Mohon tunggu...
Rachmat PY
Rachmat PY Mohon Tunggu... Penulis - Traveler l Madyanger l Fiksianer - #TravelerMadyanger

BEST IN FICTION 2014 Kompasiana Akun Lain: https://kompasiana.com/rahab [FIKSI] https://kompasiana.com/bozzmadyang [KULINER] -l Email: rpudiyanto2@gmail.com l IG @rachmatpy @rahabganendra

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kuliah Online, Solusi Kekinian Mencetak Sarjana Keren

3 Juni 2016   21:24 Diperbarui: 3 Juni 2016   22:02 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nagkring Kompasiana bareng HarukaEdu, Sabtu 30 April 2016 di Pomelotel, Jakarta. (Foto GANENDRA)

Era digital memicu perkembangan yang semakin memanfaatkan teknologi, termasuk dunia pendidikan. Kendala keterbatasan waktu yang dialami orang-orang yang ingin meneruskan jenjang pendidikannya, tersolusikan oleh teknologi  pendidikan yakni dengan kuliah online. Sistem perkuliahan yang memangkas kendala waktu dan memaksimalkan waktu menjadi lebih efektif untuk proses perkuliahan.

*

KULIAH pada era kekinian, jaman sekarang sudah menjadi tuntutan. Tuntutan dalam arti bahwa stigma orang yang kuliah terkait dengan profesi, pekerjaan nantinya. Bekerja dalam profesi tertentu yang memang sudah menjadi semacam sistem dalam masyarakat. Peluang orang kuliah, pendidikan tinggi, katanya lebih mudah mencari kerja. Peluangnya lebih besar dengan status dan jenjang penghasilan lebih besar pula. Kemungkinan besar hal ini dikarenakan, bahwa mereka yang punya gelar sarjana, lebih luas lapangan pekerjaannya. Jadi lebih bisa mengajukan lamaran kerja kemana-mana. Masuk akal bukan?

Jadi kuliah menjadi sebuah jalur formal yang eksis dan umum dilakukan di masayarakat, tentu tak masalah bagi mereka yang mampu secara financial. Meski banyak juga mereka yang gigih kuliah sambil bekerja. Kondisi ini umum ada di kota-kota besar. Gelar kesarjanaan, pendidikan tinggi yang lebih mendapatkan apresiasi secara penghasilan, ‘memaksa’ dan memotivasi untuk kuliah, bagaimana pun caranya.

Sistem Pendidikan Tingkat Perkuliahan

Lalu seperti apa perkuliahan yang tepat? Apakah setiap orang sama kebutuhannya? Bagi saya banyak hal yang memperngaruhi orang untuk kuliah sesuai dengan kebutuhannya. Mulai dari jurusan yang dipilih, jenjang strata (Akademi, sarjana) sampai metode sistem perkuliahan. Dulu saya kuliah di Yogyakarta di sebuah Perguruan Tinggi Negeri sebagai mahasiswa regular. Artinya perkuliahan yang diikuti dengan datang ke kampus, setiap hari dari pagi sampai sore, sesuai dengan mata kuliah (SKS) yang diambil di awal semester. Umum berlaku seperti itu. Datang, masuk kelas, ikut pengajar dosen, kerjakan tugas, pulang. Demikian menjadi siklus anak kuliahan. Memang sistem pendidikan perkuliahannya seperti itu adanya.

Bagi yang bukan regular? Pekerja? Ada kelas extension. Banyak dibuka oleh perguruan tinggi negeri maupun swasta. Jam kuliahnya sore dan bahkan malam hari. Mahasiswa tetap datang dan masuk kelas. Belajar dengan dosen. Memang demikian. Bedanya dengan regular, yaaa waktu dan biaya pendidikannya tentunya. 

Kuliah Online

Jaman telah dirambah era digital. Sistem pendidikannya pun berbeda. Mulai berkembang seiring dengan perkembangan teknologi yang menyentuh bidang pendidikan. Jika sebelumnya di sistem Universitas Terbuka, mahasiswa tak perlu datang ke kelas, terkecuali hal-hal tertentu. Mahasiswa di-mandiri-kan untuk belajar mata kuliah yang ‘diambilnya’ setiap semester. Maka setelahnya berkembang dengan adanya e-book, e-learning, dan e-course. Hal ini memungkinkan mahasiswa  dapat belajar di mana saja dan kapan saja. Yaaa, artinya kendala lokasi kuliah yang jauh, waktu yang terbatas khususnya bagi para pekerja, terjawab dengan adanya kuliah online, e-learning. Untuk sistem pendidikan seperti itu, mendapat support dari Pemerintah. Ada peraturan dari Pemerintah yang mendukung perguruan tinggi untuk memiliki program pendidikan online yang dibangun sendiri atau bekerja sama dengan pihak ketiga. Inilah titik momentum tumbuhnya kuliah online, e-learning.

Ilustrasi. Sumber http://penakita.com/wp-content/uploads/2014/04/kuliah-online.jpg
Ilustrasi. Sumber http://penakita.com/wp-content/uploads/2014/04/kuliah-online.jpg
Pengalaman Mengajar Kuliah Online

Dulu pada medio 2009, saya pernah menjadi tenaga tutor di UPBJJ UT (Universitas Terbuka) Batam. Sistem ajar mengajarnya online, dan juga ada tatap muka yang digelar pas weekend aja, Sabtu dan Minggu. Sifatnya sih tergantung mahasiswanya, ikut atau tidak dipersilakan. Sementara yang sifatnya wajib adalah sistem online menggunakan software khusus untuk interaksi antara tutor dan mahasiswa. Interaksi meliputi mata kuliah, tugas-tugas, diskusi dan sebagainya.

Para mahasiswanya adalah para pekerja (ada yang kelas regular tersendiri) dikelompokkan. Ada yang berprofesi sebagai guru Taman Kanak-kanak (TK) dan juga guru Sekolah Dasar (SD). Ternyata peminat untuk melanjutkan studi di Batam, Tanjung Pinang, Kepulauan Riau cukup banyak. Khususnya dari pulau-pulau sekitar. Maklum banyak tenaga guru yang ternyata belum memegang ijazah Sarjana S1.

Alternatif kuliah di UT menjadi salah satu jawabannya. Pasalnya mereka adalah pekerja, waktunya terbatas, sisi geografis di Kepri yang kepulauan butuh waktu lebih banyak saat datang ke kampus konvensional yang umumnya ada di Batam. Sementara mereka banyak yang tinggal di pulau-pulau terpencil, dengan transportasi air yang memakan banyak waktu. Contohnya ada seorang guru SD yang tinggal di Pulau Pecong, yang jauh dari Batam. Bayangkan jika mereka kuliah di Perguruan Tinggi konvensional di Batam, mereka mustahil mondar-mandir setiap hari.  Pastinya karena jarak tempuhnya jauh. Dan pilihan kuliah di UT salah satunya karena sistem online. Tatap muka hanya jika mengikuti kelas tambahan yang sifatnya tak diwajibkan.

Ada beberapa hal yang menarik saat menjalani belajar kuliah online. Karena pada siang hari saya bekerja, maka praktik kuliah online di UT ini saya lakukan di malam hari, setiap malam. Saya diberi akses log in yang memang khusus diberikan pada para tutor. Setelah log in saya bisa melakukan interaksi dengan mahasiswa yang mata kuliahnya saya ampu. Salah satunya adalah mata kuliah Pancasila dengan mahasiswa pesertanya seribu lebih!

Mereka dari tempat yang berbeda-beda bahkan dari orang Indonesia yang bekerja diluar negeri. Rerata TKI. Salut juga mereka masih banyak yang berkemauan keras kuliah.

Interaksi yang kulakukan banyak, diantaranya adalah diskusi. Salah satunya setiap minggu saya membikin tema untuk didiskusikan melalui ‘forum’ yang bisa dibikin di software tersebut. Di sini mahasiswa bebas berinteraksi, sifatny sharing menambah pengetahuan dan wawasan terkait mata kuliah. Ada juga tugas-tugas yang saya berikan, tentu secara online. Ada fitur khusus yang memang disediakan dan cukup user friendly. Mudah dioperasikan oleh mahasiswa yang bahkan gaptek sekali pun. Mudah dipelajari. Sooo, begitulah cara kami belajar bersama.

Namun ada kekurangan dalam melakukan proses belajar online itu, yakni saat jumlah mahasiswa tak sebanding dengan jumlah tutor. Akibatnya terkadang jika ada mahasiswa yang super aktif online, jika jumlahnya banyak, tutor/ saya keteteran. Lagi-lagi juga masalah waktu. Bayangin jika 20 mahasiswa yang aktif mengajukan pertanyaan dan sebagainya, sungguh butuh waktu banyak. Nah, jumlah mahasiswa yang sekitar 1700 sekian yang mengambil mata kuliah Pancasila pada satu semester, menjadi kesusahan meresponnya. Apalagi itu masa pertama kuliah online. Kasihan juga mahasiswa yang terlewat merespon.  Satu lagi, akses internet menjadi kendala juga, saat lemot atau ada gangguan, jadinya mengganggu proses kuliah onlinenya.

Berkaca dari kejadian di awal mengampu mata kuliah tersebut, saya mengusulkan untuk dibuat jumlah ideal mahasiswa per tutor. Agar bisa tertangani dengan baik, tentu saja agar kualitas pembelajaran online bisa lebih baik karena semua mahasiswa terakomodir proses belajarnya.  Hingga kemudian para tutor yang mengampu mata kuliah apa pun, dibatasi jumlah mahasiswanya dengan ketentuan yang berbeda-beda.

Nah kesimpulan saya, kuliah online yang harus diperhatikan adalah soal jumlah mahasiswa yang ideal dalam ‘kelas’ online. Juga software yang tepat dan akses internet yang representatif untuk menunjang pengajar-pengajar yang harus berkualitas juga. Hasilnya tentu akan sebanding.

Kuliah Online ala HarukaEdu

Nah mendengar tentang HarukaEdu yang dikomandani oleh CEO HarukaEdu, Novistiar Rustandi saat acara "Kompasiana Nangkring bersama HarukaEdu," Sabtu, 30 April 2016 di Pomelotel, Jl. Dukuh Patra Raya No. 28, Kuningan, Jakarta Selatan, sangatlah menarik. Inilah  salah satu perusahaanstart-up yang memiliki program e-learning, dan mengembangkan kuliah online.

HarukaEdu berdiri atas latar belakangadanya data statistic sebanyak 111 juta orang yang bekerja hanya 8 juta yang memiliki gelar sarjana. 30 Juta diantaranya memiliki pendidikan SMA dan Diploma 3. Kalangan itu bekerja di level bawah dengan gaji UMR. Padahal untuk memperoleh gaji tinggi, banyak perusahaan mensyaratkan pekerja dengan pendidikan sarjana. Meski belum tentu sarjana memiliki skill lebih baik dari pekerja lulusan SMA, mungkin menang di pengalaman kerja.

Nagkring Kompasiana bareng HarukaEdu, Sabtu 30 April 2016 di Pomelotel, Jakarta. (Foto GANENDRA)
Nagkring Kompasiana bareng HarukaEdu, Sabtu 30 April 2016 di Pomelotel, Jakarta. (Foto GANENDRA)
Sementara itu survey yang dilakukan Novistiar terhadap 1200 orang, mencatat bahwa ada 72 % sebenarnya mau kuliah lagi, karena merasa penting. Karena mereka kerja, maka pilihannya adalah kelas karyawan di malam hari atau weekend. Namun mereka kadang tak sanggup mengikuti karena sudah lelah bekerja. Akhirnya mentok, mereka tak bisa kuliah. Penghasilannya pun tetap UMR. Ini tentu memprihatinkan.

“Maka kuliah online menjadi salah satu solusinya,”kata Novistiar saat menjadi narasumber di acara, bertema Kuliah e-learning, Solusi Pendidikan Indonesia Berkualitas Tanpa Batas di Pomelotel bareng Kompasiana, Sabtu, 30 April 2016 silam.

Menurut Novistiar,  HarukaEdu adalah pendidikan ke jenjang S1 dan S2 bagi siapa pun yang ingin kuliah namun keterbatasan waktu. Sistem kuliahnya online dengan cara mahasiswa cukup mengakses materi perkuliahan, dalam bentuk video, audio, transkrip, dan presentasi, yang tersedia melalui Learning Management System (LMS).  Namun demikian meski sistem belajarnya dilakukan online, ada beberapa yang dilakukan tatap muka (offline).

Value yang ditawarkan HarukaEdu adalah solusi bagi mereka yang minat kuliah namun tak bisa ke kampus kalau malam, harganya pun terjangkau, serta ada unsur sosialnya. Pastinya jaminan setiap mahasiswa yang lulus akan mendapatkan ijazah resmi. Ada siding skripsi, dosen pembimbing, yang semua dilakukan secara online. Mahasiswa presentasi secara online dengan membuat video yang diupload ke youtube, dosen pembimbing tinggal melihat video tersebut. Dengan demikian, kendala jarak menjadi terselesaikan. Lalu biayanya benarkah murah? Kualitas lulusannya?

Menurut NovistiarHarukaEdu menetapkan biaya per mahasiswa Rp. 515.00 per bulan. Cukup terjangkau oleh segmen pekerja. Setiap mahasiswa yang telah lulus diberikan ijazah, yang saat ini belum dialakukan oleh pihak-pihak yang memiliki kelas online.  Kualitasnya terjamin dengan dosen-dosen berkualitas. Pasalnya HarukaEdu  saat ini, telah bekerja sama dengan tiga perguruan tinggi antara lain The London School Of Public Relations Jakarta (LSPR), Universitas Wiraswasta Indonesia, dan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STEI). Sooo, nampaknya kualitas lulusan HarukaEdukeren-keren dengan sumber daya manusia yang berkualitas.

Upaya-upaya meningkatkan kualitas HarukaEdu terus dilakukan. Saat ini HarukaEdu menjalani program jangka panjang ke depan. HarukaEdu akan memperbanyak universitas, program dan juga akan membuat lebih banyak kelas gratis, yang bertujuan bisa berbagi ke banyak orang tanpa bayar. Disamping itu juga akan membuat training, agar lebih banyak yang memiliki skill. Jalinan dengan universitas lain juga terus dilakukan, dengan progress membuka jurusan baru lainnya.

Soo, jika sistem kuliah online semakin banyak, tentu akan membuka kesempatan lebih luas bagi banyak orang yang membutuhkannya. Orang-orang yang bersemangat berpendidikan tinggi, bukan saja untuk menaikkan nilai tawar dalam bidang pekerjaan saja namun juga meningkatkan keilmuan yang lebih berguna. Dan para pekerja yang terbatas waktunya memiliki hak untuk berkesempatan mengenyam pendidikan lebih tinggi. Tentu kemauan dan semangat diperlukan untuk mencetak sarjana yang berkualitas dan keren. Salam kuliah online. Kuliah tanpa batas.

@rahabganendra

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun