“Misalnya kalau di Jawa ada sayur lodeh. Dipanasin terus makin ‘marem’ rasanya, padahal ini tidak menyehatkan,” tuturnya.
Jadi perlu diperhatikan gizi seimbang dengan membatasi asupan gula, garam, lemak (Dietary Approaches to Stop hypertension). Sebaiknya jangan menambahkan garam di meja makan dan menghindari makanan asin, cepat saji, makanan kaleng, dan bumbu penyedap (vetsin). Buat porsi makan yang tak ‘mbosenin.’ 50 % makanan terdiri dari sayur dan buah. 25 % karbohidrat, 25% protein.
Fakta menarik tentang kaitan kuliner dengan hipertensi, terjadi di Papua. Prevalensi Hipertensi Nasional yang hanya 16,8, menurut dr. Lili kemungkinan besar dipengaruhi juga oleh factor makanan yang diolah dengan dibakar, tanpa minyak dan bumbu-bumbu lainnya.
“Bakar batu, jadi udang, ikan, daging langsung dibakar tak ada tambahan lain. Kalau kita bumbu pelezatnya banyak,” katanya.
Faktor lainnya, kurang berolahraga atau aktivitas fisik. Gaya hidup aktif serta olahraga yang teratur dapat mencegah hipertensi. Perhatikan berat badan dan lingkar pinggang yang ideal.
Kebiasaan hidup yang tak sehat, seperti merokok dan mengonsumsi minuman keras/ beralkohol. Sebaiknya berhenti merokok. Bagi peminum juga dianjurkan membatasi konsumsi alkohol. Berhenti merokok memang tak mudah. Indonesia menduudki rangking tertinggi di dunia untuk jumlah perokok pria. Secara umum menduduki peringkat ketiga. Angka yang sangat rawan terkena hipertensi.
Hipertensi bisa dihindari dengan mengadopsi gaya hidup sehat. Hidup sehat akan mempengaruhi penurunan tekanan darah. Pastikan kita selalu mengukur kadar gula darah, tekanan darah dan periksa urin secara teratur. Sedia payung sebelum hujan. Mencegah lebih baik daripada mengobati. Yukkk mulai sekarang rutin cek tekanan darah kita. #SalamSehat
#Selamat Hari Hipertensi Sedunia 2016
@rahabganendra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H