Mohon tunggu...
Rachmat PY
Rachmat PY Mohon Tunggu... Penulis - Traveler l Madyanger l Fiksianer - #TravelerMadyanger

BEST IN FICTION 2014 Kompasiana Akun Lain: https://kompasiana.com/rahab [FIKSI] https://kompasiana.com/bozzmadyang [KULINER] -l Email: rpudiyanto2@gmail.com l IG @rachmatpy @rahabganendra

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menakar Efektivitas Sandiwara Radio untuk Edukasi Siaga Bencana

17 September 2016   05:36 Diperbarui: 17 September 2016   18:32 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
DR. Sutopo Purwo Nugroho, M.Si., APU (Kapusdatin Humas BNPB) saat acara Kompasiana Nangkring Bareng BNPB pada Kamis (18/8/2016) di Jakarta

Sebuah fakta yang terungkap adalah bahwa bahasa pengantar mereka adalah bahasa Ibu, jadi porsi penggunaan bahasa Indonesia sangat minim. Malahan dari beberapa pendengar yang sering komunikasi aktif, tak sedikit yang minim memahami bahasa Indonesia. Saya pikir terkait juga dengan tingkat kesadaran pendidikan yang minim. Karena terbentur budaya lebih suka bekerja, bisnis daripada sekolah. Itulah sebabnya salah satu penggunaan bahasa Ibu mereka dalam siaran radio menjadi krusial. Agar informasi dapat tersampaikan dengan mudah dan dipahami. Ini sesuai fungsi media sebagai sarana pengantar informasi.

Kasus kedua adalah di kampong saya. Bapak saya adalah salah seorang pendengar radio bernama Radio Gajah Mungkur Wonogiri, Jawa Tengah. Saya tau radio itu menyiarkan siaran bahasa jawa juga seperti wayang kulit, ‘uyon-uyon’ maupun music ‘klenengan.’ Wayang kulit adalah salah satu yang disukai bapak. Bahkan saya yang juga terkadang dengar, sudah susah mengerti bahasa Jawa, maklum kebanyakan dirantau dan jarang menggunakannya, khususnya ‘Jawa Alus’ heheee.

Dari kedua kisah tersebut, saya ingin mengungkapkan tentang pentingnya peran bahasa pengantar yakni bahasa daerah dalam siaran radio. Tujuan utamanya jelas, agar dapat dengan mudah dipahami oleh pendengarnya. Sehingga pesan-pesan dalam siaran radio terkomunikasikan.

Selain itu, kisah, kesenian, dan budaya setempat sifatnya primordial. Kedaerahan banget. Contohnya yaaa Bapak saya yang suka wayang kulit Jawa dalam siaran radio. Juga tentang kisah-kisah sejarah budaya Jawa. Seperti saya sendiri dulu suka sandiwara radio ‘Saur Sepuh’ salah satunya menambah wawasan budaya tentang sejarah kerajaan yang sulit dihapal saat baca buku pelajaran. Namun dengan melalui sandiwara radio menjadi mudah terekam di kepala, karena mungkin terjalin dalam sebuah cerita yang menarik.

Nah hal ini menurut saya, patut diperhatikan dalam produksi sandiwara radio. Seperti Sandiwara radio “Asmara di Tengah Bencana” dengan latar belakang bumi Mataram yang kental banget ala Yogyakarta tentu diminati oleh pendengar khususnya dari Jawa Tengah dan DIY. Lalu bagaimana dengan pendengar dari tanah Pasundan Jawa Barat yang juga mendengarkan siaran Sandiwara radio “Asmara di Tengah Bencana” ini? Sisi kedaerahan dengan latar belakang sejarah kerajaan di Pasundan tentu secara emosi lebih menarik mereka.

Hal lain tentang bahasa pengantar daerah. Bencana bisa terjadi di mana saja, khususnya daerah pelosok yang kemungkinan pemahaman bahasa Indonesia agak kurang. Misalnya warga pulau Batam yang saya kisahkan di atas. Namun tentu butuh penelitian lebih jauh soal kemampuan berbahasa Indonesia dari warga Indonesia ini. Hemat saya, bahasa daerah bisa disisipkan dalam bahasa pengantar di sandiwara radio, toh setting budaya Mataram, pasti memuat kentalnya budaya Jawa. Tujuannya selain lebih menarik sisi primordialnya kepada pendengar, juga bisa diterima dan dipahami warga pelosok (lokasi bencana) yang kemungkinan minim kemampuan bahasa Indonesianya.

Jika demikian, siaran sandiwara radionya tak bisa disiarkan nasional dong yaa?

Bisa iya, bisa juga tidak. Bukankah radio adalah berkarakteristik personal dan komunitas. Maka seperti penuturan Achmad Zaini, radio berbasis komunitas Jalin Merapi 2010, menjadi radio utama untuk info merapi. Pernah eksis juga radio berbahasa daerah seperti Discovery Minang maupun Radio Jawa di Batam dengan bahasa pengantar sebagian bahasa daerah. Dan mungkin masih banyak radio daerah lainnya.

Terkait porsi bahasa pengantar dalam siaran radio, sudah diatur dalam Undang-undang RI Nomor 32 tahun 2002 tentang PENYIARAN. Khususnya Pasal 38 ayat 1, “Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam penyelenggaraan program siaran muatan lokal dan, apabila diperlukan, untuk mendukung mata acara tertentu.”

Namun bisa juga tidak. Artinya bisa juga disiarkan nasional, pasalnya pengantar bahasa daerah khan tidak dominan. Tetap utamanya adalah bahasa Indonesia. Cuman yang menjadi pembeda adalah daya tarik secara local pendengar. Sooo saya pikir menjadikan muatan bahasa Daerah sebagai bahasa pengantar kedua dalam Sandiwara Radio bisa memberikan efek positif. 

Nama Radio yang Menyiarkan Sandiwara Radio BNPB

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun