Mohon tunggu...
Rachmat PY
Rachmat PY Mohon Tunggu... Penulis - Traveler l Madyanger l Fiksianer - #TravelerMadyanger

BEST IN FICTION 2014 Kompasiana Akun Lain: https://kompasiana.com/rahab [FIKSI] https://kompasiana.com/bozzmadyang [KULINER] -l Email: rpudiyanto2@gmail.com l IG @rachmatpy @rahabganendra

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menilik Rumah Pribadi Menteri Luar Negeri RI yang Pertama

21 Agustus 2016   02:05 Diperbarui: 20 Oktober 2016   22:17 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto keluarga Achmad Soebarjo. (Ganendra)

Sering aku lewat jalan ini. Jalan Cikini Raya Jakarta selepas Taman Ismail Marjuki (TIM). Namun tak pernah tau, tentang sebuah rumah bercat agak kusam, yang dipayungi pohon-pohon besar. Teduh dan hijau. Rumah yang menyisakan kemegahannya. Hingga Jumat (19/8/2016) kemarin lusa, aku menginjakkan kaki, untuk pertama kali di rumah beraroma arsitektur kolonial itu.

Angka jam 07.00 WIB kurang 15 menit, aku memasuki pintu gerbang kecil halaman rumah bernomor 82 itu. Teduh oleh bayangan daun pohon-pohon besar di samping kanan dan kiri. Dedauanan kering sisa kemarin sedikit tersisa. Sedang dibersihkan oleh pria-pria berseragam putih hitam. Sementara dua pria berseragam polisi nampak berjaga santai tapi keliatan siaga.

“Rumah Pak Soebardja, Pak?” tanyaku pada polisi yang berdiri dekat pintu gerbang halaman.

“Bener Mas,” jawabnya sambil tersenyum. Dia seakan tau, bahwa aku datang untuk mengikuti acara. Mungkin melihat baju batik lengan pendekku. 

Sekilas aku berlalu, menuju pintu rumah, yang nampak kesibukan kecil. Ada yang sedang menyapu halaman tanah tanpa semen itu. Kulihat ada yang mengatur kursi di dalam ruangan rumah, saat aku masuk ruang utama. Ruangan yang lumayan lebar. Ada meja dengan gelas-gelas minuman dan nampan. Meski minumannya belum siap. Yaaa, acara jadwal undangan sih jam 07.30 WIB. Undangan napak tilas di kediaman Achmad Soebardja (alm) untuk memperingati HUT Kementerian Luar Negeri sekaligus HUT RI ke 71. Acara yang special dan kurasakan sederhana, dengan pilihan rumah bersejarah sang almarhum, Menteri Luar Negeri RI ke satu. Yaa Achmad Soebardja adalah Menlu RI yang pertama dan berkantor di rumah ini sejak diangkat menjadi Menlu dua hari setelah proklamasi RI diproklamirkan Presiden Soekarno.

Rumah dan Kantor Menlu pertama jaman kemerdekaan. (Ganendra)
Rumah dan Kantor Menlu pertama jaman kemerdekaan. (Ganendra)
“Acara masih lama mulai,” gumamku.

Teman-teman blogger lainnya yang diundang belum tampak. Sedang dalam perjalanan, saat kutengok grup WA. Yaa sudah aku memang terbiasa berusaha datang awal dalam setiap acara. Agar nyaman saja. Hmm beberapa mbak-mbak dan mas-mas berkostum baju putih beberapa terlihat. Nampak berias diri. Ada pula yang menggumamkan sesuatu, seperti menyanyi. Belakangan aku tahu, mereka kelompok paduan suara yang terlibat di acara.

Tak enak hati, orang-orang sibuk mempersiapkan acara, aku bergegas keluar di samping rumah. Masih menyatu dengan rumah ada ruang terbuka. Beberapa kursi ‘menganggur’. Duduklah aku di situ. Sementara beberapa orang sedang menyiapkan konsumsi, tepatnya makanan ringan. Tak lama datang Hermini, yang ternyata sudah ‘blusukan’ di dalam rumah.

“Aku sudah lihat-lihat di dalam rumah, ke kamar tidur juga,” katanya, sambil berjalan ke halaman depan.

Lalu tampak Jun melintas jalan Cikini yang belum begitu ramai. Bergabung. Jepret-jepret. Lalu ketemu Andini dan kami masuk ke dalam. Penasaran juga daleman rumah tua itu. Rumah dan kantor Menlu RI pertama kali.

Lewat samping rumah, terhubung pintu ke kamar pribadi langsung. Ada dua buah kamar tidur. Sudah tampak tua. Aku jepret, tapi pakai smartphone. Iyaa, aku tak bawa kamera, karena sebelumnya dikasih tau protapnya gak boleh motret saat acara. Wah, ga asik juga sebenarnya, laaa biasa jepret-jepret sesuai angle kesukaan dan passion yang dimau. Tapi yaa sudah namanya juga aturan. Tapi pengennya berkunjung lagi kedua kalinya dengan ‘peralatan perang’ dokumentasi heheee. Dan mumpung belum dimulai, kami foto-foto di beberapa ruangan. Kabarnya Menlu RI, Retno Marsudi akan hadir di acara (dan memang beliau hadir). 

Ada foto Achmad Soebardja (alm) nampak terpajang di dinding kamar tidur. Sudah mulai kusam warnanya, namun lumayan jelas foto setengah badannya. Juga ada foto-foto lainnya. Foto-foto keluarganya. Sayangnya aku gak kenal nama-namanya. Mau tanya, eh semua sibuk. Nanti sajalah.

Ruang tidur. (Ganendra)
Ruang tidur. (Ganendra)
Buku-buku tentang Menlu. (Ganendra)
Buku-buku tentang Menlu. (Ganendra)
Di kanan pintu kamar tidur, terpajang piagam penghargaan untuk Achmad Soebardja yang diberikan oleh mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Piagam penghargaan atas pengabdian almahum Menlu RI ke 1. Di seberangnya ada meja kecil. Dan ini beda. Ada buku-buku tebal, 4 buah. Warna gelap. Paling depan ada gambar tokoh. Dan aku cukup familiar, karena dialah mantan Menlu RI juga, Ali Alatas.

Ke ruang depannya, ruang utama ada perangkat keroncong. Di acara diiringi dengan keroncongan ini. Masuk di ruang kamar lagi, ruangan luas. Ada meja kerja, kursi, bendera meja dan…mesin ketik ‘jadul’. Jelas di sinilah ruang kerja Pak Menteri dulu. Di belakangnya ada rak buku yang lumayan besar. Full buku-buku tebal peninggalan Sang Menlu.

Mesin ketik yang masih ada. (Ganendra)
Mesin ketik yang masih ada. (Ganendra)
Koleksi buku di ruang kerja. (Ganendra)
Koleksi buku di ruang kerja. (Ganendra)
Foto keluarga Achmad Soebarjo. (Ganendra)
Foto keluarga Achmad Soebarjo. (Ganendra)
Foto keluarga. (Ganendra)
Foto keluarga. (Ganendra)
Foto keluarga Achmad Soebarjo. (Ganendra)
Foto keluarga Achmad Soebarjo. (Ganendra)
Keroncong (Ganendra)
Keroncong (Ganendra)
Ada dua patung kuno di ruangan acara konferensi pers sekaligus peringatan HUT Kemenlu dan HUT RI ke 71. Kursi-kursi berwarna putih sudah tersedia rapi. Grup paduan suara sudah siap berdiri di bagian kanan depan. Dan satu podium di depan, persis tengah. Satu persatu tamu undangan hadir, anak-anak Achmad Soebardjo, para Dubes RI. Diikuti Ibu Retno L.P Marsudi hadir. Hadir pula mantan-mantan Menlu RI, Marty Natalegawa yang menjabat hingga 2014.

Pujiwati Effendi, anak pertama dari 5 bersaudara anak Achmad Soebardjo, dalam kesempatan itu, berterima kasih kepada Kemenlu RI yang menyelenggarakan peringatan HUT RI dan HUT Kemenlu di rumahnya.

“Sejak Ayah diangkat sebagai Menlu RI pertama, rumah kami menjadi kantor diplomasi dan dijaga oleh para pemuda bersenjata bambu runcing, untuk memastikan keamanan Menlu,” kata Pujiwati.

Di rumah itulah dimulai perjuangan diplomasi Indonesia. Pada 1949 setelah Achmad Soebardjo keluar tahanan, kembali ke Jakarta dan menjabat lagi Menlu 1951. Rumah itu juga digunakan untuk berkumpul terkait aktivitas hubungan internasional, seminar, pertunjukkan kesenian dan lain-lain.

“Saya main piano, Bapak bermain biola,” kata Puji mengenang. Ia berharap agar apa yang diperjuangkan Achmad Soebardjo, tidak sia-sia.

Tak kalah haru, disampaikan oleh Bu Menlu RI, Retno Marsudi dengan mengucapkan terima kasih kepada keluarga Achmad Soebardjo atas terselenggaranya acara.

"Rasanya saya mau menangis, kita bisa berkumpul di rumah ini, untuk meneruskan perjuangan diplomasi, “ kata Retno. 

Suasana haru terasa hingga acara ‘napak tilas’ dengan meninjau ruangan bersejarah rumah tempat membangun diplomasi di masa kemerdekaan dulu.

BU Menlu, Retno foto bareng anak-anak Soebarjo dan undangan. (Ganendra)
BU Menlu, Retno foto bareng anak-anak Soebarjo dan undangan. (Ganendra)
Menlu RI Retno berbincang dengan Pujiwati, anak pertama Soebarjo di ruang kamar tidur Soebarjo. (Ganendra)
Menlu RI Retno berbincang dengan Pujiwati, anak pertama Soebarjo di ruang kamar tidur Soebarjo. (Ganendra)
Sekilas Tentang Achmad Soebardjo, Sang Intelektual Pejuang

Achmad Soebardjo termasuk generasi awal pelajar Indonesia yang menempuh pendidikan di Eropa, lebih awal dibandingkan Bung Hatta, Sjahrir, atau Tan Malaka. Pada masa kemerdekaan, ia adalah seorang aktivis mahasiswa dan berpengalaman sebagai wartawan di berbagai media massa. Lahir pada 23 Maret 1896 di Karawang, Jawa Barat, dari ibu berdarah Jawa dan ayah berdarah Aceh. Ayahnya seorang Teuku dari Aceh keturunan Panglima Sagi, Teuku Moh. Joesoef.

Nama yang diberikan sang ayah sebenarnya adalah Abdul Manaf, kemudian kakek dari pihak ibunya menambahkan nama Ahmad di depannya. Belakangan salah seorang kawan ayahnya dari Jawa Timur, Raden Mas Said, yang tengah berkunjung untuk mengucapkan selamat atas kelahirannya mengusulkan agar diberikan nama Jawa. Maka digantilah namanya menjadi Ahmad Soebardjo.

Sejak kecil, ia tertarik pada masalah-masalah dunia internasional. Ketertarikan terhadap peristiwa-peristiwa besar dunia tak luput dari perhatiannya. Sebut saja misalnya Revolusi China tahun 1911, Perang Balkan tahun 1912-1913, Perang Dunia I tahun 1914-1918, Revolusi Bolshevik tahun 1917, dan seterusnya.

Orientasi kosmopolitannya itu pula lah yang mengantarkan Subardjo untuk meninggalkan tanah air guna meneruskan studi ke Belanda dengan mengambil subyek hukum di Universitas Leiden. Aktivitas politik Subardjo di Belanda berlanjut. Dia membentuk organisasi bernama Perhimpunan Indonesia. Organisasi yang melahirkan tokoh-tokoh nasional yang berjasa besar dalam proses kemerdekaan Indonesia, seperti Dr. Sutomo, Hatta, Sjahrir, Iwa Kusuma Sumantri, dan lain-lain.

Sebagai seorang intelektual-pejuang, ia sangat lekat dengan ide atau gagasan. Baginya idelah yang telah mengubah dan membentuk sejarah umat manusia di dunia, tak terkecuali sejarah Indonesia. Setelah Republik Indonesia berdiri, Subardjo diangkat sebagai Menteri Luar Negeri pertama, meski kemudian hanya berjalan 3 bulan. Penyebabnya adalah adanya perbedaan prinsip dan pandangan politik. Soebardjo bahkan sempat menjadi pelarian dan penjara bersama Tan Malaka. 

Setelahnya, saat Kabinet Sukiman berkuasa (April 1951-Februari 1952), Soebardjo diangkat kembali menjabat sebagai Menteri Luar Negeri. Ia wafat pada 15 Desember 1978 dalam usia 82 tahun dan dimakamkan di rumah peristirahatannya di Cipayung Bogor. Pemerintah menganugerahinya gelar Pahlawan Nasional pada 2009. Untuk mengenang jasanya, nama Achmad Soebardjo diabadikan menjadi nama wisma di Pusdiklat, Senayan, Jakarta Selatan. (*)

@rahabganendra

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun