“Arah pembangunan ekonomi adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan berkualitas secara berkelanjutan untuk mewujudkan secara nyata peningkatan kesejahteraan sekaligus mengurangi ketertinggalan dari bangsa-bangsa lain yang lebih maju.”
(Bahan materi presentasi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas, disampaikan dalam Dinner Meeting bersama Kompasiana, 29 Agustus 2016)
Pembangunan ekonomi negeri ini memasuki masa kemerdekaan telah dimulai. Strategi di masa-masa kepemimpinan presiden berbeda-beda dan terus berlanjut. Pertumbuhan ekonomi sempat ‘berbinar’ di era 1990an saat terjadi momen booming industri tekstil, garmen, elektronik, dan sepatu hingga kemudian tenggelam ditelan krisis 1998. Memasuki masa reformasi mulai berupaya bangkit, meski tak menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang signifikan, namun upaya dilakukan seiring berganta-gantinya orde pemerintahan.
Saat ini tanggungjawab perencanaan pembangunan nasional ada di Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, yang juga disebut Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional). Di pundak kementrian yang dipimpin oleh Prof. Dr. Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro, S.E., M.U.P., Ph.D ini perencanaan pembangunan nasional dilahirkan. Bukan hanya untuk rencana jangka pendek dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional namun juga Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) yang diturunkan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP).
Lalu seperti apakah perencanaan pembangunan di tangan Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro yang baru menjabat sebulan lebih ini? Seperti apa kontek pembangunan nasional di masa reformasi? Garis-garis arah pembangunan nasional seperti apakah yang akan ditapaki oleh para pemimpin/ presiden terpilih di masa demokrasi saat ini? Dan seperti apa konsep pembangunan ekonomi desentralisasi dan demokrasi ala Bambang?
Bappenas zaman Orde Baru Orba tentu berbeda dengan Bappenas sekarang. Pada masa Orba, Bappenas dalam kondisi Indonesia berusaha menata kembali pembangunan ekonomi. Menurut Bambang, dulu Kepala Bappenas dekat dengan Presiden Suharto (alm), seperti saat dijabat Widjojo Nitisastro. Ia ditunjuk untuk mengatur kembali perekonomian Indonesia. Masa spesial mulai membangun, Bappenas berposisi di depan.
Pertumbuhan ekonomi yang rendah sebelum Orba perlu pemulihan. Masa pemulihan waktu itu diperlukan “Panglima”. Pasalnya tidak bisa mengambil kebijakan dengan cara mekanisme normal.
“Harus ada upaya luar biasa, ada pemimpin. Pemimpin harus strong,” tegas Bambang.
Pemimpin yang ‘strong’ diperlukan, karena kebijakan yang dilakukan harus tanpa ‘complain’ dari kementrian lain. Jadilah Bappenas tolak ukur.
Di masa reformasi, peran Bappenas berubah. Tak bisa mengulang ataupun meng-copy 100% dari sebelumnya. Situasi dan kondisi perencanaan konotasinya terpusat. Pada era reformasi Indonesia menjadi negara desentralisasi dimana adanya otonomi daerah. Demokratis dan desentralisasi adalah dua hal yang melekat. Dan ini mempengaruhi peran Bappenas selanjutnya.