Pengadaan ruang publik dengan amanat Undang-undang, memiliki arti betapa pentingnya ruang-ruang terbuka tersedia di lingkungan masyarakat. Ruang publik memberikan kemerdekaan bagi warga dalam berinteraksi dengan warga lainnya dalam banyak hal, sosial, diskusi hokum bahkan politik. Bagaikan obrolan warung kopi, diskusi politik pun bisa renyah dilakukan ala warga.
Menyitir pandangan Jurgen Habermas, menyebutkan bahwa ruang publik mengandung arti sebagai ruang bagi diskusi kritis yang terbuka bagi semua orang. Pada obrolan di ruang publik ini, kebebasan bicara, berpendapat warga pribadi bisa mengarah pada kontrol kekuasaan pemerintah dan negara. Betapa pentingnya bukan?
Lebih jauh lagi bila dipikir-pikir ruang publik semacam itu jaman sekarang banyak terjadi di ruang dunia maya yaa. Khususnya interaksi warga di dunia sosial media. Bagaimana warga dengan mudah ‘mengkritisi’ penyelenggara Negara dengan mudahnya. Mengkritisi dalam arti sebenarnya.
Senyum Ruang Publik, Asa Kita
Lalu bagaimana kondisi taman kota sebagai ruang publik di Ibukota pada umumnya? Tentu sangat komplek sekali permasalahannya, mengingat menyangkut warga-warga pribadi sebagai pengguna taman kota yang beragam. Tuntutan moral menjadi hal yang patut ditekankan. Bagaimana menjaga, merawat ruang publik , bukan hanya mengambil keuntungan fungsional semata. Kecuali itu perlu dicermati bagaimanakah ruang publik itu menjangkau warga yang menjadi haknya? Beberapa catatan menyangkut keberadaan taman, menurut saya perlu diperhatikan beberapa hal, agar kita tetap bisa ‘senyum’ saat berada di taman yang ramah tersenyum.
1. Sudahkah aksesnya memadai?
Akses yang mudah terjangkau menjadi hal yang penting. Bagaimana lokasi taman ada diantara ruang-ruang aktivitas dengan spasial yang memang strategis. Sarana penyeberangan untuk menjangkau akses ruang publik dipermudah. Bagaimana warga bisa menyeberang jalan dengan mudah, nyaman dan aman dengan tersedianya penyeberangan yang memadai. Seperti di Taman Surapati Menteng, akses cukup mudah dan nyaman dilalui.
Eh dukung juga dengan halte bus yang berlokasi tepat. Halte yang berada di tempat yang ramai akan bermanfaat lebih fungsi ruang publik. Otomatis akan bisa mendongkrak pula penggunaan transportasi umum.
2. Bagaimana dengan Penerangan?
Taman kota bukan hanya digunakan saat siang hari, namun juga malam hari. Desain penerangan harus memadai agar saat malam hari digunakan, tetap berasa nyaman. kecuali itu meminimalisir dipakainya ruang publik ke tujuan yang menyimpang. Misalnya sebagai tempat mesum dan potensi aksi kriminalitas. Misalnya di Taman Tubagus Angke yang mulai tahun ini sudah mulai lumayan asri, meski taman tak luas tapi memanjang. Saat siang hari bisa digunakan bersantai sejenak oleh warga yang lewat. Namun, saat malam hari terasa gelap. Penerangan jalan sudah ada namun kurang memadai. Akibatnya saat malam hari banyak (maaf) “perempuan jadi-jadian” yang ‘nongkrong’. Mungkin menjadi tugas wewenang Dinas Sosial yaah.