Mohon tunggu...
Rachmat PY
Rachmat PY Mohon Tunggu... Penulis - Traveler l Madyanger l Fiksianer - #TravelerMadyanger

BEST IN FICTION 2014 Kompasiana Akun Lain: https://kompasiana.com/rahab [FIKSI] https://kompasiana.com/bozzmadyang [KULINER] -l Email: rpudiyanto2@gmail.com l IG @rachmatpy @rahabganendra

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bergayut Nostalgia, Merekam Jejak ‘Nusantara Sehat’ di Tapal Batas Barat

2 Mei 2016   16:51 Diperbarui: 2 Mei 2016   18:59 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rombongan Kemenkes RI, Media dan Blogger di Batam Centre Batam. (Dokpri)

BAGIAN 1 SERI: “BERGAYUT NOSTALGIA, MEREKAM JEJAK NUSANTARA SEHAT DI TAPAL BATAS BARAT.”

BATAM. Nama pulau itu teriang kembali di benak setelah lama karam. Pulau progresif yang tak pernah henti bergeliat mesin-mesin industrinya. Kawasan hinterland yang bertumbuh tak pernah henti dengan masyarakat yang super heterogen. Sekilas tergambarkan kembali, kota-kota utama seperti Batam Centre, Nagoya, Mukakuning, Jodoh, Nongsa, Belakang Padang, kota-kota kecil yang pernah tersinggah, di waktu silam.

Aku menjelajah lagi di sana. Merekam jejak kawan-kawan muda pelayan kesehatan ‘Nusantara Sehat’ di Pulau Penawar Rindu, Belakang Padang, Batam bersama Kementrian Kesehatan RI. Ada generasi muda hebat disana, Jemris Mikael Atadena (Ahli Gizi), Pijar Liendar (Kesehatan Lingkungan), Paras Mita Sari (Farmasi), Sri Purnamawati (Bidan), dan Yulianti Nataya Rame Kana (Kesehatan Masyarakat). Merekalah anak-anak muda tenaga kesehatan yang ikhlas andil dalam membangun Indonesia dari pinggiran melalui program pemerintah 'Nusantara Sehat.' Dan Pulau Belakang Padang menjadi tempat mengabdi 2 tahun lamanya. Pulau terluar di tapal batas barat nusantara bersisian dengan negeri Singa, Singapura. Ini bagian cerita (1), cerita yang kurekam jejaknya selama 3 hari, 21-23 April 2016 mengunjungi pulau Batam.  

***

KAMIS, 21 April 2016 jam 05.15 WIB. Pagi masih gelap. Rintik hujan belumlah reda. Lalu lalang kendaraan di balik pendar cahaya lampu-lampu mulai bertaburan, kecil. Aku berjalan menyusuri Jalan Tubagus Angke, Kawasan Jakarta Barat. Di punggungku bergayut tas ransel hitam berisi pakaian dan ‘ubo rampe’ traveling. Warnanya belum pudar. Maklum saja, aku membelinya belum lama. Sementara bahu kiriku tergantung besi berkaki tiga. Tripod baru. Bahu kanan tas kamera berisi kamera dan tiga macam lensa yang hampir selalu kubawa, tak lepas dari tubuhku setiap dalam perjalanan.

Kaos yang kukenakan mulai terasa dingin. Basah oleh gerimis kecil. Namun mataku masih terasa tajam, meski aku lelap hanya 3 jam-an tadi. Yaa, aku terbangun jauh sebelum subuh karena harus bergegas ke Bandara Soekarno Hatta menuju perbatasan barat nusantara, Pulau Batam. Agenda kunjungan tematik bersama Kementrian Kesehatan yang melibatkan media, aku dan kawan-kawan sebagai blogger. Ingatanku tentang Batam lekat dengan cuacanya yang ‘semau guwe.’ Tak jelas mana musim kemarau, mana musim penghujan. Suka-suka datang dan pergi, tanpa indikasi dan kabar.

Cukup lama, taxi berlogo burung biru itu akhirnya berhenti di depanku. Mengantarkan ke bandara internasional Soetta.  

“Garuda bang,” kataku singkat pada sopir, yang langsung mengerti. “Siap bos, 2 F,” jawabnya.

Taxi berjalan laju di jalanan Tubagus Angke yang masih lengang. Hingga masuk tol yang beberapa kilometer masih lumayan sepi. Beberapa mobil melintas cukup laju. Baru berasa padat merayap selepas pintu tol di ujung bandara. Biasa, lalu lintas bandara di hari kerja. Pagi-pagi banyak yang ke bandara untuk urusan pekerjaannya. Aku menilik jam tanganku.

“Masih banyak waktu sebelum jam 07.00 WIB,” gumamku.

Sambil cek grup WA yang dibentuk Bu Septy dari Kemenkes RI jauh hari sebelumnya. Grup untuk koordinasi bagi Blogger yang digandeng ke Batam.

“Kemarin ikutan demo Bang,” tanyaku iseng mengusir penat. #Baper Batam sih sebenarnya #eh

“Enggaklah Bang, di rumah saja. Gak suka begitu saya…” jawabnya. Panjang sih jawabnya bla… bla...blaaa. Tapinya aku sudah asiik melihat pagi yang mulai lamat terang. Hujan sisakan rintik kecil. Bentaran nampaknya akan reda.

*

“Ini Mas tiketnya,” ujar Bu Septy sambil menyorongkan tiket bernama asliku, sesaat aku tiba di titik kumpul depan BNI di gate keberangkatan Garuda.

Sudah banyak yang datang. Mas Hendi koordinator media udah nampak dengan celana pendek trendinya. Wartawan perempuan yang muda-muda dan cantik sudah hadir juga. Aku, blogger pertama yang hadir duluan. Masih jam 07.00 WIB lewat dikit. Sembari menunggu sesekali ngobrol ma Bu Septy yang sibuk. Meski aku lebih banyak menatap hengpong eh gawai. maklum #GenerasiGawai, istilah Eyang Anjari, Kepala Opini Publik Kemenkes. Hehee

Satu persatu kawan Blogger datang. Ada Agung Han, Bowo Susilo, Nunik, Shinta. Sementara Adi dan Elisa masih di ujung sono. Sono entah. Soalnya posisi belum diinformasikan melalui grup WA. Terpaksalah kami duluan masuk, jelang hampir pukul 08.00 wib. Menunggu di dalam. Ternyata lumayan lama menunggu. Belakangan diinformasikan pesawat ‘ribet’ parkir #eh kayak mobil di mal aja yaaa, susah nyari parkiran kalau weekend heheee. Eh tapi syukurlah jam 10.00 an take off jugah. Eh belakangan informasi dari Bu Septy, Mak Elisa terlambat datang, jadi tertinggal deh pesawat.

Terbang, jadi teringat masa lalu. Wira-wiri Batam-Jakarta yang hanya berdurasi 1 jam lewat 17an menit. Eh pertama kali ke Hang Nadim teringat banget saat mau ke Aceh pasca tsunami 5 hari, pada akhir 2004. Persis mau tahun baru 2005. Transit di Batam. Dan menjadi pengalaman pertama naik pesawat. Saat bencana pulak. Amazing.

Cuaca berasa panas, lebih panas dibanding dulu saat aku bermukim di Batam, medio 2005-2011. Itu kesan pertama saat keluar dari pesawat. Eh tapi memang cuaca sedang meningkat ding, kek Jakarta juga berasa nambah suhunya. ‘Sumlenget’ panasnya. Berjalan melalui koridor sepanjang ‘terminal’ perasaan tak banyak perubahan di bandara kecil namun merupakan bandara internasional ini. Kulihat  pemandangan di seberang bandara, tanah merah bukit-bukit dengan sedikit pepohonan. Kontur geografi berbukit khas di pulau perbatasan barat nusantara ini. Butuh pemerataan tanah untuk membangun bandara yang memiliki landas pacu sepanjang 4.025 meter ini. Daya tampungnya, mampu menampung 18-pesawat berbadan lebar dengan jenis Boeing 767. Panjangnya disebut-sebut sebagai pemilik landas pacu terpanjang di Indonesia dan kedua di Asia Tenggara setelah Bandara KLIA. Wuiihhh hebat juga ya.

Bandara yang terkenal dengan sebuatan Bandar Udara Internasional Hang Nadim terletak di Batu Besar, Nongsa, Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Bandar Udara yang mulai beroperasi pada Minggu, 1 Januari 1984 ini, mendapatkan nama dari Laksamana Hang Nadim yang termahsyur dari Kesultanan Malaka.

111-5727206b8e7e619009a353e8.jpg
111-5727206b8e7e619009a353e8.jpg
Kantor Kesehatan Pelabuhan Wilker Bandara Hang Nadim Batam. (Ganendra)

13-572720bbe4afbd23072dae1e.jpg
13-572720bbe4afbd23072dae1e.jpg
Foto bareng (Ganendra)KANTOR KESEHATAN PELABUHAN WILKER BANDARA HANG NADIM BATAM. Papan nama itu terpampang jelas di depan sebuah ruangan di dalam kawasan bandara Hang Nadim. Tak cukup luas. Dan itulah sebabnya rombongan kami, media, blogger dan Kemenkes RI tak tertampung di dalamnya, saat disambut ramah jajaran Kantor Kesehatan Pelabuhan/ KKP di Bandara Hang Nadim.

Di sesi pertemuan sederhana itu, lugas dan ramah Abdul Salam, selaku Kabid Pengendalian Karantina Surveilance Epidimologi Kelas 1 dan Romer Simanungkalit selaku Kasi Karantina KKP, menyambut rombongan. Dijelaskan bahwa KKP ini bertanggungjawab mencegah dan menangkal virus penyakit dari luar bandara yang ‘dibawa’ penumpang pesawat. Misalnya? SARS, flu burung dan sebagainya.

Perlakuan karantina akan dikenakan pada penumpang yang terdeteksi, dicurigai terjangkit penyakit. tentu saja tujuannya agar penyakit tidak menyebar ke pulau Batam, jika sedang terjadi wabag khususnya. Benar-benar sangat penting peran KKP ini. Maka tak heran di setiap pintu masuk transportasi udara, laut, dan darat ada kantor KKP ini.

Untuk di Batam, karena pintu masuk hanya lewat laut dan udara, maka dua titik itu menjadi pengawasan KKP. Bisa dibayangkan di Pulau Batam, hampir dari laut bisa menjadi pintu masuk. ‘Pelabuhan tikus’ atau pelabuhan tak resmi, banyak. Ini yang menurutku menjadi pintu paling rawan.

4-572721708e7e617309a353eb.jpg
4-572721708e7e617309a353eb.jpg
Romer Simanungkalit sedang tanya jawab dengan Blogger dan Media. (Ganendra)

“Kami tak cukup petugas untuk ditempatkan di setiap pelabuhan yang menjadi pintu masuk Batam. Pelabuhan resmi pasti ada petugasnya. Namun kalau pelabuhan tikus, sulit. Tapi Kami tetap melakukan berupaya pengawasan disana,” kata Romer Simanungkalit menjawab pertanyaanku

Usai narsis bareng, rombongan melanjutkan perjalanan dengan bus yang telah disediakan. Dua bus siap mengantar rombongan menuju penginapan Hotel Harmoni One di kawasan kota bisnis Nagoya. Namanya berasa aroma Jepang yaaa. Heheheee. Menyusuri perlahan bandara, keluar melalui jalan utama di Batu Besar. Jalannya tak banyak pilihan. Aku ingat betul jalur ini. Jalur yang kulalui saat menggunakan akses pesawat. Aku baru sekali mencoba jalur laut Batam-Jakarta dengan kapal Pelni. Durasinya 24 jam di kapal. Asik juga, soalnya bisa merasakan pemandangan laut lepas. Untung gak mabok laut, waktu itu.    

5-572720e9f096731608a6f4f7.jpg
5-572720e9f096731608a6f4f7.jpg
Ini lorr yang namanya Gonggong. (Ganendra)

ns-5727213a9593730c12efe8d0.jpg
ns-5727213a9593730c12efe8d0.jpg
Mejeng lagi di Restoran Rejeki hehee. (Foto Nunik)

Mampir untuk makan siang di Restoran Rejeki, Batu Besar. Tentunya menu khas Batam dong, sea food. Ada cumi, ikan laut dan tentunya GONGGONG (Nanti soal kuliner Batam kuceritain tersendiri deh). Sooo… lanjutlah perjalanan. Ini yang membuatku #Baper wkwkwk. Laaa sepanjang perjalanan itu, jalan yang sering kulalui dulu. Dari Batu Besar menyusuri Simpang Kabil, lalu menuju Batam Centre, tempat untuk narsis di area cantik “WELCOME TO BATAM.” Lokasinya samping Masjid Raya Batam, di seberang alun-alun Engku Putri. Alun-alun yang setiap minggu pagi kusinggahi untuk berolahraga dan cuci mata. Alun-alun di sebelah persis kantor Pemkot Batam. Wuidiihh jadi ingat lagi.    

Hingga jelang sore lanjut perjalanan menuju Nagoya. Dan menyusuri jalan yang dulu sering kulalui, jalan Batam Centre, Simpang Jam, Simpang Indosat, Simpang Rujak, Batu Ampar. Kuperhatikan sepanjang jalan. Cukup banyak perubahan. Ada tempat makan lumayan luas di Batam Centre, seberang Hotel Batam yang menuju Ocarina. Dua restoran, satunya Padang. Dulu tanah itu kosong. Sebelahnya ada deretan ruko yang dulu. TAFFETA DEKOR yang berbisnis dekorasi masih ada juga. Diih. Sementara Simpang rujak dengan bejibunnya penjual rujak terlihat makin banyak. Namun lokasinya nampak sudah kian rapi. Dan saat melintas di Batu Ampar, di kejauhan mata memandang arah bukit kecil, itulah Bukit Senyum yang pernah kutinggali. Gedungnya masih terlihat jelas. Aahhh. Jadi terbayang saat masih ber-KTP Batam.

Yaa sudah, tiba di Hotel Harmoni One sudah sore. Saatnya berbersih diri untuk melanjutkan acara di malam harinya. Acara di hotel yang ternama di Batam, yang dulu sering digunakan konferensi pers ataupun acara-acara lainnya. Sesuai konsep Kota Batam sebagai kota event. Sekamar dengan Virman, Blogger asal Klaten, aku menempati kamar di lantai 5. Berendam air hangat yang kulakukan, sambil mengingat nostalgia menghirup udara pulau di tapal batas bagian barat Indonesia ini. Duuuh.

Masih BERSAMBUNG loorr. Masih ada cerita tentang kondisi HIV Aids di Batam, juga tur mengunjungi tim Nusantara Sehat di Belakang Padang, jalan-jalan ke Barelang dan kisah-kisah unik lainnya. Eh Video juga ada, masih proses editing yaaa… denger hymne Nusantara Sehat yang dinyanyikan tim Nusantara Sehat Belakang Padang, Batam dulu deh. heheee 

#SahabatIndonesiaSehat #NusantaraSehat

BERSAMBUNG

Twitter/ Instagram: @rahabganendra

Artikel ini ditayangkan pertama kali di blog pribadi milik penulis,di sini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun