Mohon tunggu...
Rachmat PY
Rachmat PY Mohon Tunggu... Penulis - Traveler l Madyanger l Fiksianer - #TravelerMadyanger

BEST IN FICTION 2014 Kompasiana Akun Lain: https://kompasiana.com/rahab [FIKSI] https://kompasiana.com/bozzmadyang [KULINER] -l Email: rpudiyanto2@gmail.com l IG @rachmatpy @rahabganendra

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Semangat 'Kaizen' Toyota Indonesia, Antara Perubahan Tiada Henti dan Membangun Budaya

23 Agustus 2016   21:06 Diperbarui: 23 Agustus 2016   23:24 1457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ini penampakan bukunya. (Foto GANENDRA)

Kurun waktu 25 tahun, bukanlah waktu sebentar, untuk membentuk budaya kerja yang berkualitas baik di perusahaan ternama, Toyota Indonesia. Membangun perlahan-lahan sumber daya manusia agar memiliki semangat perubahan perbaikan terus menerus, tanpa henti dan menjadi budaya dalam bekerja. Meningkatkan value, baik itu kejujuran, tak iri hati, berbagi kreativitas membangun sumber daya manusia adalah faktor utama sebelum menciptakan produk.

Toyota Indonesia berhasil mencapai sukses dengan menerapkan semangat ‘Kaizen’ dalam perusahaannya. Penerapan Quality Control Circle (QCC) dengan pondasi Kaizen, sebagai tools pengejawantahan Toyota Way mengantarkan pada tujuan dan cita-cita perusahaan.  Seperempat abad adalah waktu berharga yang terbayar lunas dengan budaya yang tertanam baik dalam ritme kinerja perusahaan hingga saat ini. Dan Toyota Indonesia tak pelit berbagi kunci sukses. Dilaunchingnya buku “25 Tahun Perjalanan QCC Toyota Indonesia, Perubahan Tiada Henti” menjadi bukti Toyota Indonesia ingin berbagi motivasi dan inspirasi ke masyarakat yang lebih luas lagi.

Berbagi Bersama Membangun Indonesia, kalimat di salah satu halaman buku. (Foto GANENDRA)
Berbagi Bersama Membangun Indonesia, kalimat di salah satu halaman buku. (Foto GANENDRA)
*

RUANG Ruby, lantai 7 Gedung Kompas Gramedia Unit II, Palmerah Barat, Jakarta menjadi saksi  diluncurkannya buku yang ‘tak biasa’. Buku “25 Tahun Perjalanan QCC Toyota Indonesia, Perubahan Tiada Henti” yang membahas perjalanan Toyota Indonesia dalam membangun ‘budaya kerja’ berpondasi Kaizen.  Sebuah semangat kinerja yang diterapkan di perusahaan otomotif ternama itu sejak 25 tahun lalu. Lalu apa itu Kaizen? Seperti apa semangat Kaizen diterapkan di perusahaan Toyota? Apa itu Quality Control Circle? Mengapa perlu dibukukan?

Buku Menjadi Pusat Pembelajaran   

Buku 147 halaman yang dituangkan secara ringkas dan menarik oleh jurnalis Kompas Joice Tauris Santi ini resmi diluncurkan pada Selasa, 16 Agustus 2016 di ajang Kompasiana Coverage Peluncuran Buku “Perubahan Tiada Henti.” Acara dihadiri puluhan Kompasianer, Kompas dan jajaran PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN). Terlihat diantaranya hadir Bob Azam selaku Direktur TMMIN, Warih Andang Tjahjono selaku Wakil Presiden Direktur TMMIN, Henry Tanoto Wakil Presiden Direktur PT Toyota Astra Motor, Abdul Mukti Suryo Hutomo selaku General Manager Press Production Sunter 2 Division, Sonny Irawan dari Productivity Quality Management Consultants, Muhammad Zuhri Bahri mewakili Kementerian Tenaga Kerja, Budiman Tanuredjo selaku Pemimpin Redaksi Kompas, Joice Tauris Santi Penulis Buku beserta 14 orang timnya dan tak ketinggalan Pepih Nugraha selaku COO Kompasiana.

Para narasumber di acara Peluncuran Buku “Perubahan Tiada Henti” di Jakarta, Selasa, 16 Agustus 2016. (Foto GANENDRA)
Para narasumber di acara Peluncuran Buku “Perubahan Tiada Henti” di Jakarta, Selasa, 16 Agustus 2016. (Foto GANENDRA)
Acara yang dipandu oleh Cindy Sistyarani presenter Kompas TV, diawali dengan sambutan dari petinggi Kompas dan Toyota Indonesia. Komentar tentang pentingnya peran buku bagi sebuah bangsa digambarkan dengan lugas oleh Budiman Tanuredjo. Pimred Kompas itu menyebutkan bahwa buku sangatlah penting. Ia mengutip kata-kata dari penulis, novelis dan aktivis Milan Kundera dari Ceko, yang mengatakan makna sebuah buku.

“Jika ingin menghancurkan sebuah bangsa dan peradaban, hancurkan buku-bukunya, maka pastilah bangsa itu akan punah,” kata Budiman.

Buku bisa mengubah tradisi lisan, praktik, dicatat, ditulis dalam proses terjadilah pelajaran horisontal. Buku yang mencatat pengalaman masa lalu bisa menjadi pelajaran untuk  menembus masa depan. Dalam kaitan dengan buku “Perubahan Tiada Henti,” menurut Budiman, bagaimana perjalanan Toyota dalam 25 tahun menjadi amat penting. Apa yang dijalani Toyota selama 25 tahun menjadi tempat belajar dari nilai-nilai yang selama ini dipraktikkan Toyota. Buku jadi pusat pembelajaran, sentral pembelajaran.

“Apresiasi bagi Toyota yang mau berbagi tidak untuk Toyota sendiri. Ketika ditulis jadi milik bangsa,” kata Budiman yang disambut tepuk tangan.

Budiman juga menyoroti pentingnya perubahan terus menerus menjadi kebiasaan dan budaya. Ia mengilustrasikan bagaimana perbandingan Indonesia dengan Korea Selatan/Korsel yang merdeka pada 15 Agustus 1948 dikaitkan dengan Indonesia yang merdeka pada 17 Agustus 1945. Pada posisi sekarang Korsel dan Indonesia begitu jauh.  Produk Korsel menembus Indonesia, sementara orang Indonesia tak bisa menembus Korsel. Itu berkaitan dengan budaya. Faktor budaya menjadi penting, termasuk budaya kerja, kejujuran, tak iri hati, berbagi kreatif itu menarik.  Menurut Budiman, melalui buku-buku itulah bisa sama-sama belajar. Bangsa ini bisa belajar. Hari esok harus lebih baik dari kemarin.

 “Kompas berterimakasih pada Toyota. Menyebarkan budaya baik melalui buku ini,” katanya.

Quality Control Circle, Perangkat Kendali Mutu Kaizen

Sonny Irawan mengungkapkan dalam kata sambutan bahwa Quality Control Circle atau disingkat QCC, saat ini sangat diminati. Dengan QCC akhir-akhir ini terjadi peningkatan yang cukup drastis terhadap peningkatan produkstivitas. Lalu apa itu QCC?

Dijelaskan dalam buku “Perubahan Tiada Henti” pada halaman 14, bahwa QCC adalah perangkat kendali mutu dari semangat Kaizen yang diterapkan di Toyota Indonesia. Kaizen inilah sebagai pondasi dari QCC. Soal pengertian Kaizen (bahasa Jepang) ini ditulis dalam buku (hal 14), “Kaizen adalah sebuah sistem perbaikan terus menerus pada kualitas, teknologi, proses, budaya perusahaan, produktivitas, keselamatan dan kepemimpinan. Kaizen dilakukan dengan perangkat kendali mutu yang dikenal dengan nama  Quality Control Circle (QCC) dengan menggunakan 8 step dan tools."

Salah satu halaman buku. (Dok Ganendra)
Salah satu halaman buku. (Dok Ganendra)
Menurut Sonny Irawan, QCC tetap menjadi penting sekali, tidak saja meningkatkan kualitas, tetapi pembangunan SDM (Sumber Daya Manusia). Di Astra tumbuh dan berkembang. Sistem managemen berhasil. Itu yang kemungkinan membuat QCC bertahan bertahun-tahun.

Namun demikian pelaksanaan QCC memang tak semuanya berhasil. Poin penyebabnya, seperti dikatakan Sonny karena QCC di-implan begitu saja, tanpa mengubah budaya. Sistem manajemen produksi dan kualitasnya tak berubah, sehingga QCC tak bisa 'hidup'.

“Seperti ikan ditaruh dalam air keruh akan mati,” kata Sonny menganalogikan.

Beberapa negara bahkan ada yang berhasil menerapkan QCC, jadi QCC bukan hanya untuk level perusahaan saja. Penjelasan pada BAB III di buku tentang “Budaya Bukan Hambatan,” menyebutkan beberapa negara yang sukses dengan QCC. Di negara-negara tersebut tak ada hambatan mengaplikasikan QCC.  Ada Jepang, Singapura. Ada perubahan mindset  dengan penerapan QCC, semakin menjadi pekerja keras, baik dalam tim dan meningkatkan kreativitas.

Lalu apa tantangan QCC?

Menurut Warih Andang Tjahjono salah satu tantangannya adalah bagaimana agara QCC itu menarik. Jika tidak menarik maka misi yang dilakukan tak membuahkan hasil seperti yang diharapkan.

“Buku ini sekaligus menjelaskan 25 tahun ini memberikan kesenangan, kegembiraan melakukan QCC, karena melakukan di lingkungan kerjanya sendiri. QCC untuk diri sendiri,” kata Warih yang menyukai warna cover buku, campuran merah dan orange itu.

Warih memandang hal paling menarik dari buku, yang memuat standar-standar QCC, namun tak kalah penting adalah dalam mengerjakannya. Perlu kreativitas. Nah di satu sisi kreatifitas itu bahaya. Bahayanya bisa bergeser dari awalnya, harus kembali ke khitahnya lagi. Di Toyota, QCC adalah value khusus kegiatan yang melibatkan semua member. Melibatkan semua orang. Semua member di Toyota terlibat langsung dalam mencapai peningkatan. QCC adalah salah satu cara yang penting bagi member untuk  berkontribusi bagi perusahaan. 

(Kiri) Joice Tauris Santi Penulis Buku dan Warih Andang Tjahjono selaku Wakil Presiden Direktur TMMIN (tengah). (Foto GANENDRA)
(Kiri) Joice Tauris Santi Penulis Buku dan Warih Andang Tjahjono selaku Wakil Presiden Direktur TMMIN (tengah). (Foto GANENDRA)
Buku Inspirasi dan Motivasi

Pandangan tak kalah menarik dari Muhammad Zuhri Bahri mewakili Kementerian Tenaga Kerja, mengaku bangga dengan tawaran konsep buku, perubahan tiada henti. Menurutnya buku “Perubahan Tiada Henti” memberikan inspirasi dan motivasi kepada peningkatan kualitas manusia secara keseluruhan. Zuhri mengaitkan dengan program pemerintahan Presiden Joko Widodo, yakni Nawacita.

Pada Nawacita nomor 5, disebutkan komitmen pemerintah meningkatkan kualitas SDM melalui pelatihan. Membangun secara keseluruhan manusia, meningkatkan SDM sesuai Nawacita nomor 5, dilanjutkan Nawacita nomor 6 yakni Pemerintah komitmen untuk meningkatkan produktivitas rakyat dalam memenangkan persaingan global. Baginya perubahan adalah perspektif kenicayaan.

“Sunnatullah,siapa yang mengingkari perubahan, sama halnya mengingkari Sunnatullah,” katanya.

Kaizen, Upgrade SDM Baru Memproduksi

“Membangun Manusia, sebelum Membuat Produk,” adalah kata kunci yang dituliskan sang Penulis, Joice. Toyota bisa memiliki standar mutu dengan adanya penerapan QCC melibatkan semua  karyawan dan jajaran pimpinan. Ada step-nya. Orangnya (SDM) dulu di-upgrade.

“Bila operator gak bagus, hasilnya gak bagus juga,” katanya.

Nah dalam buku terbagi menjadi 4 BAB. Pada BAB 4 tentang “QCC sebagai Sarana Pengembangan Diri, Sebuah Panduan” dijelaskan cukup rinci secara teknis pelaksanaan, mulai dari halaman 69. Bagaimana membentuk kelompok kecil, aktivitas berkesinambungan, memperkenalkan QCC, teknik QCC dan sebagainya.

Seperti dijelaskan Warih, QCC adalah tools, pengejawantahan dari Toyota Way. Soal Toyota Way dijelaskan dalam buku di halaman  14, bahwa Toyota Way meliputi 2 pilar, yakni perbaikan terus menerus (meliputi tantangan, Kaizen, Genchi Genbutsu) dan menghormati sesama (meliputi (menghormati sesame dan kerja tim).  

Dengan pondasi Kaizen, perbaikan terus menerus mulai dari hal-hal kecil. Kaizen baik dilakukan member. Innovation dilakukan para pimpinan. QCC menjadi salah satu tools atau alat bagi membermengungkap ide lebih banyak sehingga tercapai tujuan.   

Contohnya?

Sebagai gambaran penerapan QCC di Toyota, dicontohkan oleh Abdul Mukti Suryo Hutomo selaku General Manager Press Production Sunter 2 Division, yang tentu bersinggungan langsung dengan bagian perusahaan. Di area administrasi Toyota Astra Motor, misalnya bagian HRD (Human Resource Development), kebetulan di grup itu para wanita yang urusan sehari-hari adalah administrasi, AC rusak, karyawan telat dan lain-lain.  Semangat QCC, mengangkat persoalan pemakaian air di toilet wanita yang sangat tinggi. Analisisnya bermasalah behaviour-nya. Ternyata wanita kebiasaan mem-flush dua kali. Solusinya memberi himbauan, mempermanis memberi warna di tempat flusing. Ide sederhana dari masalah sederhana.

“Hasilnya bisa menghemat 12 juta/bulan. Untuk kantor yang kecil lumayan,” kisah Abdul Mukti.

Bukan hanya bisa diterapkan di perusahaan, QCC juga diterapkan di SMK. Seperti disampaikan sang Penulis, soal kehilangan pulpen itu masalah. Dengan QCC mereka menetapkan standar prosedur, semua pulpen ditaruh di sebuah tempat. Tingkat pulpen hilang turun drastis.

“Yang diperlukan adalah konsistensi, jangan sampai dilepas, terus dilakukan dan menjadi habit/ kebiasaan hingga menjadi culture,” jelas Warih.

Bagi Toyota sendiri, menurut Joice dengan SDM lulusan SMK, ribuan, berapa banyak effort untuk itu? Dengan  QCC maka menghemat waktu, biaya saat diterapkan pada setiap level.

Bahkan dari penerapan QCC itu, Toyota ‘menghilangkan’ gudang karena dianggap pemborosan. Barang inden dulu, berapa lama dipersiapkan, berapa lama pengiriman. Hal itu berakibat tak banyak barang dibuang. Jeli membaca market di masa datang. 

Hal yang terpentinga dalah salah satu mindset QCC adalah memperbaiki lingkungan kerja masing-masing. Kalau lingkungan rapi, motivasi akan tinggi. QCC melibatkan semua orang. Pimpinan harus terlibat sekaligus memotivasi agar QCC bisa dijalakan tingkat level di bawahnya. Pimpinan turun langsung, datang melihat sendiri. Atau dalam istilah di buku, bahasa Jepang Genchi Genbutsu alias blusukan. Tak dilupakan adalah adanya apresiasi bagi member, sebagai salah satu cara untuk memotivasi agar semakin menjadi budaya dalam kerja.

Ini penampakan bukunya. (Foto GANENDRA)
Ini penampakan bukunya. (Foto GANENDRA)
Sooo, Kaizen dengan tools QCCnya nyata sukses diterapkan oleh Toyota Indonesia. Sebuah perjalanan dan perjuangan panjang selama 25 tahun yang membuahkan hasil manis bukan hanya bagi perusahaan namun juga bagi karyawannya. Dan seperti dikatakan sang penulis yang pernah mengenyam pendidikan di Jerman ini, adalah ambil manfaatnya, penting mempelajari sesuatu yang telah dirasakan hasilnya (Toyota).

“Perjuangan 25 tahun itu luar biasa, mengapa tak disebarkan?” kata Joice retoris.

Dan buku itu sudah resmi diluncurkan. Bisa dikonsumsi oleh masyarakat luas. Buku yang bermanfaat bukan hanya untuk perusahaan seperti Toyota Indonesia, namun bisa diterapkan pada pribadi bahkan dalam berbangsa bernegara. Mengamini apa yang dikatakan sang Penulis buku, dua kata untuk buku itu adalah “Berani Berubah” demi perubahan yang lebih baik. #Salam Kaizen

@rahabganendra

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun