesadaran tinggi untuk menunaikan kewajiban membayar pajak. Satu individu membayar pajak dengan tertib, tentu akan menghasilkan dana besar. Meski kadang dongkol dan terpikir, saat kita susah payah membayar pajak, eeeh duit dikemplang oleh oknum yang dengan santainya melakukan korupsi. Ingat Gayus!
Aku mah gak ribet-ribet untuk 'lari' dari kewajiban bayar pajak -- laa bukan orang kaya raya juga hahaha. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) rumah di Bogor, kendaraan pribadi dan lain-lain, yaa bayar sajalah.Â
Meski tak besar, minimal memiliki kesadaran kewajiban sebagai warganegara itu bagiku adalah positif. Soalnya gak bayar pun mungkin gak dikejar-kejar KPP Pratama hahaa. Ya, itu, kesadaran yang penting. Gakreseh. Itu buatku adalah bentuk tanggungjawab sebagai warganegara yang baik.... dan pastinya itu bukan hal yang sepele!! Agree?
***
Senang rasanya, bendera harga gocengan dagangan Pak Usman yang sudah jualan bendera selama 15 tahunan itu, berkibar-kibar kecil di handle kopling kiri, membelah jalan raya  Serpong dan sekitarnya.  Seakan mewakili ucapanku untuk negeri hari ini, "Dirgahayu RI! Merdeka!
HUT ke 72 RI!
@rahabganendra Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H