Fokusnya adalah pemimpin mempunyai kemampuan merangkul masyarakat yang heterogen di DKI, tegas leadership, visi jangka panjang, mampu mengikuti perkembangan jaman, aspek lingkungan, aspek layak huni. Kehidupan di Jakarta sangat mahal, harus ada pemimpin yang mampu memberi tempat huni bagi masyarakat umum.
“Secara umum kepemimpinan Ahok efektif,” tambah Eddy.
Menurutnya Ahok berhasil melakukan reformasi birokrasi. Mampu melanjutkan program e-government dari mantan Gubernur DKI, Joko Widodo. Ahok dinilai tegas dan berani melakukan terobosan. Meski demikian Eddy menilai ada kekurangannya seperti pelakasanaan penggusuran, sikap yang terkadang eksplosif, tak terkontrol ucapan. Baginya pemimpin wajib member keteladanan.
Lebih jauh terkait penggusuran, Eddy secara pribadi terusik, sebagai partai terusik dengan adanya kejadian kekerasan dalam penggusuran, meski realita di lapangan tentu ada dinamika, airmata. Kepada daerah menyerap aspirasi, melakukan pendekatan sosial cultural sehingga proses dinamika bisa diredam secara signifikan. Selain itu juga soal ijin reklamasi yang diberikan saat proses pembahasan raperda masih dibahas.
“Ada dua sisi, ada positif, ada kekurangan,” nilai Eddy terhadap Ahok.
Soo, di antara plus minus Ahok itu apakah PAN akan membidiknya, sementara tujuan pilkada adalah kemenangan. Dan tak dipungkiri Ahok mempunyai elebilitas tinggi saat ini dibanding tokoh-tokoh yang ‘berniat’ maju pilkada DKI?
Eddy realistis bahwa saat ini kunci ada di PDIP. PDIP yang akan memainkan peranan dan bisa membandingkan kondisi politik, ketika PDIP mengusung siapa nantinya yang jadi cagubnya. Ada pun partai lain tinggal menentukan pilihan, merapat dengan PDIP, atau mendapat calon yang bisa menandingi atau mengambil alternatif. (*)