Mohon tunggu...
Rachmat PY
Rachmat PY Mohon Tunggu... Penulis - Traveler l Madyanger l Fiksianer - #TravelerMadyanger

BEST IN FICTION 2014 Kompasiana Akun Lain: https://kompasiana.com/rahab [FIKSI] https://kompasiana.com/bozzmadyang [KULINER] -l Email: rpudiyanto2@gmail.com l IG @rachmatpy @rahabganendra

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bappenas di Tangan Bambang Brodjonegoro, Seperti Apakah?

5 September 2016   22:05 Diperbarui: 5 September 2016   22:40 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional dan Kepala Bappenas, Prof. Dr. Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro, S.E., M.U.P., Ph.D (Foto GANENDRA)

Demokratis dan Desentralisasi 

Sejak tumbangnya Orba, memasuki era reformasi yang lebih demokratis. Demikian pula proses pengelolaan negara tidak terpusat namun tumbuh otonomi daerah. Desentralisasi. Dampaknya posisi Bappenas sejak itu harus bisa menempatkan diri dalam konteks demokratis dan kontek desentralisasi

Menurut Bambang, dulu Bappenas saat membuahkan sesuatu kebijakan atau pun action, maka akan diikuti daerah. Dari level provinsi, kabupaten, kecamatan, kelurahan akan ikut kebijakan. Sentralisasi

Namun sekarang Bappenas berbeda dibanding masa tahun 1960, 1970an atau orde baru. Bappenas dalam hal membuat perencanaan, berupaya mendorong daerah agar bisa selaras dengan perencanaan nasional. Selaras? Artinya bahwa di alam demokrasi, pemimpin daerah menjalankan tugasnya sesuai yang dijanjikan kepada pemilihnya. Dan ini harus diselaraskan dengan perencanaan nasional agak tidak berbeda dengan apa yang telah dijanjikan oleh kepala daerah pada pemilihnya.

“Di situ terjadi proses, kita harus bisa meyakinkan kepala daerah dengan dialog, maupun dengan aturan-aturan agar tetap berjalan dengan aturan nasioanal tanpa melanggar janji ke pemilih,” jelas Bambang. 

Pak Bambang tampil prima. (Foto GANENDRA)
Pak Bambang tampil prima. (Foto GANENDRA)
GBHN, Rencana Jangka Panjang itu Perlu 

Nah zaman orde baru dikenal adanya GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara) yang juga berperan sebagai rule dimana negara mempunyai visi dan misinya. Berkaitan dengan GBHN, Bambang menyatakan bahwa pastinya karena bukan era Orba, maka tak sesuai dengan  kondisi sekarang. 

“Kalau kita ikuti bulat-bulat (GBHN-red), gak pas dengan kondisi sekarang. Namun bukan berarti GBHN gak perlu,” kata Bambang.

Lah kok ambigu? Bambang menganalogikan demikian. Sistem demokrasi saat ini, Bambang mengasumsikan bahwa pemerintah itu bisa berperiode 5 tahun, paling lama 10 tahun. Dalam periode yang panjang, misalnya 25 tahun. 25 tahun anggap sebagai perencanaan jangka panjang. Bisa dikatakan ada 3 pemerintahan yang berbeda dengan ide-ide dan gagasan tiap Presiden/pemimpin beda. Karena itulah sesuatu yang mirip “GBHN”, (istilah Bambang ‘Rencana jangka panjang’)  tetap diperlukan. Harus ada garis-garis ke depan dalam perjalanan negara. Semisal Indonesia harus income per kapitanya naik sekian. 

Tentunya yang paling penting apa yang dilakukan bermanfaat buat rakyat. Ide pemerintahan boleh beda,” jelas Bambang. 

Bappenas bertugas, bahwa siapa pun yang memerintah di Indonesia tetap dalam rel yang sesuai dengan cita-cita jangka panjang. Bappenas bekerjasama dan  masuk ke ‘alam pikiran’ presiden terpilih agar dalam 5 tahun sesuai RPJP 2005 -2025.  RPJM 2015-2019 tetap konsisten dengan RPJP tersebut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun